“TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN ALLAH TRITUNGGAL MENURUT ERASTUS SABDONO”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perihal ketritunggalan Allah adalah sesuatu
yang sudah lumrah dipercakapkan dan diperdebatkan oleh para teolog sejak abad-abad pertama hingga masa kini. Kira-kira satu abad
setelah Tertulian, para pengikut Arius (Arians) mengakibatkan banyak
pertentangan, menyebabkan kaisar Costantine mengadakan sidang Oikumene pertama
dalam sejarah untuk mempersatukan kerajaannya.
Menurut
catatan sejarah, pada permulaan abad ke 3 M. Arius mengajarkan bahwa
Kristus adalah Anak Allah yang benar-benar lahir dari Bapa. Itulah sebabnya
Allah disebut Bapa. Dengan pengertian bahwa,
secara harafiah hubungan mereka sesungguhnya adalah hubungan antara Bapa dan
Anak. Namun Athanasius, seorang uskup yang berasal dari Alexandria
menantang keras ajaran Arius.
Athanasius
berpandangan bahwa Tritunggal yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan satu
Allah yang sama tetapi bukan satu pribadi, sehingga tidak mungkin Allah Bapa
dan Anak-Nya memiliki hubungan yang harafiah sebagai Bapa dan Anak. Pandangan Athanasius
mengalami perubahan yang memburuk dari waktu ke waktu, yang awalnya Roh Kudus
belum disebut sebagai Pribadi Ketiga. Tetapi kemudian Roh Kudus diakui sebagai
Pribadi Ketiga Allah Tritunggal.
Konstantin
asalnya bukan seorang Kristen. Ia menjadikan Kristen sebagai kepercayaan kepada
Tuhan resmi, karena percaya kemenangannya merupakan berkat dari Yesus Kristus. Berbagai dugaan, ia baru dibaptis pada waktu masih
terbaring sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early
Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak
Tertaklukkan;...... pertobatannya akannya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman
kerelaan yang datang dari batin...... Ini merupakan persoalan militer.
Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia
yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah
orang-orang Kristen.”[1]
Peranan apa
yang dipertontonkan oleh Konstantin pada Konsili
Nicea menurut Encyclopaedia
Britannica adalah Konstantin sendiri diwujudkan
sebagai ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi
mengusulkan...... makna penting yang menyalakan hubungan Kristus dengan Allah
dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan
Bapa’...... Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang
saja, menandatangani kredo itu, banyak dari mereka dengan sangat berat hati.
Karena itu,
peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan saling berargumentasi
kepercayaan kepada Tuhan yang
sengit tanpa membuahkan hasil yang jelas, maka kaisar yang sekaligus politikus
ini campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan mereka yang
mengatakan bahwa Yesus merupakan Allah. Muncul keraguan bahwa keputusan ini
bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya tidak faham
apa-apa tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani,” kata
A Short History of Christian Doctrine.
Yang ia tahu merupakan bahwa perpecahan kepercayaan kepada Tuhan merupakan
ancaman untuk kekaisarannya, dan ia berhasrat memperkuat wilayah kekuasaannya.
Setelah Konsili Nicea, perdebatan
mengenai pokok ini terus berlanjut selama puluhan tahun. Mereka yang percaya
bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa
waktu. Namun belakang, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka.
Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan
mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M.[2]
Pada Konsili
tersebut menyetujui untuk mendudukkan bahwa Roh
Kudus ada pada tingkat yang sama dengan Bapa dan Kristus. Di sinilah
diberitahukan untuk pertama kalinya Tritunggal, susunan Kristen mulai terbentuk
dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak
diwujudkan sebagai kredo yang diterima secara lapang. Banyak orang menentangnya
dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.
Baru pada abad-abad belakang
Tritunggal diartikan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari petuah Tritunggal terjadi di
Barat, pada pengajaran dari zaman pertengahan, ketika suatu penjelasan dari
segi filsafat dan psikologi disetujui.” Selanjutnya
pada Kredo Athanasia, Tritunggal diartikan lebih lengkap
dalam Kredo Athanasia. Athanasius merupakan
seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya
berbunyi: “Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal...... sang Bapa merupakan
Allah, sang Anak merupakan Allah, dan Roh Kudus merupakan Allah; namun mereka
bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”[3]
Kemudian
para teolog yang meneliti hal ini lebih mendalam berpendapat bahwa Athanasius
tidak menyusun kredo ini. The New
Encyclopedia Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja
Timur pada zaman ke-12. Sejak zaman ke-17, para sarjana pada umumnya setuju
bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373)
tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada zaman ke-5...... Pengaruh kredo
itu rupa-rupanya terutama berada di Perancis Selatan dan Spanyol pada zaman
ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada zaman ke-9 dan
lebih kurang tidak lama setelah itu di Roma.”
Beranjak dari pemikiran tersebut maka banyak orang yang
tidak mengakui Ketritunggalan Allah dengan pendapat bahwa Allah itu esa dan
bukan Tritunggal dengan dasar pemikiran bahwa Alkitab tidak pernah membahasnya baik PL maupun PB hanya
Allah yang esa berdasarkan Syema
Israel dalam Ulangan
6:4-5. Karena itu menjadi kebenaran yang penting
dalam iman Kristen.[4]
Namun, menarik dengan pernyataan Ezra Alfred Soru mengatakan, walaupun istilah Trinitas tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi konsepnya dengan jelas diajarkan oleh
Alkitab. Satu sisi, Alkitab dengan tegas menyatakan keesaan Allah (Ul. 6 :4) dan disisi lain Alkitab dengan tegas menyatakan keilahian tiga pribadi dari Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus.[5] Selain itu Allah Tritunggal para bidat memahaminya sebagai Allah itu esa yang mempunyai tiga peranan, tiga fungsi
atau tiga topeng bukan pribadi.[6]
Senada dengan pendapat Arius mengatakan, bahwa Allah itu
sendirian artinya ia mempertahankan keesaan Allah dan Anak itu diciptakan oleh
Bapa serta Anak yang disebut Firman memiliki natur yang berubah dan Ia tetap
baik dengan menggunakan kehendak bebas-Nya hanya selama Ia memilih demikian.[7]
Mengenai Roh Kudus secara singkat, mungkin
boleh dikatakan: Ia adalah Roh yang diutus Allah. Dalam dinamika-Nya, Allah sendiri hadir
dan bekerja sepenuhnya dalam Roh Kudus,
untuk menjumpai dan menyelamatkan manusia. Apa yang
diperbuat/dikatakan Roh Kudus
pada dasarnya adalah perbuatan/perkataan Allah sendiri. Kepercayaan dan
ketaatan kepada
Roh Kudus, bukanlah wujud kepercayaan dan ketaatan
kepada allah yang lain, tetapi adalah
kepercayaan dan ketaatan
kepada Allah yang
esa sendiri.[8]
Stanley M. Horton mengatakan bahwa Roh Kudus itu adalah suatu
pribadi yang nyata, yang berakal, berperasaan dan berkehendak.[9]
Dengan tegas dan mutlak Alkitab memandang Roh Kudus sebagai satu pribadi yang
khas. Sebagaimana rasul Paulus juga mengatakan
dalam surat-suratnya bahwa Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud
Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang
kudus (Rm. 8:27). Roh menyelidiki segala sesuatu (1Kor. 2:10). Jadi bertindak
dengan tepat dan bijaksana (Ef. 1:17).
Selanjutnya J. L. Ch. Abineno mengatakan dalam bukunya bahwa
berbicara tentang Roh Kudus, dalam berbagai defenisi adalah wajar karena Roh
Kudus sama seperti Allah yang tidak dapat didefinisikan
atau objektifkan. Karena
itu hanya kita jelaskan sebagai kuasa dari kasih
Allah yang menyelamatkan, yang kita kenal dalam Yesus Kristus.[10]
Sebagaimana telah diketahui,
Roh Kudus memiliki sifat-sifat yang menunjukan bahwa Dia adalah Pribadi yang mutlak. Karena Dia juga memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki Allah, maka teranglah bahwa Dia adalah Allah. Sifat-sifat ini ialah Mahatahu
(Yes. 40:13; 1Kor.
2:12), Mahahadir (Mzm. 139:7), dan Mahakuasa
berdasarkan pekerjaan-Nya dalam Penciptaan
(Ayb. 33:4; Mzm. 104:30). Mengenai Roh Kudus, Dia adalah Allah sendiri yang dari
luar datang kepada umat-Nya dan berkenan
menciptakan bagi-Nya suatu tempat di
dalam hati umat-Nya, artinya diadakan-Nya
suatu hubungan yang sebelumnya tidaklah terdapat antara manusia dengan Allah.[11]
Akan tetapi bagi
Arius, Roh Kudus hanya merupakan tenaga Allah yang dikerahkan atau
dimanifestasikan dalam dunia ciptaan. Ajaran ini ditolak mentah-mentah dalam
Konsili Nicea (325 M).[12] Sejalan
dengan apa yang diajarkan oleh Arius, maka para pengikut Saksi Yehuwa mengajarkan bahwa Roh Kudus bukan satu
pribadi melainkan suatu tenaga aktif dari Allah. Orang yang dipenuhi Roh Kudus
berarti dipenuhi oleh tenaga aktif Allah.[13]
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Arius dan
kemudian dalam pandangan serta pengajaran Saksi Yehuwa, maka nampak bahwa baik Arius maupun Saksi Yehuwa menolak ajaran Alkitab
yang menyatakan bahwa Roh Kudus adalah satu pribadi. Hal yang sama dalam pandangan gereja Timur yang mengatakan bahwa
Roh Kudus bukan Pribadi tetapi Roh-Nya Allah Bapa.
Kemudian
diikuti oleh Erastus Sabdono yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi
yang relatif. [14]
Hal ini tersirat di dalam Alkitab bahwa pribadi adalah
entitas yang bisa berdaulat dengan kemandiriaan penuh seperti Tuhan Yesus,
Lusifer dan para malaikat, serta manusia.
Jadi, Roh Kudus juga bisa dikatakan bukan Pribadi Ketiga sebab tidak ada
penjelasan atau kesan atau isyarat bahwa Roh Kudus bisa mandiri atau terpisah
dari Allah sama sekali. Kalau Lusifer, malaikat bisa memberontak kepada Allah;
juga Yesus memiliki peluang tidak taat kepada Allah seperti manusia; tetapi Roh Kudus
tidak akan pernah memberontak kepada Allah, sebab Roh Kudus adalah Roh Allah
Bapa sendiri yang tidak akan pernah bisa mandiri dan berdaulat sendiri secara mutlak.[15] Sebagai Pribadi yang relatif, maka Ia mengatakan bahwa
Allah itu Dwitunggal.[16]
Sesuai
dengan apa yang peneliti paparkan di atas, maka hal yang melatarbelakangi
penelitian ini ialah peneliti membahas tentang Ketritunggalan Allah yaitu: Pertama, karena Roh Kudus sebagai Pribadi yang relatif[17], maka
Roh Kudus bukan
Pribadi sebagaimana yang dikatakan oleh Arius dan Saksi Yehuwa. Kedua, bahwa Allah itu Dwitunggal.
Ketiga,
bahwa Roh Kudus berfungsi sebagai perwakilan dari Elohim, artinya sebagai representatif Allah Bapa dan Yesus
Kristus dalam pengertian bahwa sesungguhnya Roh Kudus adalah Mahahadir
sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak tidak Mahahadir.[18] Keempat, bahwa Allah Bapa mensubordinasi
Allah Anak (Tuhan Yesus). Karena itu, Hirarki antara Bapa dan Anak tidak sama
atau tidak sejajar. Mensubordinasi dalam pengertian bahwa Allah Bapa adalah
Pribadi yang lebih tinggi dari Allah Anak.[19]
Kelima, bahwa Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi. Sejatinya, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah
yang ber-Pribadi yang melingkupi jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak
karena Ia seperti angin, maka Ia disebut sebagai Roh. Tidak ada tempat yang
tidak dalam lingkupan Roh Allah atau Roh Kudus (Mzm. 139:5-9).[20]
Karena itu, Allah disebut sebagai Mahahadir. Akan tetapi dapat dicatat bahwa
kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah bukan berarti kehadiran Pribadi Allah Bapa
sendiri Yang Mahakudus. Allah selalu bersemayan di surga (Mzm. 2:4; 14:2;
33:13; 53:3; 1-3:19 dan lain-lain), jadi
yang hadir adalah Roh-Nya.[21]
Sesuai dengan pokok pemikiran Erastus Sabdono
tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian terkait dengan
persoalan pengajaran Allah Tritunggal dengan judul penelitian: “TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN ALLAH TRITUNGGAL MENURUT
ERASTUS SABDONO”
B.
Fokus Masalah
Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian
ini sesuai dengan latar belakang masalah ialah peneliti akan fokus terhadap
pengajaran Erastus Sabdono perihal ketritunggalan Allah, yakni: Allah itu
Dwitunggal, Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak, Pribadi Roh Kudus yang
relatif di dalam ketritunggalan Allah, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang
ber-pribadi, dan Bapa tidak
Mahahadir juga Anak tidak Mahahadir.
C.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang sudah peneliti paparkan di atas maka peneliti membuat rumusan masalahnya agar penelitian ini
lebih terarah dan konsisten sebagai berikut:
1.
Apakah benar Allah itu Dwitunggal?
2.
Apakah Allah Bapa mensubordinasi Allah Anak?
3.
Apakah benar Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif di
dalam Allah Tritunggal?
4.
Apakah benar Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang
ber-pribadi?
5.
Apakah benar Allah Bapa tidak Mahahadir dan Allah Anak
tidak Mahahadir?
D.
Metodologi Penelitian
Adapun yang menjadi
metodologi penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah apologetika dengan
tujuan untuk membela iman serta ajaran Kristen. Metodologi yang peneliti
gunakan yaitu:
1.
Classical Apologetic atau Metode Klasik
Metode
ini merupakan sebuah proses yang diawali dengan mengenakan teologi alami untuk
membuktikan perihal teisme (wacana tentang Allah) yang benar. Menurut Steven B. Cowan, setelah
eksistensi Allah ditunjukkan, maka metode klasik beralih pada penjelasan atas
bukti historis tentang Keilahian Yesus Kristus, kepercayaan Kitab Suci, dan
lain-lain untuk menunjukkan versi teisme yang benar ada dalam Kekristenan.[22]
Ada
dua tahapan yang harus diperhatikan dalam menerapkan metode klasik, yakni
pertama menetapkan atau menjelaskan keberadaan Tuhan secara konteks dan kedua
membahas secara mendalam bukti-bukti historis. Contoh sederhana dari metode klasik adalah seseorang
tidak dapat menjadikan mujizat sebagai bukti keberadaan Allah. Namun Tuhan dapat membuktikan dengan mengadakan
mujizat. Jadi ada bukti bahwa
Tuhan itu ada baru kemudian mujizat dapat terjadi.
2.
Reformed Epistomology
Apologetic
Metode
ini merupakan
pendekatan pembelaan iman Kristen yang dipopulerkan oleh John Calvin di mana
pemikirannya didasarkan bahwa metode ini tidak selalu membuat argumen yang
positif untuk membela iman Kristen. Dasar dari argumen tersebut adalah bahwa
setiap manusia dilahirkan dengan gambar dan rupa Allah, maka orang dapat dengan
benar dan rasional untuk datang dan percaya kepada Allah tanpa memerlukan
bukti.
E.
Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini yang menjadi tujuan
utama peneliti adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dasar pengajaran Erastus Sabdono tentang
Allah Tritunggal.
2.
Untuk mengetahui latar belakang pribadi dan teologi
Erastus Sabdono.
3.
Untuk mengetahui apakah ada sumbangsih dari luar terhadap
pernyataan Erastus Sabdono tentang Allah Tritunggal.
4.
Untuk mengetahui pokok pengajaran Allah Tritunggal dalam
perspektif Erastus Sabdono.
F.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1.
Manfaat penelitian secara umum
a.
Secara teoritis, sebagai studi kritis terhadap pengajaran Allah Tritunggal khususnya teologi sistematika.
b.
Secara praktis, sebagai sumbangsih dalam pengajaran iman Kristen, serta
memberikan wawasan yang baik dan benar tentang konsep ketritunggalan Allah
secara Alkitabiah dan
memproteksi agar tidak terjadi penyesatan.
2.
Manfaat penelitian secara khusus
a.
Mendorong kesadaran terhadap gereja Tuhan terutama di
zaman akhir ini agar bisa bersikap lebih tegas dalam menyikapi angin pengajaran
yang tidak sepenuhnya berdasarkan Alkitab.
b.
Menambah wawasan berpikir bagi peneliti, bahwa betapa
pentingnya membangun konsep pemahaman yang benar tentang Allah Tritunggal dalam
iman Kristen.
G.
Keaslian Penelitian
Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti belum
menemukan kesamaan
terkait dengan judul dan topik yang ada. Namun ada dua karya tulis yang berkaitan dengan
judul/topik yang peneliti lakukan. Karya tulis yang berkaitan dengan penelitian
ini, ialah, “Allah Tritunggal: Sebuah Risalah Teologis-Alkitabiah tentang Ke-Esa-an dan
Ke-Tritunggal-an Allah”, Dylfard Pandey,(Jurnal:
GKSI) Dan “Allah Tritunggal Dalam Injil Yohanes”, M.W. Wijanto, (Jurnal). Karena itu dalam penelitian ini, peneliti
menyatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang murni tanpa plagiat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
Dalam mengawali pembahasan ini harus diketahui bahwa
bukan hanya memperbincangkan suatu doktrin teologis, tetapi berbicara mengenai
kepribadiaan Allah. Sebab, Allah adalah Allah yang transenden. Mengutip
perkataan Stephen Tong tentang transenden mengatakan, Dia lain dari yang lain
dan Dia melampaui segala sesuatu.[23]
Selain itu Allah adalah Roh yang tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu. Itulah sebabnya Allah tidak terbatas.[24] Dalam suatu kesempatan, G. C. Van Niftrik dan
B. J. Boland mengatakan bahwa:
“Apabila kita mau berbicara tentang soal
“Ketritunggalan”, maka haruslah terlebih dahulu kita insafi, bahwa kita
berbicara tentang Allah. Allah itu adalah Allah
yang hidup, bukanlah suatu pengertian atau persoalan yang dapat diselidik
dengan akal-budi kita sampai menjadi “terang”. Bila kita mau memecahkan suatu
masalah, maka paham kita harus melebihi masalah itu, sehingga dapat kita
tangkap dan kuasai. Tetapi sebaliknyalah yang terjadi, bila kita bertemu dengan
Allah yang hidup, yakni; kita “ditangkap” dan “dikuasai.”[25]
Pernyatan ini menegaskan bahwa sungguh Allah itu
transenden, yang tidak bisa dan tidak sanggup untuk diselami dan dipahami oleh
pikiran dan perasaan manusia semata atau secara empiris. Ketidakterbatasan
Allah adalah kesempurnaan Allah yang oleh-Nya Ia bebas dari semua
pembatasan-pembatasan. Untuk mengerti tentang keberadaan Allah didasari pada
pokok iman Kristen. Jikalau sepenuhnya ciptaan mengerti seutuhnya Sang
Pencipta, itu berarti Ia bukanlah Allah
yang sejati, yang bisa diselami oleh pikiran manusia atau rasio. Karena Ia
adalah Allah Tritunggal yang bersifat adikodrati.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Alfredo Reimber dalam
tesisnya mengenai “Konsep Allah Dalam
Perspektif Thomas Aquinas” bahwa Trinitas adalah masalah iman dan untuk
memahami Trinitas harus digunakan bahasa analogi. Pengertian “keluar” dalam
hubungannya dengan unsur-unsur, hanya dapat dianalogikan sebagai produk yang
dihasilkan dari akal. Karena apa yang keluar dari akal merupakan perwujudan
yang paling dekat dengan sifat-sifat Allah.[26]
Menurut Robert, pemahaman kita akan Allah hanya
diberitahukan-Nya kepada kita tentang diri-Nya.[27]
Namun berbeda dengan pendapat Tong yang mengatakan bahwa Doktrin Allah
Tritunggal merupakan wahyu Allah yang diberikan kepada manusia secara progresi,[28]
Artinya secara bertahap iman Kristen mengerti dan memahami Allah melalui
wahyu-Nya dalam kitab suci.
