“TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN ALLAH TRITUNGGAL MENURUT ERASTUS SABDONO”


BAB I 
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
Perihal ketritunggalan Allah adalah sesuatu yang sudah lumrah dipercakapkan dan diperdebatkan oleh para teolog sejak abad-abad pertama hingga masa kini. Kira-kira satu abad setelah Tertulian, para pengikut Arius (Arians) mengakibatkan banyak pertentangan, menyebabkan kaisar Costantine mengadakan sidang Oikumene pertama dalam sejarah untuk mempersatukan kerajaannya.
Menurut catatan sejarah, pada permulaan abad ke 3 M. Arius mengajarkan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang benar-benar lahir dari Bapa. Itulah sebabnya Allah disebut Bapa. Dengan pengertian bahwa, secara harafiah hubungan mereka sesungguhnya adalah hubungan antara Bapa dan Anak. Namun Athanasius, seorang uskup yang berasal dari Alexandria menantang keras ajaran Arius.
Athanasius berpandangan bahwa Tritunggal yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan satu Allah yang sama tetapi bukan satu pribadi, sehingga tidak mungkin Allah Bapa dan Anak-Nya memiliki hubungan yang harafiah sebagai Bapa dan Anak. Pandangan Athanasius mengalami perubahan yang memburuk dari waktu ke waktu, yang awalnya Roh Kudus belum disebut sebagai Pribadi Ketiga. Tetapi kemudian Roh Kudus diakui sebagai Pribadi Ketiga Allah Tritunggal.
Konstantin asalnya bukan seorang Kristen. Ia menjadikan Kristen sebagai kepercayaan kepada Tuhan resmi, karena percaya kemenangannya merupakan berkat dari Yesus Kristus. Berbagai dugaan, ia baru dibaptis pada waktu masih terbaring sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;...... pertobatannya akannya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin...... Ini merupakan persoalan militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen.”[1]
Peranan apa yang dipertontonkan oleh Konstantin pada Konsili Nicea menurut Encyclopaedia Britannica adalah Konstantin sendiri diwujudkan sebagai ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan...... makna penting yang menyalakan hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’...... Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, banyak dari mereka dengan sangat berat hati.
Karena itu, peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan saling berargumentasi kepercayaan kepada Tuhan yang sengit tanpa membuahkan hasil yang jelas, maka kaisar yang sekaligus politikus ini campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus merupakan Allah. Muncul keraguan bahwa keputusan ini bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya tidak faham apa-apa tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine. Yang ia tahu merupakan bahwa perpecahan kepercayaan kepada Tuhan merupakan ancaman untuk kekaisarannya, dan ia berhasrat memperkuat wilayah kekuasaannya.
Setelah Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlanjut selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakang, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M.[2