Istilah Tritunggal belum pernah muncul di Perjanjian Lama
(PL) dan Perjanjian Baru (PB). Dengan demikian istilah Tritunggal tidak pernah
dan tidak muncul dalam Alkitab. Akan tetapi, kata Tritunggal pertama kali
digunakan oleh Tertulianus pada abad kedua Masehi.[29]
Tertulianus merumuskan bahwa, Tuhan Allah adalah satu di dalam substansinya
atau zat-Nya dan tiga di dalam persona-Nya atau pribadi-Nya atau oknum-Nya (una substantia, tres personae).[30]
Sementara menurut Tong, ajaran tentang Tritunggal
merupakan “suatu konsep yang berbeda dengan agama-agama lain, bukan suatu
konsep yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari rasio manusia yang diciptakan
oleh Allah, namun ini merupakan suatu konsep yang tidak boleh dihindari oleh
manusia karena Allah telah demikian menyatakan diri serta memperkenalkan
diri-Nya kepada manusia.”[31]
Karena itu, tidak ada seorangpun yang bisa sampai pada
pengenalan akan Allah yang sejati, kecuali melalui wahyu Allah dalam arti bahwa
Allah berinisiatif dengan manusia yang mengkomunikasikan dan memperkenalkan
diri-Nya sendiri pada manusia. Dalam memahami akan hal ini, hanya perlu untuk
belajar teologi artinya bukan untuk mempelajari akan Allah tetapi belajar dan
memahami keberadaan manusia sebagai ciptaan yang diciptakan oleh Allah.
Pemahaman seperti ini sudah lumrah di kalangan para
teolog bahkan orang awam pun mengertinya. Namun perlu diketahui, bahwa belakang
ini suatu aliran yang menyatakan tentang Allah Tritunggal, Allah Dwitunggal dan
Allah Esa. Ketiga istilah ini sebagian para teolog tidak sepaham dalam
berteolog. Masing-masing saling mempertahankan pendapatnya padahal yang menjadi
sumber dari ketiga istilah itu berasal dari substansi yang satu-satu-Nya.
Perspektif tentang Tritunggal dalam kalangan Kristen
kontemporer masa kini menyatakan Allah dalam tiga pribadi yang berada di dalam
satu natur seperti yang dikatakan oleh Tong yakni, Allah Bapa menyediakan
keselamatan dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan artinya sebelum Sang
Anak menggenapi keselamatan menjadi rupa insan (inkarnasi), Allah Bapa telah
bernubuat dengan mulut-Nya sendiri dan dilanjutkan oleh para nabi untuk
menyuarakan kedatangan Sang Anak.
Perihal Ketritunggalan Allah hanya bisa dipahami melalui
wahyu khusus Allah dalam kitab suci. Doktrin Allah Tritunggal paling tepat
dibicarakan secara ringkas dalam kaitan dengan berbagai proposisi yang akhirnya
membentuk satu ringkasan tentang iman Kristen.
Sebagaimana
dikatakan oleh Billy Graham dalam bukunya “Roh Kudus” bahwa:
“Problem
utama berkenan dengan doktrin Tritunggal ialah berhubungan dengan pengakuan
agama Kristen sebagai yang monotheistis. Kekristenan menolak politheisme, yaitu
kepercayaaan akan lebih dari satu Allah. Jawabannya ialah bahwa doktrin
Ketigaan pribadi Allah mempertahankan kesatuan Ketuhanan, dan bersamaan dengan
itu, mengakui bahwa ada tiga pribadi dalam Ketuhanan yang masih tetap bersifat
satu inti.”[32]
Bukti bagaimana Allah bereksistensi sebagai keberadaan
yang mencukupi pada diri-Nya telihat jelas di dalam doktrin Trinitas. Dalam
suatu kesempatan Cornelius Van Til dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Theologi Sistematik; Problegomena
Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah”
menjelaskan bahwa:
“Allah secara numeris dan bukan sekadar spesifik
berjumlah satu ketika diperbandingkan dengan bentuk keberadan lain, sekarang
terlihat memiliki di dalam diri-Nya suatu distingsi di dalam eksistensi yang
spesifik dan numeris. Kita berbicara Allah tentang esensi Allah yang dibedakan
dari tiga pribadi pada Allah. Kita berbicara tentang Allah sebagai satu
pribadi; tetapi kita juga berbicara tentang tiga pribadi di dalam Allah.”[33]
Dapat dikatakan bahwa masing-masing atribut Allah harus
diidentikkan dengan eksistensi Allah, namun hal ini dibenarkan ketika membuat
distingsi antara atribut-atribut itu, maka dikatakan bahwa masing-masing
pribadi pada Trinitas ada pada diri-Nya sendiri adalah sempurna di dalam
keilahian, walaupun ada suatu distingsi sejati antara pribadi-pribadi tersebut.
B.
Metodologi
1.
Pengertian Apologetika
Apologetika sebenarnya merupakan terminologi yang umum
bagi Kekristenan. Namun tidak semua memahami apa yang dimaksud dengan
apologetika. Mula-mula apologetika secara tradisional dipahami sebagai
“permohonan maaf.” Namun pengertian tersebut tidak selaras dengan maksud dari
Injil. Oleh karena itu, perlu bagi Gereja dan orang percaya untuk memahami
pengertian dari apologetika. Menurut John M. Frame, definisi dari apologetika
adalah ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi pertanggungan jawab
tentang pengharapannya.[34]
Apologetika dimaksud untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan komprehensif
tentang dasar pemikiran dari kepercayaan dalam hal ini adalah iman Kristen.
Pengertian lain dari apologetika seperti yang disampaikan
Alister E. McGrath. Menurutnya, apologetika berasal dari kata bahasa
Yunani apologia yang artinya “pembelaan”, terhadap sebuah kasus yang untuk
membuktikan tidak bersalahnya orang yang dituduh di pengadilan, atau
demonstrasi tentang kebenaran argumen atau keyakinan.[35]
Dasar dari pentingnya apologetika tampak pada firman Allah yang disampaikan
oleh Petrus, “Tetapi kuduskanlah Kristus
di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk
memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan
jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan
lemah lembut dan hormat” (1Ptr. 3:15).[36]
Latar belakang penulisan menunjukkan bahwa Surat Petrus
ditujukan kepada orang percaya di Asia Kecil (Turki Modern) yang merupakan
wilayah Kekaisaran Romawi pada zamannya. Petrus mendorong orang percaya untuk
menghadapi kritik dan pertanyaan dari berbagai kalangan untuk menjelaskan dasar
dan isi iman mereka dengan kelembutan dan rasa hormat. Bagi Petrus, prinsip
dari apologetika adalah tentang membela kebenaran tanpa konfrontasi. McGrath
dalam buku Mere Apologetics
mengatakan, obyek dari apologetika bukan untuk memusuhi atau mempermalukan
orang-orang di luar gereja melainkan untuk membuka mata terhadap kenyataan,
keandalan, dan relevansi iman Kristen.[37]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan
di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang apologetis Kristen adalah
seorang Kristen yang berkomitmen yang termotivasi untuk terlibat dalam
pemikiran rasional dan kritis tentang pandangan dunia Kristen agar pandangan
tersebut dapat diadopsi. Kesimpulan itu sejalan dengan yang disampaikan oleh
Benno van Den Toren dalam buku Christian
Apologetics yang menyatakan bahwa apologetika Kristen merupakan suatu
refleksi ilmiah tentang kesaksian dan dialog apologetis Kristen sebagai
pembenaran intelektual atas kebenaran dan relevansi iman Kristen.[38]
Di sini diperlukan pengetahuan yang benar tentang Allah di dalam Yesus Kristus
untuk dapat menjadi apologetis atau untuk melakukan pembelaan iman Kristen.
2.
Metodologi Apologetika
Buku metodologi apologetika yang sudah dikenal secara
umum dan diperdebatkan para ahli, yakni Five
Views on Apologetics yang diedit oleh Steven B. Cowan menyampaikan lima
metode apologetika yang umum digunakan, yakni 1) Classical Apologetics, 2) Evidential
Apologetics, 3) Cumulative Case
Apologetics, 4) Presuppositional
Apologetics, dan 5) Reformed
Epistomology Apologetics.[39]
a.
Classical Apologetics
Classical Apologetics atau metode klasik adalah sebuah pendekatan yang dimulai dengan
menerapkan teologi alami untuk membuktikan tentang teisme (wacana tentang
Allah) yang benar. Menurut Cowan, setelah eksistensi Allah ditunjukkan, maka
metode klasik beralih pada penjelasan atas bukti historis tentang Keilahian
Yesus Kristus, kepercayaan Kitab Suci, dan lain-lain untuk menunjukkan versi
teisme yang benar ada dalam Kekristenan.[40]
Ada dua tahapan yang harus diperhatikan dalam menerapkan
metode klasik, yakni pertama menetapkan atau menjelaskan keberadaan Tuhan
secara konteks dan kedua membahas secara mendalam bukti-bukti historis. Contoh
sederhana dari metode klasik adalah seseorang tidak dapat menjadikan mujizat
sebagai bukti keberadaan Allah. Namun Tuhan dapat membuktikan dengan mengadakan
mujizat. Jadi ada bukti bahwa Tuhan itu ada baru kemudian mujizat dapat
terjadi.
b.
Evidential Apologetics
Metode Evidential
Apologetics atau yang dikenal dengan Metode Evolusioner merupakan
pendekatan “satu langkah” (one-step).
Cowan menjelaskan secara sederhana bahwa mujizat bukan sebagai dalil eksistensi
Allah. Namun mujizat dapat menjadi
salah satu bukti adanya Allah. Metode ini memanfaatkan argumen filosofis dan
historis.[41]
c.
Cumulative Case Apologetics
Cumulative Case
Apologetics
atau metode komulatif kasus adalah suatu pendekatan untuk menjelaskan
keberadaan dan sifat kosmos, realitas pengalaman religius, objektivitas
moralitas, dan beberapa fakta historis lainnya, seperti kebangkitan Yesus.[42]
d.
Presuppositional Apologetics
Presuppositional
Apologetics
merupakan metode yang menggunakan pendekatan yang berangkat dari kebenaran
Kristen sebagai pembelaan iman Kristen. Cowan menyampaikan bahwa apologetis
yang menggunakan metode presuppositional
menunjukkan kepada orang-orang tidak percaya bahwa pandangan mereka tentang
dunia mereka sendiri tidak memadai untuk menjelaskan pengalaman mereka tentang
dunia.[43]
e.
Reformed Epistomology Apologetics
Reformed
Epistomology Apologetics merupakan pendekatan pembelaan iman Kristen yang dipopulerkan oleh John
Calvin di mana pemikirannya didasarkan bahwa metode ini tidak selalu membuat
argumen yang positif untuk membela iman Kristen. Dasar dari argumen tersebut
adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dengan gambar dan rupa Allah, maka orang
dapat dengan benar dan rasional untuk datang dan percaya kepada Allah tanpa
memerlukan bukti.
Cowan mengatakan bahwa fokus dari metode apologetika
reformed epistomology adalah melakukan apologetika negatif atau defensif dengan
menempatkan orang-orang tidak percaya dalam situsi percaya kepada Tuhan.[44]
Metode ini secara sederhana ingin menyampaikan bahwa argumen ofensif dan
defensif dapat digunakan untuk melakukan pembelaan iman Kristen. Umumnya metode
reformed epistomology melihat pada
kesalahpahaman mendasar mengenai sifat kehendak bebas dan dosa.
Berdasarkan beberapa metode apologetik tersebut, maka
metode yang digunakan oleh peneliti ialah “Classical Apologetics” dan “Reformed
Epistomology Apologetics” .
BAB III
HIDUP, PELAYANAN DAN PENGAJARAN ERASTUS SABDONO
A.
Biografi Erastus Sabdono
Erastus Sabdono (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 3 Desember
1959; umur 59 tahun) adalah seorang pendeta Kristen Indonesia. Ia pendiri
Rehobot Ministry dan saat ini menjadi
Ketua Umum Sinode Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI). Ia dikenal sebagai seorang teolog Kristen
di Indonesia, menjadi pengajar kebenaran Alkitab yang kompeten dan inovatif, untuk
membangun logika iman umat Kerajaan Surga dalam kebenaran Alkitab. Dia juga
penanggung jawab majalah dan renungan harian Truth, serta pembicara diberbagai seminar, Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR), Televisi (TV) dan radio, serta penulis buku yang inovatif.[45]
Erastus
Sabdono yang akrab dipanggil Pak Eras lahir dan dibesarkan dalam sebuah
keluarga Kristen. Sejak tahun 1976, saat berusia 17 tahun, dia telah mengambil
keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu. Sebelumnya, sebagai seorang remaja dia
merasa hidup dalam kegelapan (hidup di luar kebenaran) kendati dibesarkan dalam
keluarga Kristen.
Lalu pada
suatu saat, setahun setelah dia pindah ke Jakarta dari Solo, Jawa Tengah,
melintas dibenaknya kenangan kuat sebagai anak Sekolah Minggu. Kemudian, atas
kemauan sendiri, Erastus Sabdono datang ke sebuah KKR. Dalam KKR itu, dia
mengambil keputusan bertobat dan merasakan cinta mula-mula yang amat indah
serta secara simultan bergelora rasa rindu untuk melayani. Setelah itu, dia
berketetapan masuk Sekolah Alkitab dan mulai melupakan cita-citanya semula
menjadi dokter. Dia pun mulai memberitakan Injil. Saat itu, dia aktif sebagai
jemaat di Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Paulus, Jakarta Pusat.
Kemudian dia aktif dalam pelayanan bidang
musik di sebuah gereja kecil. Lalu terlibat dalam pelayanan remaja dan guru
Sekolah Minggu. Dari gereja kecil itu dia mengenal Gereja Bethel Indonesia
(GBI). Dia pun menyelesaikan studi S1 (S.Th) dari Institut Teologia dan
Keguruan Indonesia (ITKI) sekarang disebut Sekolah Tinggi Teologi Bethel
Indonesia (STTBI). Kemudian meraih gelar Master Teologia (M.Th) di STT Jakarta.
Lalu, meraih gelar Doktor Teologia dari STT Baptis Indonesia Semarang (STTBI
Semarang). Sebelumnya dia menerima gelar Doktor
Honoris Causa dari American Christian
College.
Erastus pernah
dipercaya menjadi ketua umum penginjil Indonesia (1996-1997). Saat itu, dia
melihat harus ada perubahan dalam cara berpikir dengan menggunakan logika
rohani, yakni pola pikir yang berbasis pada dunia yang akan datang. Dia mengacu
pada firman Tuhan: “Di mana ada hartamu,
di situ hatimu berada.” Jadi diperlukan logika rohani sebagai lawan
(perubahan) dari pola pikir yang berbasis duniawi.[46]
B.
Pelayanan Erastus Sabdono
Pada usia 17
tahun, Erastus Sabdono mengambil keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu setelah
pindah dari Solo ke Jakarta atas keinginannya sendiri. Saat itu ia menjadi
jemaat GPIB Paulus Jakarta. Dalam sebuah KKR, ia memutuskan untuk meninggalkan
cita-citanya menjadi dokter dan mengambil keputusan untuk masuk Sekolah
Alkitab.
Pada tahun
1987, Erastus Sabdono bersama dengan teman-teman belajarnya melayani di sebuah
jemaat kecil yang dikenal sebagai gereja gubuk reot berukuran 10x5 meter di
Perdatam, Kalibata, Jakarta Selatan. Jemaatnya hanya belasan orang. Ibadah
pujian dan penyembahannya hanya diiringi gitar dan ketipung. Gereja kecil ini
adalah GBI Rehebot. GBI Rehobot tersebut pun dilanjutkannya hingga terus
berkembang. Kendati pada awal perkembangannya tidak terlalu cepat karena dia
juga masih harus melayani di beberapa tempat diantaranya menjadi salah satu
pembicara utama di GBI Tiberias, bahkan sebagai dosen yang mengajar teologi dan
etika Kristen di STTBI. Sebelumnya ia pernah menjadi Ketua STTBI/Seminari
Bethel pada tahun 2005–2009.[47] Di
Seminari Bethel tersebut dia mengabdi selama 21 tahun. Sehingga, kala itu,
dalam satu minggu dia berkhotbah hingga 8 kali, tetapi hanya satu kali di
Rehobot.
Kemudian, dia
mengambil keputusan bertobat sebagai pendeta dan keluar dari Tiberias, untuk
konsentrasi di Rehobot, sekaligus belajar bagaimana menyelenggarakan gereja
sesuai dengan pola Alkitab. Suara hati pertobatannya sebagai pendeta
dituangkannya dalam lirik lagu: “Di jalan
itu kusesat, di rimbun rimba keputusanku/ Apa yang ku pandang baik, ternyata
timbunan ambisi/ Di ujung hatiku nyeri meradang, duka sesalnya hati/ Kulukai
perasaan dan abaikan isi hati-Mu”
Sejak 1987,
dia menggembalakan jemaat Tuhan di GBI Rehobot, Jl. Sarinah 1/7 Jakarta
Selatan. Dia ingin mengaplikasikan pertobatannya sebagai pendeta dengan
keberanian sebagai pendeta pengajar yang tidak populis dengan penuh janji-janji
dan klaim teologi kemakmuran, mujizat-mujizat penyembuhan dan berkat duniawi;
tetapi dengan konsisten dan inovatif membangun kedewasaan logika iman para
jemaat dalam kebenaran Alkitab. Jikalau tidak ada rencana, maka tidak punya
keberanian untuk membuka ibadah di gedung. Kendatipun lokasi gereja tidak cukup
menunjang, maka dengan sukacita dan rela, Erastus Sabdono membagikan kebenaran
Firman Tuhan ke berbagai gereja guna menyingkapkan kebenaran Allah yang
mendewasakan jemaat.
Lalu, dalam
perkembangannya dan atas desakan beberapa teman akhirnya sejak pertengahan
tahun 2000 dibuka dan dibangun juga ibadah (kebaktian) di gedung-gedung dan
pusat keramaian di beberapa tempat. Hal ini menurut dia bahwa bukan bermaksud
untuk menyaingi gereja lain, turut berkonkurensi atau berkompetensi memindahkan
jemaat gereja lain ke kandang Rehobot; tetapi Rehobot Ministry hendak menjawab
kebutuhan banyak orang Kristen yang sudah keluar dari hidup agamawinya, yaitu
tidak menjadikan Kekristenannya sekedar agama, tetapi jalan hidup.[48]
Dalam setiap
membuka ibadah, Erastus Sabdono harus lebih dulu mempersiapkan pemimpin, supaya
visi dan logika rohaninya dapat tercapai. Sama halnya dengan pelayanan firman
yang diundang untuk berkhotbah di Rehobot bukan hanya mereka yang memiliki nama
yang kondang sebagai pengkhotbah yang laris di pasaran, tetapi mereka yang
mengerti apa yang Yesus ajarkan. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 2018
Erastus Sabdono mendirikan sinode GSKI, dan sekarang menjabat sebagai Ketua
Umum GSKI.
C.
Pokok Pengajaran Erastus Sabdono
Sehubungan
dengan klaim Erastus Sabdono yang menyatakan bahwa pengertian/pengajarannya
telah “berkembang” sehingga berbeda dan tidak bisa menyesuaikan diri lagi
dengan pengajaran GBI ,
sehingga menyatakan diri keluar dari Sinode GBI dan membentuk Sinode baru,
serta begitu banyak ilmu yang sudah dipelajari secara mendalam khususnya terkait dengan teologi dan penafsiran Alkitab
maka dengan ini peneliti memberikan beberapa pokok pengajaran menurut Erastus
Sabdono:
1.
Allah itu Dwitunggal
Roh
Kudus selalu menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah
pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Berbeda dengan Yesus yang ketika
menjadi manusia bisa memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa, sehingga ada
risiko terpisah selamanya dari Bapa. Lagi pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu
tidak setara.
Selanjutnya
dalam karya penciptaan alam semesta ini, Erastus Sabdono menyimpulkan bahwa
dalam Kejadian 1:26-27 ternyata Allah Bapa dalam mengerjakan karya penciptaan,
Ia tidak sendirian tetapi bersama dengan Tuhan Yesus, Putra Tunggal-Nya. Hal
ini menunjukan bahwa hanya Allah Bapa dan Allah Anak yang menciptakan segala
yang ada dan Roh Kudus tidak disebutkan atau dilibatkan dalam karya penciptaan.
Sangatlah nampak bahwa Erastus Sabdono tidak mengakui
ketritunggalan Allah tetapi Dwitunggal.[49]
Erastus
Sabdono mengatakan bahwa dalam pernyataan Tuhan Yesus ketika Ia berdoa
kepada Bapa. Hal ini hanya menunjuk
kepada dua Pribadi, yaitu Pribadi Bapa dan Pribadi Anak, tetapi Roh
Kudus tidak disebutkan. Doa Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 17:21 demikian “supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Sesuai dengan doa yang disampaikan oleh Tuhan
Yesus di atas dan penjelasan sebelumnya bahwa Roh Allah adalah Roh Bapa yang
sama dengan Roh Kudus, maka bisa dimengerti apa sebabnya Yesus tidak menampilkan Roh Kudus. Kemudian kesannya
hanya ada dua Pribadi. Inilah yang tidak menutup kemungkinan adanya sebutan
Dwitunggal. Mengapa bisa demikian? Hal ini sangat tergantung pengertian
seseorang terhadap Roh Kudus. Siapa dan apa Roh Kudus itu.[50]
2.
Allah Bapa Mensubordinasi Allah Anak
Erastus Sabdono mengatakan bahwa perihal akan Allah
Tritunggal khususnya dalam lembaga Elohim, Allah Bapa Pribadi yang Mahatinggi
lebih dari Allah Anak (Tuhan Yesus) sebagaimana yang dikatakannya bahwa;
“Allah Bapa adalah Pribadi yang menyimpan
misteri tak terbatas dan tidak terduga. Allah Bapa adalah Pribadi Yang
Mahatinggi lebih atau di atas Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang
Mahatinggi. Untuk selamanya Allah Bapa tidak pernah kelihatan karena Allah Bapa
itu Pribadi Agung di balik penciptaan yang dilakukan Anak Bapa atau yang
disebut sebagai Logos yang menentukan pengaturan jagat raya tanpa batas ini.
Dari kekal sampai kekal, Dia tidak pernah berubah. Dialah Pribadi yang mengutus
Anak-Nya Yesus Kristus turun ke dunia.”[51]
Allah Bapa adalah Pribadi yang selamanya
tidak bisa dikenal dengan sempurna, sebab sesungguhnya Dia adalah misteri segala
misteri. Karena itu Bapa dan Anak tidak
sejajar tetapi memiliki hirarki dimana Bapa lebih besar dari Anak. Bapa dengan
Tuhan Yesus benar-benar bisa terpisah, dan Anak juga bisa gagal.[52] Keberadaan Allah Bapa adalah keberadaan yang tidak pernah terpahami atau
dimengerti dengan sempurna oleh rasio manusia. Dan kalau seandainya Bapa
menampakkan diri, penampakan-Nya tidaklah mewakili keberadaan-Nya secara
sempurna dan utuh. Sebab Dia tidak terbatas, yang tidak dapat dibatasi oleh
apapun dan siapapun.[53]
3.
Roh Kudus Adalah Pribadi Ketiga Secara Relatif
Erastus
Sabdono mengatakan bahwa Apakah Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal? Tentu saja
“bisa” dijawab “ya”, sebab Roh Kudus adalah representasi dari Allah (Elohim),
Bapa dan Putra Tunggal Bapa atau Tuhan
Yesus. Bila jawabannya menggunakan kata “bisa”, ini
berarti tidak mutlak”. Harus diingat bahwa Roh Kudus bukan Allah Bapa dan juga
bukan Allah Anak.
Roh Kudus bukan Pribadi Anak juga bukan Pribadi Bapa. Roh
Kudus; Roh-Nya Allah Bapa sendiri. Harus dicatat di sini bahwa Roh Kudus bukan
Roh yang keluar dari Tuhan Yesus, tetapi keluar dari Bapa. Ketika Roh Kudus
berurusan dengan manusia dan hadir di tengah-tengah kehidupan, seakan-akan
terpisah dari Pribadi Allah Bapa, padahal tidak. Roh Kudus adalah Roh-Nya Bapa,
jadi Roh Kudus atau Roh Allah tidak pernah dapat terpisah dari Pribadi Allah
Bapa.[54]
Apakah Roh Kudus adalah Pribadi ketiga dari Allah
Tritunggal? Bisa dijawab “tidak” bila dikaitkan dengan relasi-Nya yang tidak dapat terpisah dari Allah Bapa. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa
Roh Kudus bukan Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal. Mengapa? Sebab Roh Kudus
mengalir dari Allah Bapa dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian
mutlak dari Allah Bapa (Yoh. 15 15:26). Tidak mungkin Roh Allah atau Roh Kudus
bisa berdaulat mandiri tanpa ikatan dengan Allah Bapa sama sekali, sebab
Alkitab tidak pernah menunjukan bahwa Roh Kudus dapat terpisah dari Allah. Roh
Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Allah Bapa sendiri. Dalam hal ini,
kehadiran Roh Allah menunjukan kehadiran Allah Bapa sendiri.
Tersirat di dalam Alkitab bahwa pribadi adalah entitas
yang bisa berdaulat dengan kemandirian penuh seperti Tuhan Yesus, Lusifer dan
para malaikat, serta manusia. Jadi, Roh Kudus juga bisa dikatakan bukan Pribadi Ketiga sebab tidak ada
penjelasan atau kesan atau isyarat bahwa Roh Kudus bisa mandiri atau terpisah
dari Allah sama sekali. Kalau Lusifer, malaikat bisa memberontak kepada Allah; juga Yesus memiliki peluang tidak taat kepada
Allah seperti manusia; tetapi Roh Kudus tidak akan pernah memberontak kepada
Allah, sebab Roh Kudus adalah Roh Allah Bapa sendiri yang tidak akan pernah
bisa mandiri dan berdaulat sendiri secara mutlak.
Sebenarnya kalau dikatakan bahwa Roh Kudus Pribadi
Ketiga, maka seakan-akan atau kesan yang bisa timbul adalah Roh Kudus bisa
terpisah dari Allah Bapa. Padahal Roh Kudus adalah cara kehadiran Allah Bapa di
segala tempat, zaman, dan waktu. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Allah
ada dimana-mana. Roh Allah atau Roh Kudus sebagai Allah yang Mahahadir. Roh
Allah atau Roh Kudus adalah kuasa Allah yang menegakkan semua tatanan Allah dan
yang menjadi pelaksana semua kehendak Allah. Itulah sebabnya ketika Tuhan Yesus
menjadi manusia, dunia tidak menjadi chaos
(kacau), sebab pelaksana pemerintahan Allah secara langsung yang mengatur
tatanan adalah Roh Allah atau Roh Kudus ini.
Akhirnya, Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan sebagai
Pribadi Ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan mutlak sebagai
Pribadi Ketiga, maka penjelasan mengenai Allah yang Esa menjadi sangat sulit
dan kacau. Penjelasan mengenai Allah Tritunggal menjadi Absurd, tidak masuk akal, mustahil, dan benar-benar aneh. Sejatinya
yang benar adalah Allah Bapa ada di surga, Allah Anak duduk di sebelah kanan
Allah Bapa menerima kuasa pemerintah, adapun Roh Allah atau Roh Kudus hadir di
mana-mana mewakili Lembaga atau Institusi Allah (Elohim) yang mengatur semua
tatanan kehidupan di jagat raya ini. Kuasa penyelenggaraan pemerintahan Tuhan
Yesus sendiri bersumber pada kuasa Allah Bapa di dalam atau melalui Roh Allah
atau Roh Kudus. Jadi pernyataan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus adalah Pribadi
Ketiga dari Tritunggal bersifat relatif, tidak mutlak; tergantung dari sudut
mana pernyataan itu berangkat atau dari kita memandang.[55]
4.
Roh Kudus Adalah Kuasa Dari Allah Yang
Ber-Pribadi
Dalam Alkitab dapat ditemukan tindakan Allah Bapa dan
Anak sebagai Pribadi yang bisa terpisah. Klimaksnya adalah ketika Tuhan Yesus
menjadi manusia. Tuhan Yesus benar-benar terpisah dari Allah Bapa, Ia menjadi
manusia yang memiliki resiko kemungkinan terpisah dari Allah Bapa selamanya. Tuhan Yesus sendiri
di atas salib juga menyatakan bahwa Bapa-Nya yang disebut Allah-Nya
meninggalkan diri-Nya (Mrk. 15:34).
Perpisahan Pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan
Tuhan Yesus memiliki kehendak sendiri yang berbeda dengan kehendak Bapa.[56]
Hal mana sangat berbeda dengan Roh Kudus. Tidak pernah Roh Kudus atau Roh Allah
bergerak tanpa melakukan apa yang Allah inginkan. Ia tidak pernah berdiri
sendiri. Ia hanya melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Dalam PB, Roh Kudus menjadi utusan Bapa dan segala
sesuatu yang dilakukan-Nya pasti selalu sesuai dengan kehendak Bapa secara
tepat sempurna. Jikalau Roh Kudus bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah
Bapa, itu berarti Allah Bapa berkepribadian ganda.
Sejatinya, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang
ber-Pribadi yang melingkupi jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak karena Ia
seperti angin, maka Ia disebut sebagai Roh. Tidak ada tempat yang tidak dalam
lingkupan Roh Allah atau Roh Kudus (Mzm. 139:5-9). Oleh karena itu, Allah
disebut sebagai Mahahadir. Akan tetapi dapat dicatat bahwa kehadiran Roh Kudus
atau Roh Allah bukan berarti kehadiran Pribadi Allah Bapa sendiri Yang
Mahakudus. Allah selalu bersemayan di surga (Mzm. 2:4; 14:2; 33:13; 53:3;
1-3:19) dan lain-lain), jadi yang hadir adalah Roh-Nya.[57]
Perihal Doa Bapa Kami yang diajarkan oleh
Tuhan Yesus dengan kalimat awal “Bapa Kami yang di
surga” ini menunjukkan bahwa Allah Bapa tidak ada dimana-mana, Ia ada surga.
Tetapi kehadiran Roh Kudus selain merupakan representasi
dari Allah Bapa, juga representasi Allah Anak, yang sudah tentu Allah Anak
kembali ke tempat semula pasca kebangkitan-Nya, yaitu duduk di sebelah kanan
Allah Bapa. Dalam hal ini Roh Kudus sebagai fasilitas milik Allah Bapa dan
Allah Anak yang melingkupi jagad raya ini.
Berbicara mengenai fenomena bahwa Roh Kudus
keluar dari Bapa, sebagai perbandingannya adalah Tuhan Yesus yang juga berkata
bahwa Diri-Nya datang atau juga bisa dikatakan keluar dari Bapa. Hal ini
diperoleh dari pernyataan Tuhan Yesus sendiri dalam Injil Yohanes 16:28 yang
tertulis: “Aku datang dari Bapa dan Aku
datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.”
Sabdono mengatakan bahwa kata datang dari
Bapa lebih tepat diterjemahkan keluar dari Bapa. Kata datang dalam teks aslinya
ialah ekserkhomai (ekserkhomai). Kata
ekserkhomai, lebih berarti go out, come
out, get out, go away (pergi keluar, keluar). Kata ekserkhomai (ekserkhomai) tidak sama dengan ekporeuomai (ekporeuomai). Kalau Roh Kudus keluar dari Bapa, berarti
Roh Kudus masih tetap secara terus menerus ada hubungan dengan Bapa, yaitu
bahwa Roh Kudus mengalir terus menerus ekporeuomai (ekporeuomai) dari
diri Bapa; sedangkan Tuhan Yesus keluar (ekserkhomai).
Dalam hal ini seakan-akan Tuhan Yesus keluar dari Bapa dan bisa berstatus
terputus, bisa menjadi Pribadi yang terpisah dari Bapa (bisa mandiri dan
berdaulat secara mutlak atau sama sekali terpisah dari Bapa).[58]
5.
Allah Bapa Tidak Mahahadir Dan Allah Anak Tidak
Mahahadir
Alkitab tidak pernah menyebut Roh Bapa selain dalam
Matius 10:19-20, yaitu pernyataan Tuhan Yesus yang menjamin bahwa Roh Bapa akan
memberikan perkataan di bibir orang percaya ketika mereka diperhadapkan kepada
penguasa-penguasa dunia yang menganiaya orang Kristen. Tuhan Yesus mengatakan: “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana
dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan
kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh
Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” Maksud Roh Bapa dalam ayat ini adalah Roh Allah atau Roh Kudus (1Kor.
12:8). Ayat ini menunjukan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Bapa
sendiri.
Mengapa dalam PB Roh Allah sering disebut sebagai Roh Kudus? Roh Allah disebut sebagai
Roh Kudus sebab Roh ini dimateraikan dalam kehidupan orang percaya (Ef. 1:13). Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah
mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga,
ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu).
Dimeteraikan artinya distempel atau ditempelkan. Dalam hal ini tubuh orang
percaya menjadi bait Roh Kudus, sebab orang percaya telah dibeli dengan harga
lunas dibayar (1Kor. 6:19-20).
Sejak orang percaya dimeteraikan dengan Roh Allah, ia harus berwaspada sebab
perasaan Allah akan lebih bereaksi terhadap semua tindakan orang percaya
tersebut. Dengan sebutan Roh Kudus, orang percaya diingatkan untuk hidup kudus
sama seperti Bapa adalah kudus (1Ptr. 1:16).
Untuk memperjelas Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh
Allah Bapa sendiri, harus diperhatikan 1 Korintus 2:11 yang berbunyi: Siapa
gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia
selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada
orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.
Roh manusia tidak mungkin bisa terpisah dari diri manusia atau diri seseorang.
Di mana ada roh manusia di situ ada pribadi manusia dengan seluruh keberadaan
fisiknya.
Hal ini berbeda dengan Allah, Roh Allah bisa hadir di
mana-mana tanpa Pribadi Allah Bapa sendiri. Mengapa bisa demikian? Tentu saja
bisa, sebab dimensi ke-Ilahian-Nya yang tidak terbatas memungkinkan hal
tersebut. Bapa ada di tempat yang Mahatinggi di terang yang tidak terhampiri,
tetapi Roh-Nya hadir di mana-mana, Roh-Nya itulah Roh Allah atau Roh Kudus.[59]
Keberadaan Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak
di surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi jagad raya melaksanakan kehendak dan
rencana-Nya, hal ini menunjukkan keunggulan atau supremasi Allah dibanding
berbagai dewa-dewa yang mengembara dan bergelandangan di banyak tempat.
Bagaimanapun, ada tahta Allah yang berbeda tempat dan tingkatan dengan makhluk
ciptaan. Jikalau Tuhan Yesus menambahkan Bapa di surga, hal itu adalah untuk
membedakan Bapa yang benar, yaitu yang di surga dan banyak bapa yang tidak ada
di surga; ilah-ilah bergelandangan di bumi.
Bapa adalah Pribadi yang memiliki tempat
tertentu yang permanen, di tempat yang Mahatingi di terang yang tidak
terhampiri. Bapa yang memiliki tempat di surga (di atas segala sesuatu), maka
Ia juga berkuasa memerintah dan berdaulat atas semesta alam tiada batas ini.
Karena itu, Roh Allah atau Roh Kudus disebutkan sebagai representasi dari Allah
Bapa dan Allah Anak yang melingkupi segala sesuatu.[60]
Dalam Yohanes 15:26 tertulis: Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa
datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Allah Bapa, Ia akan bersaksi tentang
Aku. Roh Kudus keluar dari Allah Bapa dan dan tidak pernah menjadi Pribadi
yang terpisah dari diri Bapa. Kata keluar dalam Yohanes 15:26 teks aslinya
adalah ekporeuomai (ekporeuomai), selain berarti to go forth, go out depart (keluar,
berangkat dari, datang dari), juga berarti proceed (meneruskan atau
melanjutkan). Kata ekproreuomai lebih mengandung pengertian mengalir terus
menerus (to flow forth) dan juga
berarti menyebar keluar (to spread abroad).
Hal ini menunjukan suatu relasi antara Bapa dan Roh Kudus yang tidak pernah
bisa putus, seperti arus listrik dengan sumber pusat tenaga listriknya.
Itulah sebabnya kalau dikatakan bahwa Roh
Kudus seperti arus listrik yang mengalir keluar dari sumber pusat tenaga
listrik, itu mengandung sebagian kebenaran. Sebagian saja artinya hanya aspek
saja, bukan kebenaran secara penuh, sebab kebenaran harus dilihat dari semua
aspeknya. Misalnya dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang cerdas. Itu
hanya sebagian kebenaran, sebab manusia memiliki banyak aspek atau dimensi.
Kecerdasan manusia barulah satu aspek dari banyak aspek yang ada dalam
eksistensi manusia. Terkait dengan Roh Kudus, pandangan bahwa Roh Kudus bukan
hanya tenaga aktif yang keluar dari Bapa, menjadi inspirasi yang baik untuk
membuka rahasia mengenai Allah Tritunggal. Dengan pandangan ini penjelasan
mengenai Allah Tritunggal dilengkapi, sehingga menjadi sangat jelas.[61]
Dalam banyak ayat di dalam Alkitab sering muncul
pernyataan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus didukacitakan. Roh Kudus dapat
didukacitakan, ini berarti Ia memiliki perasaan (Yes. 63:10; Ef. 4:30). Berkenan dengan hal ini, Alkitab
juga jelas menunjukan bahwa Roh Kudus dapat dihujat (Mat. 12:31-32). Berbicara
mengenai penghujatan Roh Kudus sebenarnya semakin memperjelas Allah Tritunggal,
bahwa satu-satunya representasi Allah yang memenuhi jagat raya dan yang bekerja
di hati manusia hanyalah Roh Kudus. Sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak di
surga. Itulah sebabnya kalau Roh Kudus dihujat atau yang sama dengan tidak
dihargai, maka tidak ada wakil Allah yang lain. Kalau Tuhan Yesus menyatakan
bahwa Ia menyertai orang percaya sampai akhir zaman, maksudnya adalah bahwa Ia
menyertai orang percaya di dalam dan melalui Roh Kudus.[62]
BAB IV
TINJAUAN
TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN
ERASTUS
SABDONO
Pada bagian ini, peneliti melakukan analisis terhadap
pokok-pokok pengajaran Erastus Sabdono dengan mengunakan metode “Classical
Apologetics” dan “Reformed Epistomology Apologetics”, yaitu sebuah pendekatan
yang dimulai dengan menerapkan teologi alami untuk membuktikan tentang teisme
(wacana tentang Allah) yang benar. Dan pendekatan pembelaan iman Kristen dengan
kata lain, segala pengajaran Erastus Sabdono akan ditinjau dari
pernyataan-pernyataan tentang Allah yang benar, baik di PL maupun di PB. Adapun pokok-pokok pengajaran yaitu sebagai berikut:
A.
Analisis
Terhadap Pokok Pengajaran Erastus Sabdono, Bahwa Allah Itu Dwitunggal
Erastus Sabdono dalam pengajarannya, ia mengatakan bahwa Roh
Kudus selalu menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah
pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Sehingga
ia menyimpulkan bahwa Allah itu Dwitunggal dan bukan Tritunggal.
Tertulianus seorang teolog latin merumuskan
Ketringgalan Allah bahwa “Jika Allah bukan satu, maka tidak ada Allah.” Dalam
pengertian bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan "satu
dalam esensi, bukan satu dalam Persona". Ia mengunakan istilah pribadi dan
substansi bagi Allah yang mewahyukan diri-Nya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Jadi Tritunggal berarti satu substansi (menggantikan kata natur dan esensi)
dalam tiga pribadi.[63]
Sesuai dengan Doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:
5, Athanasius mengatakan bahwa bahwa Bapa ada di dalam Anak dan Anak di dalam
Bapa, bukan dipaami seolah-olah Mereka dikosongkan ke dalam satu sama
lain,seolah-olah tidak satu pun Pribadi yang lengkap dalam diri-Nya sendiri,
dalam pengertian bahwa Bapa dan Anak bukanlah dua keberadaan yang terpisah,
tetapi Mereka juga bukan satu keberadaan yang diberi nama dua kali. Mereka adalah dua, karena Bapa
adalah secara kekal Bapa dan bukan Anak, dan Anak secara kekal Anak dan bukan
Bapa.[64]
Kemudiaan Athanasius mengatakan bahwa Roh
Kudus disatukan secara tidak terpisahkan dengan Bapa dan Anak. Karena Roh Kudus
keluar dari Bapa, Ia selalu ada di tangan Bapa, yang mengutus-Nya, dan di
tangan Anak, yang menyalurkan-Nya. Ia bersatu dengan ke-Allahan Bapa dan Anak.
Maka, pada zaman Musa, Allah memimpin umat melalui Firman di dalam Roh. Roh ada
di dalam Kristus seperti Anak ada di dalam Bapa. Apa yang dikatakan dari Allah
melalui Kristus di dalam Roh.[65]
Menurut Basil bahwa Roh Kudus ditempatkan oleh Tuhan setara dengan Bapa dan Anak dalam formula baptisan (Mat. 28:19).[66] Semua istilah dan deskripsi yang hanya dapat
dimiliki oleh Allah. Mereka yang disucikan, Roh Kudus jadikan rohani melalui
persekutuan dengan diri-Nya dan menyalurkan karunia-karunia suk acita tanpa
akhir, tinggal di dalam Allah, keberadaan yang dijadikan seperti Allah, dan
tertinggi dari semua, keberadaan yang dijadikan Allah.
Secara eksplisit dalam Alkitab, Roh Kudus adalah Pribadi yang mutlak dalam
ketritunggalan Allah dan karena Roh Kudus memiliki natur tertinggi, sebuah esensi yang intelijen,
tidak terbatas dalam kuasa, tidak terbatas dalam kebesaran, tidak terukur oleh
waktu atau zaman, menyempurnakan segala sesuatu yang lain, tetapi diri-Nya
sendiri tidak kekurangan apa pun, pemberi hidup, maha hadir, memenuhi segala
sesuatu dengan kuasa-Nya.[67]
Sejalan dengan Gregory yang mengatakan bahwa Allah adalah
satu dalam esensi, tiga dalam Pribadi, terbagi tanpa pemisahan, dan bersatu
tanpa pencampuran. Dalam esensi, Ia tidak dapat dipahami secara tuntas dan
tidak mungkin untuk menentukan batasnya. Pribadi-Pribadi ini berelasi, karena
Anak menyiratkan Bapa, dan Bapa adalah Bapa dalam relasi dengan Anak.[68]
Dalam karyanya yang berjudul On the Holy
Trinity and of the Godhead of the Holy Spirit to Eustathius, yang mungkin
ditulis pada tahun sebelum Konsili Konstantinopel, Gregory memberikan argumen
yang senada dengan, dengan mengatakan bahwa kita mengenal Allah bukan dari
esensi-Nya, tetapi dari karya-karya-Nya. Karya-karya ketiga Pribadi itu adalah
satu, sehingga kita menyimpulkan bahwa natur Mereka adalah satu. Karya-karya
ini tidak dapat dipisahkan karena tidaklah mungkin untuk memisahkan Roh Kudus
dari karya apa pun yang dilakukan Bapa dan Anak. Trinitas adalah satu
ke-Allahan. Dengan demikian Anak tidak dapat dipisahkan dari Roh Kudus.[69]
Roh Kudus ditempatkan setara dengan Bapa dan Anak karena
persekutuan natural. Persekutuan ini sangat jelas dalam karya penciptaan.
Penyebab orisinal dari semua perihal yang diciptakan adalah Bapa, penyebab
kreatif adalah Anak, dan penyebab yang menyempurnakan adalah Roh Kudus. Namun
prinsip utama dari ini yang eksis ialah Satu yang menciptakan melalui Anak dan
menyempurnakan melalui Roh Kudus.
John
Calvin mengatakan bahwa sesungguhnya Allah yang mulia dan agung yang disembah umat-Nya adalah Allah
Tritunggal. Tritunggal berarti Tiga Pribadi
yang dibicarakan, masing-masing adalah
Allah sepenuhya,
tetapi tidak ada lebih dari satu Allah.
Sebutan Bapa, Anak dan Roh Kudus menyatakan kepada umat-Nya adanya distingsi
yang rill,[70]
sehingga tidak seorangpun boleh berpikir bahwa ketiga sebutan tersebut hanyalah
tiga gelar yang dikenakan kepada Allah sekadar untuk merujuk kepada-Nya dengan
cara-cara yang berbeda. Ketiga
Pribadi yang dimaksudkan oleh John Calvin Ketiga Pribadi ini tidak meruntuhkan
kesatuan Allah, karena keberadaan-Nya adalah satu. Ketiga Pribadi
Mengimplikasikan distingsi, bukan pembagian.[71]
Hak Jon Lee di dalam karyanya, Covenant and Communication: A Christian Moral Conversition With Jurgen
Habermas, mengatakan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus bukanlah
Pribadi-Pribadi yang berdiri sendiri, Allah Tritunggal tidak saling
merelatifkan Pribadi-Pribadi yang ada pada diri-Nya tetapi merupakan satu
(kejamakan-Nya) di dalam diri-Nya sendiri. Inti dari Ketritunggalan Allah
tersebut ialah kesatuan sosial di dalam persekutuan kebebasan, kasih dan
kebenaran sebagai eksistensi dari keberagaman yang ada pada diri-Nya.
Kesatuan
dari Pribadi-Pribadi Ilahi yang jamak tersebut bukan juga saling mencurigai dan
tidak saling mempercayai. Tetapi dinamis, saling berkomunikasi, jamak dan
saling berelasi di dalam kepelbagaiannya. Pribadi-Pribadi yang jamak tersebut
(Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus) merupakan Pribadi yang setara serta disatukan
sebagai yang tunggal di dalam kasih.[72]
Ketritunggalan dalam kasih, C. Groenen
OFM menjelaskan bahwa Allah, Yesus Kristus, Tuhan dan Rohulkudus
memegang peranan dalam pelaksanaan keselamatan manusia.[73]
Itulah
jalan pemikiran PB, maka tidak mengherankan bahwa ketiga pelaku yang berperanan dalam
tata penyelamatan disebut bersama-sama. Allah Bapa ialah Allah yang menjadi
awal mula penyelamatan dan perwujudannya. Allah Bapa adalah awal dan
akhir tujuan seluruh rencana dan pelaksanaan penyelamatan, Allah yang melalui
Anak-Nya dan dalam Roh Kudus-Nya menawarkan dan
memberikan diri kepada manusia berdasarkan kasih-Nya yang tak
terbatalkan.
Roh
Kudus berbeda dari Bapa dan Anak. Sebagaimana yang di sampaikan oleh Robert
Letham bahwa:
Ketiga
Pribadi saling berbeda secara tidak dapat direduksi artinya bahwa Bapa, Anak
dan Roh Kudus bukan sekadar relasi-relasi subsisten ditunjukkan oleh Inkarnasi.
Menjelma menjadi manusia, Anak memasukkan natur manusia ke dalam persatuan
pribadi, dan itu untuk kekekalan. Hal ini Bapa dan Roh Kudus tidak
melakukannya. Anak selamanya disatukan dengan kemanusiaan, hal mana tidak
terjadi pada Bapa dan Roh Kudus.
Sangat
jelas menunjuk pada fakta bawa Bapa, Anak dan Roh Kudus saling berbeda, berbeda
secara tidak dapat direduksi, dalam cara-cara yang tidak dapat dipahami
manusia. Anak secara kekal berbeda dari Bapa dan Roh Kudus. Sama seperti itu,
dapat disimpulkan dengan benar bahwa Roh Kudus berbeda dari Bapa dan Anak.[74] Ini demikian selamanya, sementara bersamaan
dalam waktu karya Trinitas yaitu berkenaan dengan dunia yang diciptakan hal ini
tidak dapat dipisahkan. Ketiga Pribadi berkarya bersama-sama sebagai satu karena Mereka adalah satu keberadaan.
Doktrin
mengenai Roh Kudus keluar dari Allah Bapa berdasarkan Yoh. 15:26 dan juga
kenyataan bahwa Roh Kudus disebut juga Roh Kristus dan Roh Anak Allah (Rm. 8:9;
Gal 4:6), dan Kristus mengirim-Nya ke dalam dunia.
Keluarnya Roh Kudus dari Bapa dan Anak disebut
spirasi[75]
yang adalah keistimewaan-Nya. Berdasarkan kenyataan bahwa Roh Kudus keluar dari
Allah Bapa dan Allah Putra, maka Ia dikatakan berdiri dalam relasi terdekat
yang mungkin ada dengan kedua pribadi yang lain. 1 Korintus 2:10-11 mengatakan
bahwa Roh Kudus sangatlah erat berhubungan dengan Allah Bapa sama seperti
antara manusia dengan jiwanya sendiri.
Secara
jelas dalam PB tercatat
bahwa Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus tidak ada keterpisahan satu
sama lainnya. Karena para penulis PB secara wajar mengalihkan yang satu dengan oknum lain, dan memberikan
kepada masing-masing sifat-sifat, tindakan dan penyembahan yang hanya
diperuntukkan bagi Allah. Masing-masing adalah Oknum tersendiri, namun baik
Yesus Kristus maupun Roh Kudus dalam keberadaan apapun adalah sama dan setara
dengan Allah Bapa.
Ajaran
Tritunggal ini bukanlah buah pemikiran manusia atau penemuan spekulasi, tetapi
Allah sendiri dalam firman-Nya menyatakan bahwa Ia adalah Allah Bapa, Anak dan
Roh Kudus, satu dan tiga.[76]
Tritunggal ini merupakan rahasia besar yang tak dapat terpecahkan dan dirumuskan secara matematis. Sebagaimana yang
katakan Kenneth R. Samples, Sebab Allah
telah mengungkapkan diri-Nya sebagai satu dalam esensi dan substansi
(keberadaan) namun tiga dalam subsistensi (kepribadian). Sehubungan dengan apa
Allah itu (esensi), Allah hanya ada satu; sehubungan dengan siapa Allah itu
(subsistensi), Allah adalah tiga. Jadi, secara filosofis, Allah adalah “satu
Apa” dan “tiga Siapa.”[77]
Leonardo
Boff mengatakan bahwa ajaran tentang Allah Tritunggal merujuk pada kesatuan dan
keutuhan komunio ilahi yang terdiri dari tiga pribadi yang berbeda namun setara
dalam martabat dan aktivitas dalam relasi kasih dan kehidupan yang timbal
balik. Karena itu Roh Kudus dipersamakan dengan Bapa, dan Anak.[78]
Dalam ucapan pembaptisan (Mat. 28:19) dan dalam berkat rasuli (2Kor. 13:13) Roh
Kudus dipersamakan dengan Bapa dan Anak sedemikian rupa sehingga teranglah kepribadiaan-Nya sebagai Allah yang
sejati. Ia bukan
hanya daya yang abstrak atau kuasa tetapi seorang Pribadi.
Sejak
semula, dan untuk selama-lamanya, Tuhan Allah menunjukkan diri-Nya sebagai
Pencipta, Penyelamat dan Pembebas umat-Nya. Hadiwijono menjelaskan bahwa Sejak
PL, Allah adalah satu yaitu Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Hal ini sangat nyata dan jelas dalam diri Tuhan Yesus Kristus, Firman
yang menjadi manusia. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Tritunggal di dalam
segala karya-Nya, dan Tritunggal di dalam hakekat-Nya sebagai sekutu umat-Nya
sejak dulu, sekarang sampai selamanya.[79]
Roh
Kudus adalah Dia yang disatukan dengan Bapa melalui satu Anak, melengkapi
Trinitas yang patut dipuja dan penuh berkat. Akan tetapi, Roh Kudus dalam
relasi-relasi-Nya dengan Bapa berdistingsi terhadap Anak. Roh Kudus adalah dari
Allah, bukan dengan cara yang sama seperti segala sesuatu lainnya. Berasal dari
Dia, tetapi sebagai keluar dari Allah, bukan melalui generatio, seperti Anak, tetapi sebagai nafas dari mulut-Nya.[80]
Walaupun
Alkitab tidak mencacat hal ini bahwa Allah itu Tritunggal, namun, secara implisit Allah itu Tritunggal. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Tong bahwa “pada waktu Allah Pencipta mengatakan, “Marilah Kita
menciptakan manusia” di sini Dia
mewahyukan suatu pikiran yang penting, meskipun tidak terlalu jelas, bahwa
Allah itu lebih dari satu Pribadi. Kita di dalam Kejadian 1:26 ingin menunjukan
bahwa itu adalah perundingan di antara Pribadi-Pribadi yang berada di dalam
Diri Allah yang esa. Di sini Doktrin Tritunggal sudah dinyatakan walaupun dalam
bentuk yang tidak jelas”.[81] Soedarmo mengatakan bahwa dalam “Kejadian 1:26 dinyatakan dengan jelas, bahwa pada keesaan Allah ada kejamakan
oknum. Oknum-oknum inilah yang bermusyawarah dalam menjadikan manusia.”[82]
Hal
yang sama disampaikan oleh Edison TT Hasibuan bahwa sebutan yang benar ialah
bahwa Allah yang esa itu adalah Allah Tritunggal, Allah yang maha esa
dalam tiga jenis tindakan, Allah pencipta manusia, Allah penyelamat manusia dan
Allah pemelihara manusia: tiga jenis karakter dan tiga bentuk kuasa: kuasa penciptaan,
kuasa penyelamatan dan kuasa pemeliharaan.[83]
Sejalan dengan apa yang disampaikan di atas, Harold Victor L dalam bukunya “Betapa
Dahsyatnya Darah Yesus” bahwa “kata Kita untuk menyatakan ketritunggalan Allah,
yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus. Ketiga-Nya adalah Allah yang esa
yang direalitaskan dalam Kristus yang datang dalam wujud manusia”. [84]
Allah
Tritunggal dalam arti bahwa satu hekekat tetapi memiliki tiga Pribadi yang
setara yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa
dipisahkan, yang telah ada sebelum dunia dijadikan. Sebagaimana yang
didefinisikan oleh Charles Hodge, bahwa Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan
eksistensi, secara komplet bersatu untuk membentuk satu Allah.[85]
Sehingga dalam Allah tidak ada tiga individu bersama
dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi
Ilahi.[86]
Soedarmo
mengatakan bahwa Trinitas Tuhan dapat dilihat dari; 1). Trinitas ontologism, yaitu berbicara mengenai hakikat Allah, 2). Trinitas eoconomis artinya berbicara tentang Trinitas dalam segala perbuatan Allah yang menjadikan alam semesta dan
3). Trinitas pernyataan, yaitu yang
dinyatakan kepada manusia.[87] Inilah Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan
yang disebut: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sehingga menjadi dasar bahwa Allah
(Elohim) yang dipuji dan disembah di segala abad dan zaman yang selalu hadir dalam hidup manusia.
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Calvin dan teolog lainnya, maka menurut
hemat peneliti bahwa konsep Allah Tritunggal inilah yang menjadi inti iman Kristen. Sebab sangat jelas
bahwa Allah adalah tiga dalam dalam pribadi.
Walau istilah “Pribadi” cenderung menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan
dalam Trinitas, tetapi kata ini terus dipertahankan karena tidak ada kata lain
yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Tritunggal ini. Istilah “Pribadi”
banyak menolong dalam menjelaskan Trinitas, karena kata itu menekankan bukan
hanya suatu manifestasi tetapi juga pribadi sebagai persona (individu).
Dengan menyatakan bahwa Allah adalah
tiga dalam relasi dengan
pribadi, hal ini menekankan bahwa (1) adanya distingsi
persona dalam Keallahan; (2) setiap Pribadi memiliki esensi yang sama dengan
Allah; dan (3) setiap Pribadi memiliki kepenuhan
Allah. Jadi, Dalam Allah tidak ada tiga pribadi bersama dan terpisah satu sama
lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi.
B.
Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa
Allah Bapa Mensubordinasi Allah Anak
Erastus
Sabdono, berpandangan bahwa Allah Bapa adalah Pribadi Yang Mahatinggi lebih
atau di atas Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang Mahatinggi.
Classical
Origenes
adalah seorang teolog yang hidup sebelum munculnya bidat Arius yang ditanggapi
oleh Konsili Nicea. Ia mengembangkan Trinitasnya melalui eksegesa dan
spiritualitas dalam upaya menjawab persoalan kaum bidat saat itu. Berhadapan
dengan adopsianisme, yang menolak keilahian Kristus dan berpandangan bahwa dia
hanyalah ciptaan Allah, Origenes menambahkan kelahiran abadi dari Anak (yang
diidentifikasi dengan Sabda dan Kebijaksanaan) dan menolak pernyataan bahwa
“ada waktu saat dia belum ada”.
Dalam
karya eksegetisnya, ia melihat Roh Kudus sebagai yang berasal dari Sabda,
disebut tiga pribadi ilahi hypostasis atau tiga subjek individu. Karena itulah
ia dikritik sebagai cikal bakal dari subordinasionisme dari Anak terhadap Bapa
dan dari Roh Kudus kepada Bapa dan Anak. Dia terlalu menekankan transendesi
Allah dan imanensi Anak dan Roh Kudus. Namun, dibalik kontroversi tentangnya,
ia tetap memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan teologi Trinitas
gereja selanjutnya.
Pandangan
subordinasi yang dimulai dari Origenes kemudiaan dikembangkan oleh Arius. Bapa
secara mutlak melaumpaui Anak, dan tidak pernah diasalkan dari sesuatu atau
dijadikan, Dia adalah Allah satu-satu-Nya. Arius dan para pengikutnya sama
dengan modali monarkianisme (Sabelius) ketika menekankn pada “kodrat yang satu”
dari Allah, tetapi berbeda dengan Sabelius dan kaum Monarkianis modalis yang
lainny, mereka menekankan perbedaan yang nyata dari identitas antara Bapa dan Anak.
Menurut catatan sejarah bahwa Arius tidak pernah menyebut Roh Kudus).
Inti
ajaran Arius ialah bahwa ia membedakan subjek-subjek sambil menolak kesatuan
esensi Mereka. Arius menolak bahwa Anak ada bersama-sama sejak kekal dengan
Bapa. Karena itulah, maka Anak subordinasi terhadap Bapa, karena Anak
dilahirkan dari Bapa. Akibatnya, Anak berinkarnasi tidak sungguh-sungguh ilahi,
tetapi berada di bawah level Allah. Selanjutnya Pengetahuan Anak akan Allah dan
akan diri-Nya tidaklah sempurna, Anak diciptakan oleh Allah sebagai alat Allah
untuk menciptakan dunia.[88]
Tomas
Aquinas mengatakan bahwa dalam Tritunggal hanya ada satu kodrat, substansi atau
esensi dari yang ilahi. Lima sifat Trinitas yang dirumuskan oleh Aquinas bahwa
ada lima sifat Trinitas yang menjadi dasar dari identitas relative dari ketiga
Pribadi; Bapa tidak bersal, melahirkan dan menghembuskan; Anak dilahirkan dan
menghembuskan; Roh Kudus dihembusi.
Aquinas dalam teologinya, ia tetap mempertahankan dan mendukung relasi
yang radical dari ketiga pribadi di dalam Allah yang secara lebih baik
diungkapkan dengan sebuah kata Yunani Perichoresis atau kehadiran dan
interpenetrasi resiprokal dalam cinta.[89]
Perihal bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak
menurut Erastus Sabdono adalah suatu kekeliruan. Karena sejatinya, Allah
(Elohim) yang
masing-masing dari ketiga Pribadi memiliki properti-properti-Nya yang
membedakan. Ini tanpa mengurangi keberadaan Mereka sebagai Allah seutuhnya,
karena Allah eksis dari Allah dengan diperanakkan, dan Allah eksis dari Allah
dengan keluar.
Sejatinya tidak ada
yang eksternal bagi Allah, ketika Allah diperanakkan dari Allah melampaui
Allah, tetapi tetap dalam Allah. Karena Allah tidak memiliki bagian-bagian,
tetapi merupakan keutuhan dalam apa adanya Dia, maka kesimpulannya tidak lain
adalah bahwa Bapa adalah Allah dalam keutuhannya, Anak adalah Allah dalam
keutuhannya, dan Roh Kudus adalah Allah dalam keutuhannya dan Mereka adalah
Allah yang satu dan sama.
Lebih lanjut disampaikan
oleh Gregory Nazianzen dalam orasinya, bahwa:
“Setiap [Pribadi] adalah Allah ketika dipertimbangkan
dalam diri setiap [Pribadi]; sebagaimana Bapa, demikian pula Anak; sebagaimana
Anak, demikian pula Roh Kudus; ketiga [Pribadi] adalah Allah karena
konsubstansial; satu Allah karena monarkia. Saat aku memahami akan satu [Allah]
maka seketika itu juga diiluminasi oleh kemegahan dari ketiga [Pribadi]; saat
aku membedakan Mereka, seketika itu juga aku dibawah kembali kepada Yang Satu
[Allah]. Ketika aku berpikir tentang salah satu dari ketiga [Pribadi], aku
berpikir tentang Dia sebagai satu keutuhan, dan mataku terisi, dan bagian terbesar dari apa yang sedang aku
pikirkan tidak dapat aku pahami. Aku tidak dapat memahami kebesaran dari satu
[Pribadi] dengan cara sedemikian rupa sehingga mengatribusikan kebesaran yang
lebih besar kepada [Pribadi-Pribadi] yang lain. Ketika aku merenungkan ketiga
Pribadi bersama-sama, aku hanya melihat satu obor, dan tidak dapat membagi atau
mengukur terang yang tidak dapat dibagi-bagi itu.”[90]
Pernyataan
yang sungguh luar bisa membuat setiap orang untuk takluk di bawah otoritas Allah Tritunggal yang tidak
bisa diselami, dipelajari. Kendati Allah Tritunggal dijelaskan Pribadi-Nya
secara rasio, namun sesungguhnya sangatlah berbeda Pribadi Allah dan tidaklah
sanggup untuk manusia mendefinisikannya karena Tritunggal
adalah Allah yang misteri yang tak dapat didefinisikan dan dijelaskan secara rasio.
John Calvin mengatakan bahwa Pribadi Bapa dan Anak adalah Pribadi yang
setara. “Anak berasal dari Bapa bukan berarti Anak memiliki asal-usul-Nya dari
Bapa, karean Ia adalah Anak; sebuah asal-usul yang bukan menyangkut waktu, juga
tidak menyangkut esensi. Dua hal yang akan sangat logika, namun semata-mata
asal-usul menyangkut ordo (sed ordinis
duntaxat). Jadi segala sesuatu dikatakan berasal dari Bapa sejauh
menyangkut relasi-relasi Pribadi-Pribadi itu.”[91]
Pernyataan ini pun kemudiaan diikuti
oleh Letham
bahwa:
“Ada satu Allah; dalam Allah terdapat tiga Pribadi –
Bapa, Anak, dan Roh Kudus, masing-masing adalah Allah. Dengan mendampingkan dua
pernyataan ini sebagai pernyataan-pernyataan yang sama-sama niscaya,
kemungkinan pandangan yang berat sebelah dapat ditiadakan. Ketiga Pribadi
adalah homousios. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah identik dalam keberadaan.
Setiap Pribadi adalah Allah seutuhnya. Ketiganya secara bersama-sama tidaklah
lebih Allah daripada salah satu Pribadi secara tersendiri. Karena ketiga
Pribadi adalah satu keberadaan yang identik, tidak ada satu Pribadi yang
berstatus lebih tinggi atau lebih kurang daripada Pribadi-Pribadi yang lain.
Tidak ada gradasi keilahian. Jadi ketiga Pribadi bersama-sama
disembah, seperti yang dinyatakan dalam Kredo Niceno-Konstantinopel (C).”[92]
Pernyataan tersebut menerangkan bahwa sesungguhnya Allah Tritunggal (Pribadi Bapa, Pribadi Anak dan
Pribadi Roh Kudus) adalah Allah seutuhnya dan Allah sepenuhnya, tidak ada
Pribadi yang lebih besar dari Pribadi yang lain karena ketiga Pribadi saling
mendiami dalam persekutuan yang dinamis.
Jadi, Allah pada hakikatnya adalah satu.
Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama
persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa, kekal, pengasih adil dan
kudus. Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama (homoousios) dengan Bapa. Tetapi secara Pribadi ada tiga. Masing-masing memiliki
sifat pribadi sendiri yang membedakannya dari yang lain. Bapa adalah Sumber
segala sesuatu dan tidak diperanakkan, Anak adalah satu-satunya Anak yang
diperanakkan, dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak. Bapa memberikan
Anak-Nya dan Roh Kudus menyatukan umat dengan-Nya.[93]
Dalam 16
Dokumen Dasar Calvinisme, Thomas Van Den End, dalam karyanya mengatakan bahwa:
“Kitab
Suci itu mengajar kepada kita bahwa dalam Zat ilahi yang esa dan sederhana yang
telah menjadi pokok pengakuan iman kita, ada tiga Pribadi, yaitu Bapa, Anak,
dan Roh Kudus. Bapa adalah sebab pertama, awal, dan asal segala hal. Anak
adalah Firman-Nya dan Hikmat-Nya yang kekal. Roh Kudus adalah kekuatan-Nya,
kuasa-Nya, dan keampuhan-Nya. Anak diperankan oleh Bapa secara kekal. Roh Kudus
keluar dari Keduanya secara kekal. Ketiga Pribadi itu bukan tercampur,
melainkan berbeda, namun bukan terbagi, melainkan se-Zat, sama-sama kekal,
sama-sama berkuasa, dan sederajat.”[94]
Sekalipun istilah Trinitas tidak ada dalam
Alkitab, tetapi istilah itu dipakai sejak awal di dalam gereja. Bentuk
Yunaninya, trias, nampaknya pertama
kali dipakai oleh Teofilus dari Antiokhia pada abad ke dua, sedangkan bentuk
Latinnya, trinitas, dipakai pertama
kali oleh Tertulianus pada abad ketiga. Dalam teologi Kristen, istilah Trinitas
atau Tritunggal menunjukkan bahwa ada tiga oknum kekal dalam hakikat ilahi yang
satu itu, yang masing-masing dikenal sebagai Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah
Roh Kudus.
Pernyataan
bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak yang dikatakan Erastus Sabdono merupakan suatu ajaran yang sudah
lama diperdebatkan dan menurut peneliti bahwa Sabdono mengikuti ajaran Origen
yang berpendapat bahwa Bapa
mensubordinasi Anak dengan dasar pengajaran bahwa “Dari Bapa keluarlah Anak;
Anak keluar dari Bapa atau dilahirkan oleh Bapa menurut kedaulatan Bapa,
sehingga dapat menyimpulkan bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak atau Kristus lebih
rendah dari pada Bapa.
Berkhof mengatakan bahwa “esensi Ilahi tidaklah
dibagi-bagi di antara ketiga pribadi tetapi secara penuh dengan segala
kesempurnaannya dalam setiap pribadi, sehingga Mereka
memiliki kesatuan numerik dalam esensi”. [95]
Artinya bahwa tidak mungkin ada subordinasi dalam keberadaan esensial bagi satu
pribadi dari Allah Tritunggal kepada pribadi yang lain, dan dengan demikian
tidak ada perbedaan dalam kemuliaan pribadi.
Dalam Yohanes 14:28 Kristus mengatakan bahwa
Bapa lebih besar dari diri-Nya? Mengenai hal ini Herman Bavinck memberi
penjelasan bahwa ketika Yesus berkata Bapa lebih besar dari Diri-Nya, Dia tidak
bermaksud bahwa Bapa lebih besar kuasa-Nya, karena Yohanes 10:28-30 mengajarkan
hal yang sebaliknya, tetapi Yesus merujuk diri-Nya saat Dia merendahkan
diri-Nya. Bapa lebih besar kemuliaan-Nya saat Yesus merendahkan Diri-Nya.
Tetapi ketika Yesus kembali kepada Bapa, inferioritas-Nya berakhir.[96]
Perihal subordinasi ini, dapat dilihat
kembali pada waktu pemuridan, Yesus memerintahkan para rasul untuk membaptis
murid baru “dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:18). Terlihat jelas
bahwa kesetaraan dan kesatuan dari ketiga Pribadi itu termasuk di dalamnya.
Enns mengatakan bahwa saat Maria hamil, Trinitas terlibat: Roh Kudus datang
pada Maria, kuasa Allah membayanginya dan keturunan yang dihasilkan adalah
Putra Allah (Luk. 1:35). Ketiga-Nya juga dibedakan pada pembaptisan Yesus. [97]
Di Yohanes 14:16 kesatuan dari ketiga-Nya
kembali disebut: Putra Allah meminta Bapa yang mengutus Roh Kudus untuk tinggal
di dalam orang percaya selamanya. Kesatuan dari ketiga-Nya sangat jelas. Di Roma 8:9-11 ketiga-Nya disebut mendiami
orang percaya. Berkat di 2 Korintus
13:14 pasti merupakan afirmasi
bagi kesetaraan dan kesatuan Bapa, Anak dan Roh Kudus (1Kor. 2:4-8; Why. 1:4-5).
Jadi,
dalam ketritunggalan Allah teranglah bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Allah
pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan
memiliki derajat yang sama persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa,
kekal, pengasih adil dan kudus. Jadi Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat
yang sama (homoousios).
C.
Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa Roh Kudus Adalah Pribadi
Ketiga Secara Relatif
Athanasius mengatakan bahwa Tritunggal tidak dapat
dibagi, maka dimana pun Bapa disebutkan, Anak seharusnya juga dimaksudkan.
Jadi, di mana Bapa disebutkan, Firman-Nya dan Roh yang ada di dalam Anak juga
termasuk. Jika Anak disebutkan, Bapa ada di dalam Anak dan Roh tidak diluar
Firman. Satu anugerah digenapkan melalui Anak dalam Roh Kudus. Jika ada
kesatuan semacam itu dalam triade yang kudus, siapa yang dapat memisahkan Anak
dari Bapa, atau Roh dari Anak atau Bapa? Kesatuan dan indivisibilitas triade
ini menghancurkan gagasan apa pun tentang subordinasi, Karena triade itu tanpa
tingkatan-tingkatan, “disatukan tanpa pencampuran … dibedakan tanpa pemisahan.”[98]
Maka, bagi Athanasius, Roh adalah gambar Anak, berpadanan
dengan (proper to) Anak, berdistingsi
dari ciptaan-ciptaan dan tidak berbeda dari
Allah. Roh yang menghubungkan ciptaan dengan Firman tidak mungkin
termasuk ciptaan, dan Roh yang memberikan status sebagai Anak pada ciptaan
tidak mungkin berbeda dari Anak. Ia termasuk dalam ke-Allahan Bapa, dan di
dalam Dia Firman menjadikan segala sesuatu dijadikan ilahi tidak mungkin berada
di luar ke-Allahan Bapa. Maka demikian juga Roh tidak dapat dipisahkan dari
Anak. Sebagaimana Anak di dalam Roh, seperti dalam gambar-Nya sendiri, demikian
juga Bapa ada di dalam Anak.[99]
Selanjutnya, Athanasius mengatakan bahwa Trinitas tidak
dapat dibagi, maka sebagaimana adalah benar bahwa di mana pun Bapa disebutkan,
Anak juga dimaksudkan, demikian pula adalah benar bahwa di mana pun Anak ada,
Roh Kudus juga ada, di dalam Dia. Karena Bapa adalah Dia yang ada, maka
Firman-Nya juga adalah Dia yang ada dan Allah atas semua. Dan Roh Kudus
bukanlah tanpa eksistensi yang actual, tetapi eksis dan memeliki keberadaan
sejati.[100]
Dengan demikan Athanasius mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang
mutlak yang setara dengan Bapa dan Anak.
Perihal Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif yang
dinyatakan Erastus Sabdono merupakan suatu kekeliruan. Sebab, dalam Alkitab “Roh[101]”
adalah Pribadi dan ini dengan jelas menunjukan bahwa Allah adalah Roh yang tak
terbatas, kekal dan tidak berubah. Roh Kudus sebagai Pribadi yang
mutlak/absolut dalam pengertian bahwa Ia (Roh Allah/Roh Kudus) adalah pencipta
segala sesuatu. Sebagai Roh, Allah berfirman (Kis. 10:19), memimpin (Rm. 8:14),
menyatakan kesaksian (Rm 8:16-17), menolong (Rm 8:26) dan karya lainnya. Roh (Pneuma) secara gramatikal netral, namun
PB kadang-kadang menekankan kata ganti maskulin
(Parakletos) misalnya Yohanes
16:13,14). Karena itulah, maka Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang absolut.[102]
Inti dari Protestanisme Injili menurut John Calvin,
bahwa Roh Kudus adalah Oknum/Pribadi Allah yang mutlak yang memliki nama yang
sema dengan Kristus, yaitu paracletos, “Penghibur,” yang senantiasa Menghibur,
menasihati dan melindungi setiap orang percaya. Karena itu nampak bahwa Roh
Kudus merupakan Pribadi yang mutlak.
Van Til
mengatakan bahwa Allah
adalah Roh karena itu bagi mereka yang menyembah Dia harus menyembah-Nya di
dalam roh dan kebenaran. Berarti Roh Kudus merupakan pribadi Allah yang mutlak.[103]
Dalam pengertian bahwa Dia adalah Roh yang lengkap pada diri-Nya sendiri. Dia
sebagai Pribadi yang mutlak berarti Dia tidak memerlukan meterialitas yang
paradoks dengan Pribadi-Nya sendiri untuk bisa
mengindividuasikan diri-Nya. Mengutip pernyaatan Letham bahwa:
“Semua yang adalah Allah, semua yang benar-benar dapat
dikatakan sebagai Allah, tanpa pengenceran atau pengurangan, membentuk Pribadi
Anak, dan pada gilirannya Pribadi Roh, sebagaimana halnya dengan Pribadi Bapa.
Setiap Pribadi Trinitas, ketika dipertimbangkan secara tersendiri, adalah Allah
secara mutlak dan seratus persen, dan pada waktu yang sama seratus persen Allah
ada dalam setiap Pribadi. Allah secara keseluruhan ada dalam setiap Pribadi,
dan setiap Pribadi adalah Allah secara keseluruhan.”[104]
Sesuai
dengan apa yang dikatakan Letham, maka teranglah bahwa
Roh Kudus adalah Pribadi yang mutlak sebagaimana yang disampaikan oleh Gordon
D. Fee bahwa sering rasul Paulus dalam tulisanya mengatakan Oknum Roh Kudus adalah alat/perantara dari karya
Allah (2Tes. 2:13;
1Kor. 6:11; Rm. 15:16 dll). Tulisan-tulisan ini dapat menunjukan dan
mengekspresikan Roh Kudus sebagai Pribadi.
Selain
itu, Roh Kudus dalam pemahaman Paulus adalah Pribadi ditegaskan oleh fakta
bahwa Roh Kudus menjadi pokok kalimat (subjek) dari sejumlah besar kata kerja
yang mengharuskan seorang alat/perantara yang berpribadi (1Kor. 2:10-11; 13; 16; Rm. 8:11 dll). Yang
pada kesimpulannya Roh Kudus sering menjadi subjek dari sebuah kata kerja atau
kegitan/pekerjaan secara tidak langsung yang di tempat lain dikaitkan dengan
Allah Bapa ataupun Allah Anak (1Kor. 12; Rm. 8:11).[105]
Dengan
demikian apa pun itu, baik dalam pemikiran maupun pengalaman Paulus, Roh Kudus
bukanlah sesuatu yang dapat disebut dengan kata ganti benda (itu), bukan
sesuatu kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal)
yang berasal dari Allah tetapi Roh Kudus itu adalah suatu Pribadi yang mutlak. Graham mengatakan “Alkitab mengajarkan bahwa
Roh Kudus adalah satu Pribadi. Yesus tidak pernah menyebut Roh Kudus sebagai
“sesuatu.” Dalam Yohanes 14, 15 dan 16, misalnya, Ia membicarakan Roh Kudus
sebagai “Dia” kata ganti orang, sebab Ia bukanlah suatu kekuatan atau barang,
melainkan satu Pribadi.”[106]
Selanjutnya,
Horton mengatakan Roh Kudus merupakan satu-satunya Oknum yang dapat
menyampaikan kehidupan, kuasa, dan pribadi Kristus kepada orang percaya.
Bagaimanapun Ia disebut sebagai Roh Allah atau Roh Kristus, Roh damai sejahtera, kebenaran, kuasa, kasih karunia atau kemuliaan, Roh Kudus
adalah Pribadi yang sama yang menjadikan Yesus nyata dan meneruskan
pekerjaan-Nya.[107]
Sebagaimana
Oknum yang dapat menyampaikan kehidupan, kuasa, Roh Kudus dapat mengajar. Yesus
sebelum meninggalkan para murid-Nya, Ia mendorong mereka dengan mengatakan
bahwa Ia akan mengutus “Penolong yang lain” (Yoh. 14:16) “Yang lain” menekankan
bahwa Roh Kudus akan menjadi Penolong yang serupa dengan Kristus. Sebagaimana
telah mengajar para murid-Nya (Mat. 5:2; Yoh. 8:2), demikian pula Roh Kudus
akan mengajar mereka (Yoh. 14:26).
Roh
Kudus akan menampilkan dan melakukan pengajaran yang sama dengan Kristus. Roh
Kudus akan menyebabkan mereka mengingat hal-hal yang Kristus telah ajarkan
sebelumnya. Donald Guthtrie mengatakan “salah satu fungsi Roh Kudus
bagi orang percaya ialah memampukan orang percaya untuk memberi kesaksian
tentang Kristus (Yoh.15:26).
Sumber kesaksian tentang Kristus ialah Roh Kudus yang bekerja dalam diri
orang-orang percaya.”[108]
Roh
Kudus juga bersaksi. Sebagaimana Yesus berjanji pada murid-murid-Nya bahwa Roh
Kudus “akan memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh. 15:26). Kata “memberikan
kesaksian” berarti memberikan kesaksiaan tentang seseorang. Roh Kudus akan
bersaksi tentang pengajaran Kristus bahwa Ia telah datang dari Bapa dan telah
mengatakan kebenaran Allah. Kata yang sama digunakan pada waktu para murid
bersaksi tentang Kristus di Yohanes 15:27. Sebagaimana para murid bersaksi
tentang Kristus demikian pula Roh Kudus bersaksi tentang Kristus.
Karya
Roh Kudus juga membimbing. Yesus mendeklarasikan bahwa pada waktu Roh Kudus
datang, maka Ia akan membimbing mereka pada semua kebenaran (Yoh. 16:13).
Gambarannya adalah seperti seorang pemimpin perjalanan menuju pada wilayah
asing bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan, tetapi dikenal oleh
pemimpin tersebut. Selanjutnya Pribadi Roh Kudus dalam Yohanes 16:8 karya-Nya ialah meyakinkan.
Meyakinkan
(elegcho) berarti “meyakinkan
seseorang akan sesuatu; menunjukkan sesuatu pada seseorang” Roh Kudus bertindak
sebagai pengacara Ilahi yang meyakinkan dunia tentang dosa, kebenaran dan
penghakiman. Ia menjadi pendoa syafaat, ketika orang percaya sedang lemah, Roh
Kudus menyerukan keluhan orang percaya dan berdoa atas nama orang percaya (Rm.
8:26).
Disebutkan
sebagai Pribadi, dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul 13:2 bahwa Roh Kudus
memerintahkan Paulus dan Barnabas untuk dikhususkan bagi pekerjaan misi; Kisah
Para Rasul 13:4, menambahkan bahwa Roh Kudus mengutus kedua orang itu. Dan
dalam Kisah Para Rasul 16:6 dikatakan bahwa Roh Kudus melarang Paulus dan Silas
untuk berkhotbah di Asia; dan Roh Kudus juga mengarahkan Filipus untuk
berbicara pada Sida-sida dari Etopia.[109]
Karya-karya inilah yang serupa dengan karya-karya dari
Allah Bapa dan Allah Anak. Karena itu dapat menunjukan bahwa sesunguhnya Roh
Kudus adalah suatu Pribadi yang mutlak. Karena Roh Kudus adalah Oknum Allah
tersendiri dan memiliki sifat tersendiri.
Hal ini dapat dilihat dalam tindakannya sebagai pribadi,
yaitu: Ia berbicara (Kis. 8:29; 13:2; 1Tim. 4:1), Ia mengajar (Yoh. 14:26), Ia
tinggal bersama orang-orang percaya (Yoh. 14:16-17), Ia akan memenuhi
orang-orang percaya (Kis. 2:4; Ef. 5:18), dan akan membimbing orang-orang
percaya (Gal. 5:18) dan lain-lain. Karena dalam tiga ayat penting mengenai Roh
Kudus (Yoh. 14:26; 16:13-14) digunakan kata depan maskulin ekeinos. Dalam konteks ini berarti tidak dapat lain dari Dia (kata
ganti orang ketiga, tunggal, laki-laki) dan memang ekeinos sering dipakai untuk
Yesus.
Apabila Alkitab berbicara tentang Roh Allah, ini
mengandung arti yang dalam dibanding dengan sekedar Roh yang dimiliki Allah,
tapi juga berarti Roh yang keluar dari
Allah dan datang untuk bekerja dengan manusia dan tinggal dalam manusia.
Ia adalah penasihat atau pembela yang menggantikan Yesus yang sudah naik ke
surga. [110]
Kepribadian Roh Kudus menjadi terang, sebagaimana yang disampaikan Tong bahwa Roh
Kudus adalah Kebenaran (1Yoh. 5:6). Yesus Kristus mengatakan “Akulah
Kebenaran”, maka Kebenaran yang ada pada Yesus itu menjadi ousia ilahi. Demikian juga Kebenaran yang ada
pada diri Roh Kudus itu pun menjadi ousia ilahi, sebab Roh Kudus adalah
kebenaran. Berbeda hal jika manusia memikirkan mengenai kebenaran, maka manusia
hanya sebagai orang yang berhak untuk mempunyai dan melakukan fungsi intelek
memikirkan tentang kebenaran.[111]
Namun Roh Kudus adalah Diri-Nya kebenaran itu sendiri.
Roh Kudus bukan saja berintelek, tetapi juga menjadi Sumber segala intelek. Roh
Kudus bukan hanya mempunyai rasio, tetapi juga Roh Kudus adalah Sumber segala
rasio yang benar, karena Dia adalah Kebenaran itu. Dan bukan saja itu, tetapi
Roh Kudus juga adalah Roh yang mewahyukan kebenaran, dan Roh yang memimpin
masuk ke dalam segala kebenaran.[112]
Roh
Kebenaran bukan saja mempunyai kebenaran pada diri-Nya, tetapi Dia adalah
Dirinya Kebenaran itu sendiri; bukan saja Dirinya Kebenaran, tetapi Dia juga
adalah Pewahyu Kebenaran; bukan saja Pewahyu Kebenaran, tetapi juga yang
memimpin pikiran manusia masuk ke dalam kebenaran. Dia bukan saja mempunyai
rasio, tetapi Dia adalah Sumber dari semua makhluk yang berasio. Inilah unsur
pertama yang dimiliki Roh Kudus yang menunjukan Dia adalah satu Pribadi, yaitu
rasio.[113]
Selain
Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang menunjukkan bahwa Dia adalah Pribadi, Dia
juga memiliki Emosi. Roh Kudus mempunyai kasih, dan kasih Allah dicurahkan
kepada kita justru melalui Roh Kudus (Rm. 5:5). Roh Kudus juga bisa merasa
sedih dan berduka, sebagaimana tertulis tertulis di dalam Efesus 4:30
“Janganlah mendukakan Roh Kudus Allah” maksud mendukakan di sini artinya
membuat Dia sedih dan susah, karena ketidak-taatan manusia.
Selanjutnya
Roh Kudus sebagai Pribadi karena memiliki kemauan, kebebasan dan ketetapan
(Kis. 15:28). Pada bagian ini dituliskan tentang larangan makan daging yang
sudah dipersembahkan kepada berhala dan daging dari binatang yang mati lemas,
larangan minum darah serta percabulan. Ini merupakan keputusan Roh Kudus dan
para rasul. Jadi, dapat dilihat bahwa Roh Kudus memiliki kemauan dalam
mengambil keputusan. Roh Kudus bukan hanya sebagai kuasa, gerakan, atau prinsip
kerja Allah; tetapi Roh Kudus adalah Pribadi yang memiliki kemauan serta
kemampuan memberikan keputusan atau ketetapan.[114]
Sebagai
Pribadi yang nampak dalam tindakan dan karya-Nya, merupakan cara Allah
menunjukan keberadaan-Nya sebagai Oknum ketiga dari Allah yang esa. Pribadi Roh
Kudus disebut sebagai Oknum ketiga tunggal pada saat melaksanakan karya-Nya
yang diperhadapkan dengan Allah Bapa. Hendry Clarence Thiesen menegaskan bahwa:
“Kita mengetahui juga bahwa Roh Kudus adalah satu
Pribadi. Kata ganti yang menunjuk kepada pribadi dipakai untuk Roh Kudus,
nama-nama yang diberikan kepada-Nya adalah nama yang menunjuk kepribadian,
serta sifat-sifat kepribadian ada pada Roh Kudus. Ia melakukan tindakan-tindakan
yang menunjukan kepribadian-Nya. Ia berhubungan secara pribadi dengan kedua
Oknum lain dalam Tritunggal, dan Ia dapat diperlakukan sebagai satu pribadi.”[115]
Roh
Kudus bukan saja memberikan keputusan bagi manusia, tetapi juga memimpin
manusia. Roh Kudus bukan saja memimpin manusia, tetapi juga memberikan
kebebasan kepada manusia, sehingga keberadan Roh Kudus di manapun dapat
memberikan kebebasan. Roh Kudus bukan saja memiliki kebebasan memimpin manusia
masuk ke dalam kebebasan, tetapi juga memimpin masuk ke dalam kebebasan.[116]
Roh Kudus juga mengutus orang untuk melayani Tuhan. Misalnya, Roh Kudus
mengutus Barnabas dan Saulus dari Antiokhia untuk mewartakan Injil kerajaan
Allah keluar (Kis. 13:2).
Roh
Kudus merencanakan dan menetapkan akan pengutusan itu. Bukan saja memberikan
pimpinan positif, tetapi juga sering memberikan pimpinan negatif. Roh Kudus
bisa menghalangi seseorang disaat-saat tertentu dan tempat-tempat tertentu.
Misalnya, Paulus dan Silas dicegah oleh Roh Kudus ketika mereka hendak mewartakan
Injil di Asia, karena Roh Kudus ingin supaya mereka mewartakan Injil ke
Makedonia yang menjadi pintu gerbang di mana Injil masuk ke daratan Eropa (Kis. 16:
6-12).[117]
Pernyataan Erastus Sabdono, bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif Sebab Roh Kudus mengalir
dari Allah Bapa dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian mutlak dari
Allah Bapa (Yoh. 15:26). Tidak mungkin Roh Allah atau Roh Kudus bisa berdaulat
mandiri tanpa ikatan dengan Allah Bapa sama sekali, sebab Alkitab tidak pernah
menunjukan bahwa Roh Kudus dapat terpisah dari Allah. Ini merupakan suatu
kekeliruan sebab Roh keluar dari Bapa dalam Yohanes 15:26 ini merupakan Roh
Kudus ambil bagian dalam kodrat Bapa yang di utus oleh Bapa dan Anak (Yoh.
16:7; 14:26). Ia disebut sebagai Parakletos yang dilihat menyatu dengan Allah.
Dengan demikian Roh Kudus adalah disebut sebagai seorang Oknum atau memiliki
sifat sebagai Pribadi dan bukan sebagai kuasa saja.[118]
Jadi
perihal Roh Kudus sebagai pribadi yang relatif merupakan suatu kekeliruan sebab secara eksplisit dalam
Alkitab, Roh
Kudus adalah satu Pribadi yang mutlak, yaitu Pribadi Ketiga dari Allah
Tritunggal karena Ia mengambil keputusan, dapat mengutus para rasul, dapat
membebaskan dan mempimpin umat-Nya masuk dalam kebebasan. Allah itu
Maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekedar kuasa atau daya, tetapi Roh
Kudus merupakan Allah, sebab Allah itu Roh. Dengan demikian Roh Kudus merupakan
Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan anggota yang tidak terpisahkan dari
Allah.
D.
Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa Roh Kudus Adalah
Kuasa Dari Allah Yang Ber-Pribadi
Roh Kudus adalah Oknum yang nyata. Anselm dalam karyanya mengenai processio Roh Kudus (De precessione
Spiritus Sancto contra Graecos) mengatakan Roh Kudus adalah Allah seutunya.
Dalam Allah, yang diperanakkan dan yang keluar tidaklah berbeda dari Dia yang
dari-Nya terjadi perihal keluar dan diperanakkan itu. Karena Allah tidak lebih
atau kurang daripada diri-Nya sendiri, tidak ada apapun yang lebih atau kurang
daripada tiga Pribadi, dan tidak satu pun dari ketiga Pribadi itu adalah apa
adanya diri-Nya dengan lebih atau kurang daripada Pribadi-Pribadi yang lain,
meskipun adalah benar bahwa Allah eksis dari Allah dengan keluar dan dengan
diperanakkan.[119]
Francois
Wendel dalam buku “Calvin; Asal Usul dan
Perkembangan Pemikiran Religiusnya” bahwa Calvin merumuskan Tritunggal
ialah “Sebutan Bapa, Anak, dan Roh Kudus menyatakan kepada kita bahwa adanya
distingsi yang rill, sehingga tidak seorangpun boleh berpikir bahwa ketiga
sebutan tersebut
hanyalah tiga gelar yang dikenakan kepada Allah sekedar untuk merujuk kepada-Nya dengan cara-cara yang berbeda. Tetapi
harus diperhatikan bahwa ini adalah suatu distingsi, bukan pembagian.[120]
Ketiga Oknum ini dapat dikatakan sebagai tiga kepribadian Allah. Sebagaimana
dalam syahadat Athanasius bahwa keyakinan akan Allah Tritunggal adalah “Kita
menyembah satu Allah dalam ke-Tritunggalan, dan ke-Tritunggalan dalam keesaan;
kita membedakan ketiga pribadi tetapi kita tidak memisahkan hakikatnya” dan
selanjutnya, ia mengatakan bahwa “Ketiga pribadi ilahi ini sama kekal dan sama
kedudukan satu dengan yang lain, sehingga kita memuja keesaan utuh dalam
Trinitas dan Trinitas dalam keesaan”.[121]
Senada
dengan apa yang yang disampaikan oleh Thomas F. Torrance, dalam bukunya The Trinitarian Faith bahwa Allah itu
Roh dan sesungguhnya dikenal dan disembah sebagai Roh, karena Roh itu khusus
dari keberadaan (ousia) Allah yang kekal, apakah sebagai Bapa, Anak atau Roh
Kudus, maka keterkaitan mereka pada dasarnya harus dipahami dan diekspresikan
hanya secara rohani.[122]
Kemudian bahwa
harus dipikirkan istilah-istilah (Bapa dan Anak) itu sebagai rujukan tanpa
gambar kepada Bapa dan Anak tanpa ganguan dari gambar-gambar mahkluk atau dalam
bentuk-bentuk pemikiran yang materiil. Dengan menjalin dengan erat dalam
pikiran kita gambar Bapa melalui Anak dan gambar Anak melalui Roh kita
dimampukan untuk merujuk kepada gambar-gambar yang diambil dari
hubungan-hubungan manusia kita dengan KeAllahan (Godhead) dalam cara
rohani dan bukan dalam cara materiil atau cara mahkluk.[123]
Selanjutnya
ia mengatakan bahwa dalam formula baptisan (Mat. 28:19), gereja diperingatkan ketika dibaptis
bahwa Allah yang disembah dan dilayani adalah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ini
merupakan suatu petunjuk yang terus menerus kepada realitas bahwa Allah Bapa,
Allah Anak dan Allah Roh Kudus merupakan persekutuan yang transenden dari
keberadaan berpribadi yang adalah apa adanya Allah di dalam diri-Nya sendiri.[124]
Roh
Kudus memiliki kesetaraan dengan Bapa dan Anak. Terlebih lagi, Roh Kudus
berbagian dalam satu keberadaan Allah. Jadi Roh Kudus bukan hanya setara dengan
Bapa dan Anak, tetapi dari suatu identitas. Paulus juga dalam tulisanya, Roh
Kudus dengan cara yang sama seperti Bapa dan Anak, sehingga Roh Kudus adalah
Allah. Paulus menuliskan tentang karunia-karunia Roh, ia menunjuk kepada “satu
Roh”, “satu Tuhan” dan “Allah adalah satu” (1Kor. 12:4-6).
Pada ayat-ayat tersebut, nyatalah Roh Kudus setara dengan Allah (Bapa) maupun dengan Tuhan (Anak). Pola yang sama
terdapat dalam Efesus 4:4-6. Akan tetapi yang sangat jelas di dalam surat-surat
Paulus adalah ucapan berkat rasulinya di 2 Korintus 13:13, di mana menghubungkan “persekutuan Roh
Kudus” dengan “kasih karunia Tuhan Yesus Kristus” dan “kasih Allah (Bapa).”[125]
Pernyataan Erastus
Sabdono mengenai Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi kalau ditinjau
secara teologis, maka ini suatu kekeliruan besar bagi gereja dan bisa
menggoncangkan iman Kristen sebab diteliti dengan benar dan berdasarkan Alkitab
yang secara eksplisit, bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri yang pada bagian ketiga Pengakuan Iman
dirumuskan bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri di dalam setiap umat-Nya.
Dalam pengertian bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri
yang dari atas datang kepada umat-Nya dan berkenan untuk menjadikan bagi-Nya
suatu tempat di dalam hati umat-Nya. Karena dalam Pengakuan Iman, perihal Allah
di atas umat-Nya menunjukan Allah Bapa sedangkan Allah beserta umat-Nya
menunjuk Yesus Kristus dan Allah di dalam umat-Nya menunjuk pada Roh Kudus yang
ketiganya ini adalah esa.[126]
Sehingga Abineno menyimpulkan bahwa karena Roh Kudus itu adalah Allah sendiri
yang hadir, nyata dan bertindak di dalam manusia, atau sebagai kuasa dari kasih Allah yang
menyelamatkan,
yang dikenal dalam Yesus Kristus.[127]
Menurut hemat peneliti bahwa hal yang mau di sampaikan oleh Abineno ialah bahwa karena
Dia Allah yang tidak bisa diobjektifkan. Namun dapat dikenal ketika Ia mau
menyatakan diri-Nya bagi manusia untuk menyelamatkan manusia karena dosa
melalui Yesus Kristus dalam kekuatan kuasa Roh Kudus. Sehingga Roh Kudus
diartikan sebagai Allah yang bernafas,
Allah yang hidup, Allah yang bertindak[128].
Dengan Pneuma-Nya Ia memberi hidup kepada ciptaan-Nya, membebaskan manusia dari
dosa dan kematian, mengubah dan membuatnya menjadi ciptaan yang baru dll.
Karena itu Roh Kudus bukan sebagai kuasa dari Allah tetapi Ia sungguh adalah Allah.
Hal
yang sama di sampaikan oleh Jhon Verkuyl, bahwa Roh Kudus bersama dengan Allah
Bapa dan Allah Anak adalah Allah yang esa dan benar, yang untuk selamanya
dipuji dan dimuliakan. Sebab Roh Kudus adalah Allah, salah satu Pribadi Allah
sebagaimana Pribadi Bapa dan juga Pribadi Anak, dan bukan sebagai suatu
kekuatan atau daya pengaruh yang keluar dari Allah. Karena itu, sebagaimana
Allah yang esa dan sejati di dalam Bapa itu adalah Allah, dan sebagaimana Dia
di dalam Anak itu adalah Allah juga, demikianlah pula Dia di dalam Roh Kudus
adalah Allah juga. Sehingga Allah berada sebagai Allah dalam tiga cara: sebagai
Allah di atas kita, sebagai Allah di tengah-tengah kita dan sebagai Allah di
dalam kita.[129]
Sementara
itu, Stephen Tong dalam bukunya Roh
Kudus, Doa dan Kebangunan menguraikan bahwa Roh Kudus adalah Allah. Hal ini
dilihat dari karya-Nya yang pertama, Roh Kudus sebagai pencipta, dari halaman
pertama Alkitab, bagian pertama mengatakan: “Pada mulanya Allah menciptakan
langit dan bumi.....Roh Allah (bekerja) melayang-layang di atas permukaan air”
(Kej. 1:1-2). Ini menunjukan bahwa sesungguhnya Roh Kudus bukan suatu gerakan
atau semacam fenomena psikologis, tetapi Roh Kudus adalah Allah yang berkarya
dalam penciptaan.[130]
Kedua
Roh Kudus sebagai Penebus, pada waktu Allah menebus, Dia mempersiapkan dan
memberikan predestinasi. Pribadi Kedua Allah Tritunggal (Yesus) datang ke dunia
untuk mengenapi rencana yang telah Allah Bapa persiapkan dengan mati di kayu
salib. Tetapi pada waktu keselamatan yang sudah digenapkan oleh Yesus Kristus
itu berlangsung di dalam diri manusia, pribadi lepas pribadi, Roh Kuduslah yang
melakukan gerakan, yang memberikan hidup, dan yang memperanakkan kembali (Yoh.
3:3-5).[131]
Ketiga,
Roh Kudus adalah sebagai Pewahyu. Karena di dalam ketritunggalan Allah, Roh
Kudus bukan hanya berperan di dalam penciptaan, dan penebusan tetapi juga di
dalam pewahyuan: yaitu, di dalam mewahyukan diri-Nya dan memberikan kebenaran
kepada manusia, Allah memberikan wahyu kepada manusia melalui inspirasi yang
dikerjakan oleh Roh Kudus. Ketika Roh Allah berdiam dalam diri nabi-nabi dan
rasul-rasul, mereka digerakkan dan diberi inspirasi, lalu mereka menuliskan apa
yang diwahyukan itu menjadi Kitab Suci (2Pet. 1:20-21).[132]
Keilahian
Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari Doktrin Trinitas. Dikatakan bahwa Roh
Kudus adalah Allah dalam sebutan Roh Allah membuktikan relasi-Nya dengan Allah
Bapa dan Allah Anak dan juga meneguhkan keilahian-Nya. “Pada saat Ia disebut
Roh Allah hal itu berarti bahwa Ia adalah Pribadi Allah yang sejati. Sebagaimana
Paulus menuliskan dalam suratnya 1 Korintus 2:11, dengan jelas memperlihatkan
bahwa manusia dan rohnya adalah satu dan merupakan keberadaan yang sama,
demikian pula Allah dan Roh-Nya adalah satu”.[133] Sebagaimana Roh Kudus disebutkan bahwa Dia
adalah Allah yang sejati, maka dalam Injil Yohanes Roh Kudus disebut sebagai
seorang prakletos yang lain juga menyatakan keilahian Roh Kudus.
Ada dua
kata yunani untuk “lain”, yaitu heteros dan allos. Keduanya memiliki arti umum “lain”. Namun, kata heteros
digunakan secara khusus untuk menunjuk kepada sesuatu yang lain dari jenis yang
berbeda. Sebaliknya, kata allos kepada sesuatau yang lain, tetapi dari jenis
yang sama. Kata yang digunakan di sini adalah alos, bukan heteros, karena itu
dapat diterjemahkan “sejenis” atau “sehakekat”. “Parakletos yang lain” adalah
“parakletos yang sejenis atau sehakekat dengan parakletos sebelumnya, yaitu
Tuhan Yesus. Dengan demikian, sebutan tersebut menyatakan, bahwa Roh Kudus
seilahi Tuhan Yesus, Dia adalah Allah sepenuhnya.[134]
Tong
mengatakan bahwa di dalam catatan Lukas (Kis. 5:3-4), karena barangsiapa yang
berdusta kepada Roh Kudus berarti ia berdusta kepada Allah. Dalam bagian ini,
Roh Kudus bukan saja dipersamakan dengan Allah, tetapi Roh Kudus langsung
disebut sebagai Allah. Barangsiapa bersalah kepada Roh Kudus berarti ia
bersalah kepada Allah, karena memang Roh Kudus adalah Allah.
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa
kamu bukan milik kamu sendiri? 1 Korintus 6:19. Apakah hubungan bait Allah
dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman
Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di
tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan
menjadi umat-Ku.” 2 Korintus 6:16.
Ayat
ini merupakan suatu teguran bahwa orang Kristen tidak boleh memberikan tubuhnya menjadi tempat
perbuatan dosa atau alat untuk melakukan dosa. Tubuh setiap orang Kristen sudah
dikuduskan dan menjadi tempat kediaman Roh Kudus. Tubuh orang Kristen merupakan
bait Roh Kudus dan juga bait Allah. Tempat berdiamnya Roh Kudus dan tempat
berdiamnya Allah disatukan; ini membuktikan bahwa Roh Kudus disebut Allah.
Perbandingan ini ditemukan oleh Agustinus di dalam tesisnya mengenai
Tritunggal.[135]
Bukti
bahwa Roh Kudus adalah Allah melalui karya-Nya. Roh Kudus merupakan pemberi
kuasa kebangkitan dan hidup baru (Rm. 8:1-2). Roh yang memberi hidup baru sudah
memerdekakan kita dari hukum dosa dan hukum maut. Roh Kudus sudah menebus dan
memberikan hidup baru kepada setiap orang yang sudah diperanakkan-Nya. Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan
Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah
membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga
tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu (Roma 8:11).
Di
dalam Pengakuan Iman Rasuli tercantum “Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja
yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan orang
mati, dan hidup yang kekal.” Dalam kalimat ini ditunjukan juga karya Roh Kudus:
Kebangkitan orang mati dan pemberiaan hidup yang kekal bagi manusia dikerjakan
oleh Roh Kudus yang telah membangkitkan Kristus dari kematiaan; Roh ini juga
yang berdiam di dalam setiap orang Kristen dan menjadi materai keselamatan (Ef.
1:13-14), dan Roh ini juga kelak akan membangkitkan kita dari kematiaan.
Roh
memberi hidup kepada kita yang ada di dalam Kristus, sehingga kita hidup
berkenan di hadapan Allah, yakni hidup untuk kebenaran dan mati terhadap dosa,
sambil menantikan saat di mana tubuh kita akan dibangkitkan. Inilah karya Roh Kudus yang dapat
membangkitkan dan memberikan hidup kekal kepada manusia, karena Roh Kudus
adalah Allah.
Roh
Kudus menghakimi dan mengampuni sebagaimana dalam Injil sinoptik (Mat.
12:31-32; Mrk. 3:29; Luk. 12:11). Ayat-ayat ini memberitahukan bahwa
pengampunan ditetapkan oleh Roh Kudus: Jika Roh Kudus tidak mengampuni, maka
tidak ada seorang pun dapat diampuni; jika Roh Kudus mengampuni, barulah
manusia diampuni. Jadi, Roh Kuduslah yang menahan dan memberikan pengampunan.
Di
dalam seluruh Alkitab hanya di dalam Ibrani 10:29 Roh Kudus disebut dengan satu
sebutan khusus Roh Kasih Karunia. Kata aslinya ialah Roh yang melaksanakan
anugerah. Roh Kudus adalah Sumber Anugerah, karena Dia yang mengambil keputusan
memberikan anugerah atau tidak; anugerah penebusan dan pengampunan ditetapkan
oleh Roh Kudus. Di dalam penebusan, Allah Bapa mempersiapkan atau menyediakan keselamatan,
Allah Anak menggenapi keselamatan, dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan.
Ketritunggalan
Allah dalam pokok iman Kristen ialah mengerjakan keselamatan ketika Mereka
menciptakan manusia, Tritunggal juga
yang berkarya dalam keselamatan sebagaimana Berkhof mengatakan bahwa Roh Kudus
adalah Allah (Tuhan). Hal ini sama dengan Allah Putra (Yesus) yang ditetapkan
berdasarkan Alkitab. Roh Kudus diberikan nama Ilahi (Kel. 17:7; Ibr. 3:7-9;
Kis. 3-4; 1Kor.
3:16; 2Tim. 3:16 dan 2Pet. 1:21).[136]
Pada-Nya
Ia memiliki kesempurnaan-kesempurnaan Ilahi seperti; Maha hadir, Maha tahu,
Maha kuasa serta Roh Kudus dapat melakukan karya Ilahi seperti; penciptaan, pembaharuan provedensial, kelahiran baru dan kebangkitan
orang mati. Dan bukan saja itu, Roh Kudus adalah Allah karena Ia turut
berkarya dalam penebusan, menghasilkan
hidup, menginspirasi dan memberi kualifikasi atas manusia, menginspirasi
Alkitab, membentuk dan memperluas gereja dan Roh Kudus mengajar dan memimpin
gereja.[137]
Akan
tetapi masing-masing dibedakan dari yang lain. Hanya Bapa yang eksis bukan dari
siapa pun yang lain dan dari Dialah kedua Pribadi lainnya eksis. Roh Kudus
eksis dari dua Pribadi lainnya dan tidak tidak ada lain dan dari Dia eksis
Pribadi yang lain. Hal yang sama-sama dimiliki ketiga Pribadi adalah bahwa
setiap Pribadi berada dalam relasi yang satu dengan dua Pribadi yang lain.
Dengan
demikian bahwa Roh Kudus bukan kuasa dari Allah yang berpribadi tetapi Roh
Kudus adalah Allah yang mutlak. Allah yang langsung datang dan bekerja dalam hati dan hidup umat-Nya (Yoh. 14: 15-18)[138].
Allah Bapa adalah Allah sepenuhnya. Allah Anak adalah Allah sepenuhnya. Allah
Roh Kudus adalah sepenuhnya.[139] Jadi, sejatinya
Tritunggal adalah Allah yang berpribadi. Pribadi Bapa berbeda dengan Pribadi
Anak, Pribadi Anak berbeda dengan Pribadi Roh Kudus, demikian juga Pribadi Roh
Kudus berbeda dengan Pribadi Bapa. Namun pada hakekat-Nya adalah satu tanpa ada
keterpisahan. Karena ketiga-Nya saling berelasi.
E.
Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Allah Bapa dan Allah Anak
Tidak Mahahadir
Erastus Sabdono
menekankan bahwa sejatinya Roh Kudus adalah Mahahadir karena Dia adalah Roh-Nya
Allah Bapa sedangkan Bapa dan Anak tidak mahahadir. Pernyataan ini sangat
membahayakan bagi iman Kristen. Sebab secara eksplisit dalam Alkitab bahwa Allah
adalah Mahahadir. Maha hadir berarti Allah hadir di segala tempat. Sebagaimana dalam Mazmur 139:7-12 menjelaskan
kemahahadiran Allah. Dari langit yang paling tinggi sampai ke dalam bumi dan
laut, Allah hadir di setiap tempat. Hadir di setiap tempat dalam totalitas
Pribadi-Nya.[140]
Erastus Sabdono membedakan
antara “kehadiran Bapa dan Anak secara pribadi” dengan “kehadiran kedua pribadi
ini melalui Roh Kudus.” Ini adalah problem yang serius. Jika ketiga pribadi
berbagian di dalam satu hakekat yang sama, maka Bapa secara pribadi hadir
dimana-mana karena Dia adalah Allah yang mahahadir, demikian juga Anak hadir
dimana-mana karena Dia adalah Allah yang mahahadir. Sebaagaimana dalam Injil
Matius 28:20 bahwa Kristus berjanji pada murid-murid, “Aku akan menyertai kamu
senantiasa”. Menunjukan bahwa Kristus memiliki
natur manusia demikian pula natur Ilahi, maka hal itu harus diartikan bahwa
dalam kemanusiaan-Nya Ia berada di surga, tetapi dalam keilahiann-Nya Ia adalah
Mahahadir.[141]
dan demikian juga dengan Roh Kudus
yang hadir dimana-mana karena Dia adalah Allah yang Mahahadir.
Yesaya 66:1 Beginilah firman TUHAN: Langit adalah
takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan
bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? Dalam ayat ini sangat jelas bahwa
ketiga Pribadi dari Allah disebut dan lihat beberbeda satu dengan yang lain.
Para teolog sudah sepakat
bahwa kehadiran Allah Tritunggal ke dalam segala ruang bukanlah hanya kehadiran
yang bersifat per potentiam
(melalui kuasa-Nya) tetapi kehadiran-Nya adalah per essentiam et naturam (melalui esensi dan natur-Nya). Dengan
demikian Allah Tritunggal hadir dimana-mana secara penuh di dalam natur-Nya,
dan oleh karenanya ketiga Pribadi ini juga hadir secara penuh.
Erastus
Sabdono berpendapat bahwa yang hadir hanyalah Roh
Kudus, dan jika diperlukan barulah Anak turun dari dari sorga adalah
memelorotkan kemahahadiran Anak menjadi Allah yang tidak mahahadir. Jika
demikian, maka Yesus bukanlah Allah sama sekali. Sejatinya, dimana Roh Kudus
berada, di situ juga Bapa dan Anak berada, demikian sebaliknya. Mengutip
pernyataan G.I. Williamson bahwa:
“Karena
Allah adalah Roh yang murni, maka Dia tidak dibatasi oleh apa pun juga. Tidak
ada tempat di mana Allah tidak hadir. “Ke
mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?
Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di
dunia orang mati, di situ pun Engkau” (Maz. 139-7-8). Lebih dari itu harus
ditekankan di sini bahwa di mana pun seseorang berada, maka di sana bukan hanya
sebagian dari Allah yang hadir, melainkan keseluruhan diri-Nya, dengan
kemuliaan dan keagungan-Nya, hadir di sana. Ketika kita berkata bahwa Allah
Mahahadir (omnipresent), kita
maksudkan bahwa Allah secara keseluruhan, lengkap, dan tak terbatas ditemukan
di mana pun dan kapan pun.”[142]
Pernyatan yang disampaikan
di atas
menunjukan bahwa Allah Tritunggal adalah Allah yang omnipresent,
artinya dimana Roh-Nya Allah berada sejatinya yang hadir adalah Allah (Elohim)
yang kita sebutkan Tritunggal Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus yang hadir di setiap waktu, di segala tempat,
dan di setiap karya umat-Nya.
Erastus Sabdono menyimpulkan bahwa Bapa
tidak maha hadir karena Roh-Nya yang ada mewakili Bapa yang tempatnya permanen
di surga bersama dengan Anak yang duduk di sebelah kanan Bapa. Menurut hemat peneliti bahwa sejatinya duduk di sebelah
kanan Bapa merupakan suatu simbol. Sebelah kanan ini hanya menunjuk kepada
kemahakuasaan dan keperkasaan Allah yang tak terbantai oleh sesuatu apa pun
yang ada. Karena itu dapat diingat bahwa Roh Kudus adalah suatu Pribadi tersendiri.
Kendatipun dapat diakui bahwa Ia adalah Allah yang sepenuh, namun dalam PB Roh
Kudus tidak pernah dikacaukan dengan Allah Bapa, yang keduanya selalu disebut
secara terpisah dan diperlakukan sebagai oknum-oknum terpisah.
Dalam Kis. 5:31-32; 7:55; 10:38; 13:2, kalau dengan
teliti dilihat bahwa adanya perbedaan Allah Bapa dan Roh Kudus. Bagi para murid
atau gereja mula-mula, Roh Kudus adalah Pribadi yang hidup, berkuasa, yang
memenuhi hidup mereka dan memampukan mereka untuk menyembah Allah, berdoa
kepada Allah dan melakukan kehendak Allah.[143]
Hal ini menunjukan dengan jelas bahwa Tritunggal adalah Allah yang Mahahadir.
Sebagaimana dalam Lukas 3:22 dapat dilihat bagaimana ketiga Pribadi Allah
benar-benar termanifestasi dalam kesadaran para rasul di Perjanjian Baru.[144]
Jadi, Allah (Elohim) Bapa,
Anak dan Roh Kudus adalah Pribadi-Pribadi yang hadir atau selalu eksis selamanya. Hal ini nyata
bahwa kehadiran Yesus Kristus adalah kehadiran Allah sebagai Roh yang
menghidupkan.[145]
Karena Tritunggal memiliki sifat yaitu Mahahadir, maka dimana Roh Kudus hadir
di situ juga Allah Bapa dan Allah Anak hadir.
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan Metodologi yang peneliti
gunakan, maka hasil penelitian mengenai pengajaran Tritunggal menurut Erastus
Sabdono, maka peneliti menyimpulkan bahwa pengajaran Erastus Sabdono sangat
membahayakan
dan berpotensi sesat. Karena
pengajarannya tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Pengajaran Erastus Sabdono didasarkan
pada pengalaman bahwa semakin berkembangnya ilmu pengetahuannya dan banyak
membaca, menggali, menafsir ayat-ayat Alkitab yang melihat secara teks dan
konteks. Namun dalam berbagai pokok pengajaran kontradiksi dengan iman Kristen
khususnya perihal Ketritunggalan Allah
yang menekankan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif.
Pemahamannya
mengenai Allah (Elohim), tidak mengakui sesungguhnya Allah itu Tritunggal
tetapi Dwitunggal. Hal ini beranjak dari pemikirannya bahwa Roh Kudus selalu menyatu dengan kehendak
Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak.
Berbeda dengan Yesus yang ketika menjadi manusia bisa memiliki kehendak yang
berbeda dengan Bapa, sehingga ada risiko terpisah selamanya dari Bapa. Lagi
pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu tidak setara.
Menurut peneliti
bahwa sejatinya Allah itu Tritunggal
dalam arti bahwa satu hekekat tetapi memiliki tiga Pribadi yang setara yaitu:
Bapa, Anak dan Roh Kudus yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, yang
telah ada sebelum dunia dijadikan. Perihal akan Ketritunggal Allah ini pun sudah
menjadi konsep umum bagi gereja dan
dapat diakui dan diimani oleh Kristen tradisional bahwa
Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan eksistensi,
secara komplet bersatu untuk membentuk satu Allah.
Kedwitunggalan
Allah menurut hemat peneliti bahwa konsepnya bermula dari Origenes yang tidak
mengakui Roh Kudus adalah Oknum Allah yang kemudiaan diikuti oleh kaum
arianisme dan saksi yehuwa. Kedwitunggalan Allah ini bukan sesuatu yang baru,
namun ini sudah menjadi perdebatan antara gereja timur dan gereja barat. Karena
itu peneliti berkesimpulan bahwa ajaran tentang dwitunggal menurut Erastus
Sabdono adalah ajaran yang diadopsi oleh Origenes serta bapa-bapa gerej atimur
lainnya.
Selanjutnya adanya subordinasi antara
Bapa dan Anak. Allah Bapa adalah Pribadi Yang Mahatinggi lebih atau di atas
Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang Mahatinggi. Pernyataan
Sabdono adalah pernyataan yang tidak didasarkan pada Alkitab dalam arti bahwa
ketritunggalan Allah sesunguhnya tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Allah pada hakikatnya adalah satu.
Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama
persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa, kekal, pengasih adil dan
kudus. Jadi Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama (homoousios).
Sabdono menyatakan bahwa Roh Kudus bisa
dikatakan sebagai Pribadi Ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah atau Roh Kudus bisa
dikatakan mutlak sebagai Pribadi Ketiga, maka penjelasan mengenai Allah yang
Esa menjadi sangat sulit dan kacau. Namun menurut peneliti bahwa Perihal Roh
Kudus sebagai
pribadi yang relatif dalam pemahaman Sabdono merupakan suatu kekeliruan sebab secara eksplisit dalam Alkitab bahwa
Roh Kudus adalah satu Pribadi yang mutlak, yaitu Pribadi Ketiga dari Allah
Tritunggal karena Ia mengambil keputusan, dapat mengutus para rasul, dapat
membebaskan dan mempimpin umat-Nya masuk dalam kebebasan. Ia adalah Parakletos yang berarti suatu oknum
atau Pribadi yang mutlak/absolut.
Selanjutnya, Sabdono mengatakan bahwa
sejatinya Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-Pribadi yang melingkupi
jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak karena Ia seperti angin, maka Ia
disebut sebagai Roh. Kalau diteliti dengan benar, sejatinya Roh Kudus merupakan
pemberi kuasa kebangkitan dan hidup baru (Rm. 8:1-2). Roh yang memberi hidup
baru sudah memerdekakan kita dari hukum dosa dan hukum maut. Jadi Roh Kudus
bukan kuasa dari Allah yang berpribadi tetapi Roh Kudus adalah Allah yang
mutlak. Allah Bapa adalah Allah sepenuhnya. Allah Anak adalah Allah sepenuhnya.
Allah Roh Kudus adalah sepenuhnya.
Keberadaan
Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak di surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi
jagad raya melaksanakan kehendak dan rencana-Nya. Dengan demikian ini
menunjukan bahwa Roh Kudus adalah Mahahadir sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak
tidak Mahahadir. Kalau ditilik dalam Alkitab bahkan dalam iman Kristen bahwa
Allah Tritunggal adalah Allah yang Mahahadir, maka dimana Roh Kudus hadir di
situ juga Allah Bapa dan Allah Anak hadir. Karena ketiga-Nya adalah satu dan
kesatuan-Nya itu mutlak sebagai Oknum yang Mahahadir.
B.
Saran
Beranjak
dari hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran-saran
sebagai berikut:
Pertama, peneliti mengusulkan bagi para hamba
Tuhan untuk mendiskusi tentang Allah Tritunggal secara mendalam supaya
menemukan titik tumpu kebenaran yang autentik, sehingga tidak disimpang siurkan
dengan berbagai pengajaran yang bersifat
menyesatkan
Kedua, peneliti mengusulkan bagi setiap
gembala untuk memberikan pengajaran khusus bagi setiap jemaat yang
digembalakannya dengan mengadakan seminar, pendalaman
Alkitab, guna memperlengkapi pengetahuan dan pengenalan jemaat akan keradaan
diri sebagai makhluk mulia yang dicipta oleh Sang Pencipta yaitu Allah
Tritunggal untuk memuliakan-Nya, sehingga memperoleh dasar pengertian yang
jelas, kuat dan tidak diombang-ambingkan oleh pengajaran yang menyimpang dari
iman Kristen yang sesungguhnya.
Ketiga, peneliti menyarankan bagi setiap
perguruan tinggi, khususnya perguruang tinggi teologi untuk mengadakan seminar
dengan mengundang para teolog atau tokoh apologetis
Kristen yang ahli dalam bidang teologi.
Keempat, peneliti juga
menyarankan agar setiap perguruan tinggi, menjadikan teologi sebagai pengajaran
yang independen dan seluruh pengajaran harus dihubungkan dengan Allah dan
dipusatkan pada Tuhan Allah. dan bukan hanya sebagai muatan mata kuliah biasa,
guna memperlengkapi wawasan mahasiswa sebagai ebed
Yahweh.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku-Buku
Abineno J. L. Ch., Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001.
Abineno J. L. Ch., Roh
Kudus Dan Pekerjaan-Nya. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016.
Bavinck, Herman., The Doctrine Of God. Grand Rapids: Baker Book House, 1980.
Berkhof, Louis.,
Teologi Sistematika; Volum 1 Doktrin
Allah. Surabaya: Momentum, 2013.
Boff, Leonardo.,
Trinity and Society. New
York: Orbis Books, 1988.
Boland B.J., Intisari Iman Kristen. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2018.
Brill, J.
Wesley., Dasar
Yang Teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1998.
Cowan, Steven
B., Five Views on Apologetics. Grand
Rapids: Zondervan, 2000.
Crossley,
Robert, Tritunggal Yang Esa.
Jakarta:YKBK/OMF, 2005.
Enns, Paul.,
The Moody Handbook Of Theology
(Malang: Literatur SAAT, 2003.
Fee, Gordon D., Paulus, Roh Kudus dan Umat Allah. Malang:
Gandum Mas, 2004.
Frame, John
M., Apologetika Bagi Kemuliaan Allah:
Sebuah Pengantar. Surabaya: Momentum, 2011.
Frame, John
M., Apologetika Sebuah Pembenaran Bagi
Kepercayaan Kristen. Surabaya: Momentum, 2018.
Graham, Biily.,
Roh Kudus. Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 1998.
Groenen.,
Kitab Suci Tentang Roh Kudus Dan Hubungannya Dengan Allah Bapa Dan Anak
Allah. Yogyakarta: Kanisius 1998.
Guthrie Donald., Teologi
PB 2; Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016.
Hadiwijono,
Harun., Iman Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2018.
Hadiwijono,
Harun., Inilah Sahadatku. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2017.
Hasibuan, Edison
TT., Allah,
Manusia dan Agama. Jakarta: Lider, 2008.
Hodge, Charles.,
Systematic Theology; Vol 3. London:
Clarke, 1960.
Horton, Michael.,
Core Christianity; Inti Iman Kristen. Yogyakarta:
Katalis, 2017.
Horton, Stanley M., Oknum Roh Kudus. Malang:
Gandum Mas, 2001.
Jusman, Djantana.,
Dasar Kebenaran. Jakarta:
GPSDI JSS, 2009.
Lee, Hak Jn.,
Covenant and Communication: A Christian
Moral Conversition With Jurgen Habermas. Lanham,
Maryland: University Press of America, 2016.
Letham Robert., Allah Trinitas Dalam Alkitab, Sejarah,
Theologi, dan Penyembahan. Surabaya: Momentum, 2011.
McGrath, Alister
E., Mere Apologetics: How To Help Seekers
And Skeptic Find Faith. Grand Rapids:
Bakers Book, 2012.
Pache, Rene.,
The Person and Work of the Holy Spirit. Chicago:
Moody, 1954.
Reimber, Alfredo., Konsep
Allah Menurut Thomas Aquinas. Jakarta: FIPB UI, 2011.
Sabdono, Erastus,
Kristologi; Mengenal Pribadi Yesus. Jakarta:
Rehobot Literature, 2018.
Sabdono, Erastus.,
Apakah Anda Ingin Kaya?. Jakarta:
Rehobot Literature, 2012.
Sabdono, Erastus., Apakah Keselamatan Bisa Hilang?. Jakarta: Rehobot
Literature, 2016.
Sabdono, Erastus.,
Keselamatan Di Luar Kristen. Jakarta:
Rehobot Literature, 2017.
Sabdono, Erastus.,
Menemukan Kekristenan Yang Hilang. Jakarta: Rehobot Literature, 2014.
Sabdono, Erastus.,
Roh Kudus. Jakarta:
Rehobot Literature, 2018.
Sabdono, Erastus.,
Tritunggal;
Menyingkap Rahasia Tritunggal Menurut Alkitab. Jakarta: Rehobot Literature,
2018.
Samples, Kenneth
R., Without a Doubt: Menjawab 20 Pertanyaan Tersulit tentang Iman. Alih
bahasa Ellen Hanafi. Malang: Literatur SAAT, 2014.
Soedarmo, R.,
Ikthisar Dokmatika. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996.
Soedarmo, R., Pokok-Pokok
Iman Yang Perlu Ditekankan. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004.
Soru, Ezra
Alfred., Tritunggal
Yang Kudus. Bandung: LLB,
2002.
Sudarma, Erick.,
Mengenal Satu-Satunya Allah Yang Benar. Bandung:
Mitra Pustaka, 2003.
Thiesen, Henry
Clarence., Teologi
Sistematika. Malang: Gandum Mas, 2000.
Tong,
Stephen., Allah Tritunggal. Jakarta:
LRII,1996.
Tong,
Stephen., Roh Kudus, Doa
dan Kebangunan. Surabaya: Momentum, 2011.
Torrance, Thomas
F., Christian Doctrine of God: One Being,
Three Persons. Edinburg: T. & T. Clark, 1996.
Torrance, Thomas
F., The Trinitarian Faith. Edinburg:
T. & T. Clark, 1988.
Van Den End Thomas.,
16 Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016.
Van Den Toren, Benno.,
Christian Apologetics: as Cross
Cultural-Dialogue. New York: T&T Clark International,
2011.
Van Til, Cornelius.,
Pengantar Theologi Sistematik;
Problegomena Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah. Surabaya:
Momentum, 2010.
Van, Niftrik G. C.
dan Boland B. J., Dokmatika Masa Kini. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2015.
Verkuyl, Jhon.,
Aku Percaya. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007.
Victor, Harold.,
Betapa Dahsyatnya Darah Yesus. Malang:
Gandum Mas, 2009.
Walvoord, John
F., The Holy Spirit. Ohio: Dunham Publishing Company,
1958.
Wendel, Francois.,
Calvin; Asal Usul dan Perkembangan
Pemikiran Religiusnya. Surabaya: Momentum, 2010.
Williamson, G.
I., Pengakuan Iman Westminster. Surabaya:
Momentum, 2012.
B.
Artikel
Anselm., De Precessione Spiritu Sancto Contra Graecos.
Hopkins dan Richardson.
Basil dari
Caesarea., On
the Holy Spirit.
Buku Saudara Dapat Hidup Kekal Dalam Firdaus Di Bumi. USA:
Watchtower Bible and Tract Society of New York.
Sabdono, Erastus.,
Wartakan Firman Tuhan Yang Murni Dan
Orisinal, Majalah Bahana, Januari 2010.
Hobbs, Herschel
H., What Baptists Believe (Ternnesse: Broadman Press, (t. th), 14.
Walvoord, Jesus Christ Our Lord, 116.
C.
Jurnal
Wijanto, M.W.,
“Jurnal
:Allah Tritunggal Dalam Injil Yohanes”.....
D.
Website/Internet
“Khotbah Audio Pdt. Erastus
Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.”
(Menit ke 9.10-9.45).
“Khotbah Audio https://tokoh.id/biografi/1-ensiklopedi/ikon-pendeta-yang-bertobat/ (Diakses 6 Mei 2019).
https://www.suarakristen.com/2018/09/15/tanggapan-gereja-bethel-indonesia-terhadap-ajaran-pdt-dr-erastus-sabdono/ (Diakses 6 Mei 2019).
Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. -
Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit 13.03-13.19).
[1] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dokma Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 64.
[2] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 65.
[3] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 66.
[7] Robert Letham, Allah Trinitas Dalam Alkitab, Sejarah, Theologi, dan Penyembahan (Surabaya: Momentum,
2011), 117.
[10] J. L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok
Penting Dari Iman Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001), 142.
[13] Buku Saudara Dapat Hidup
Kekal dalam Firdaus di Bumi (USA: Watchtower Bible and Tract Society
of New York.
[14] Erastus
Sabdono, Tritunggal; Menyingkap Rahasia
Tritunggal Menurut Alkitab (Jakarta:
Rehobot Literature, 2018), 169-170.
[16] Sabdono, Tritunggal, 264.
[19] Sabdono, Tritunggal, 98.
[20] Sabdono, Allah Tritunggal, 174-175.
[21] “Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono,
M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit ke
9.10-9.45).
[25] G. C. Van Niftrik dan B. J.
Boland, Dokmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2015), 547-548.
[28] Tong, Allah Tritunggal, 35.
[33] Cornelius Van Til, Pengantar Theologi Sistematik; Problegomena
Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah (Surabaya: Momentum,
2010), 399.
[34] John M. Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah: Sebuah
Pengantar (Surabaya: Momentum, 2011), 3.
[35] Alister E. McGrath, Mere Apologetics: How to Help Seekers and
Skeptic Find Faith (Grand Rapids: Bakers Book, 2012), 15.
[37] McGrath, Mere
Apologetics, 16.
[38] Benno van Den Toren, Christian Apologetics: as Cross
Cultural-Dialogue (New York: T&T Clark International, 2011), 27.
[39] Steven B. Cowan, Five Views on Apologetics (Grand Rapids:
Zondervan, 2000), 15-20.
[40] Cowan, Five Views on Apologetics, 15-16.
[41] Cowan, Five Views on Apologetics, 16.
[42] Cowan, Five Views on Apologetics, 18.
[43]Cowan, Five Views on Apologetics, 19.
[44]Cowan, Five Views on Apologetics, 20.
[46] Erastus Sabdono, Wartakan Firman Tuhan Yang Murni dan
Orisinal, Majalah Bahana, Januari 2010.
[49]Erastus Sabdono, Kristologi; Mengenal Pribadi Yesus
(Jakarta: Rehobot Literature, 2018), 14.
[50] Sabdono, Tritunggal, 264.
[51] Sabdono, Tritunggal, 98.
[52]“Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono,
M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit 13.03-13.19).
[55] Sabdono, Roh Kudus, 12-15.
[56] “Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono,
M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit ke
9.10-9.45).
[57] Sabdono, Allah Tritunggal, 174-175.
[58] Sabdono, Roh Kudus, 19-23.
[59] Sabdono, Roh Kudus, 8-9.
[60] Erastus Sabdono, Keselamatan Di Luar Kristen (Jakarta:
Rehobot Literatur, 2017), 75.
[61] Sabdono, Roh Kudus, 20-22.
[62] Sabdono, Tritunggal, 160.
[63] Letham, Allah Trinitas, 101.
[64] Letham, Allah Trinitas, 146.
[65] Athanasius, Serapion, 1. 12; 2.5 (PG 26:560-61).
[66] Letham, Allah Trinitas, 156-157.
[67] Basil dari Caesarea, On the Holy Spirit, 108-109.
[68] Gregory dari Nyssa, Against Eunomius 2.2-3;74.
[69] Gregory dari Nyssa, Dogmatic Treatises, Etc., di dalam
NPNF2, 5:326-30.
[70]Francois Wendel, Calvin; Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran
Religiusnya (Surabaya: Momentum, 2010), 184.
[71] John Calvin,
Institutes of the Christian Religion, terj. Ford Lwwis Battles, ed. John T.
McNeill (Philadelphia: Westminster Press, 1960), 1.13.17
[72] Hak Jn Lee, Covenant and Communication: A Christian
Moral Conversition With Jurgen Habermas (Lanham, Maryland: University Press
of America, 2016), 97-120.
[73] Groenen
, Kitab Suci Tentang Roh Kudus Dan Hubungannya Dengan Allah Bapa Dan Anak
Allah (Yogyakarta: Kanisius 1998), 58.
[74] Letham, Allah Trinitas, 401.
[75] Spirasi merupakan
suatu tindakan yang kekal dan penting dari pribadi pertama dan pribadi kedua
dalam Allah Tritunggal di mana mereka, dalam keberadaan Ilahi mereka menjadi
dasar dari subsistensi pribadi dari Roh Kudus dan membiarkan Pribadi yang
ketiga tetap memilki keseluruhan esensi Ilahi, tanpa adanya pembagian,
perubahan atau pemisahan. Louis Berkhof, Teologi
Sistematika, 171.
[76] R. Soedarmo, Pokok-Pokok Iman Yang Perlu Ditekankan
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 27.
[77] Kenneth R. Samples, Without
a Doubt: Menjawab 20 Pertanyaan Tersulit tentang Iman. Alih bahasa Ellen
Hanafi (Malang: Literatur SAAT, 2014), 79.
[78] Leonardo Boff, Trinity and Society (New York: Orbis
Books, 1988), 22.
[79] Hadiwijono, Iman Kristen, 133.
[80] Letham, Allah Trinitas, 157.
[82] R. Soedarmo, Ikthisar Dokmatika (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1996), 116.
[83] Edison TT Hasibuan, Allah, Manusia dan Agama (Jakarta:
Lider, 2008), 25.
[84] Harold Victor L, Betapa Dahsyatnya Darah Yesus (Malang:
Gandum Mas, 2009), 210.
[85] Charles Hodge, Systematic Theology; Vol 3 (London:
Clarke, 1960), 385.
[86] Lousi Berkhof, Teologi Sistematika; Volum 1 Doktrin Allah
(Surabaya: Momentum, 2013), 87.
[87] Soedarmo, Ikhtisar Dokmatika , 124.
[88] Letham, Allah Trinitas, 118.
[89] Thomas Aquinas, Bag. 1a
P. 31, art. 2.
[90] Gregory Nazianzen, Orations 40.41 (PG 36:417).
[91] Calvin, The Gospel According to St. John 11-21,
Mengenai Yoh. 17:5 “Sed aeternum qouque Dei sermonen ex Patre ante secula
genitum.”
[92] Letham, Allah Trinitas, 400.
[93] Michael Horton, Core Christianity; Inti Iman Kristen
(Yogyakarta: Katalis, 2017), 56.
[95] Berkhof, Teologi Sistematika, 154.
[98] Athanasius, On Luke 10:22 (Matthew 11:27) 6.
[99] Athanasius, Serapion 1. 19 (PG 26:573-76).
[100] Athanasius, Against the Arians 3. 24-25.
[101] Kata Roh dalam bahasa
Ibrani ruach dan pneuma dapat
diterjemahkan dengan “nafas” dan kata Yunani pneuma. Kedua kata ini berarti
gerakan udara yang disebabkan oleh nafas. Atau dengan arti kiasan “nyawa” dan
“semangat”(=prinsip dan kodrat yang memberikan kehidupan kepada Tubuh). J. L. Ch.
Abineno, Roh Kudus Dan Pekerjaan-Nya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 5.
[102] John M. Frame, Apologetika Sebuah Pembenaran Bagi
Kepercayaan Kristen (Surabaya: Momentum, 2018, 95-96.
[103] Van Til, Pengantar Theologi Sistematik, 423.
[104] Letham, Allah Trinitas, 184-185.
[105] Gordon D. Fee, Paulus, Roh Kudus dan Umat Allah (Malang:
Gandum Mas, 2004), 47-49.
[107] Horton, Oknum Roh Kudus, 245.
[108] Donald Guthrie, Teologi PB
2; Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016), 163.
[109] Enns, The Moody Handbook of Theology, 303-304.
[110] Crossley, Tritunggal Yang Esa, 34.
[114] Tong, Allah Tritunggal, 84.
[118] Guthrie, Roh Kudus, 162.
[119] Anselm, De precessione Spiritu Sancto contra Graecos.
Hopkins dan Richardson, 3:224-225.
[120] Wendel, Calvin; 184.
[121] Henry Clarence
Thiesen, Teologi Sistematika (Malang:
Gandum Mas, 2000), 138.
[124] Thomas F. Torrance, Christian Doctrine of God: One Being, Three
Persons (Edinburg: T. & T. Clark, 1996), 61-62.
[125] Letham, Allah
Trinitas, 63.
[127] Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen,
142-143.
[129] Jhon Verkuyl, Aku Percaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007), 166.
[133] Rene Pache, The Person and Work of the Holy Spirit
(Chicago: Moody, 1954), 14.
[134] Erick Sudarma, Mengenal Satu-satunya Allah yang Benar
(Bandung: Mitra Pustaka, 2003), 91.
[135] Tong, Allah Tritunggal, 99-100.
[138] B.J. Boland, Intisari Iman Kristen (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2018), 55.
[139] Graham, Roh Kudus, 24.
[140] Enns, The Moody Handbook Of Theolgy, 237.
[142] G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya:
Momentum, 2012), 37.
[143] Crossley, Tritunggal Yang Esa, 43.
[144] Williamson, Pengakuan Westminster, 42.
[145] Harun Hadiwijono, Inilah Sahadatku (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2017), 124.
Komentar
Aksara Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. "
Dalam huruf Latinnya, "Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH (Adonai ) ekhad. "
🕎✡️🕊️🤚🏻📜✝️ש🌾🍇🍏🍎🐟🗺️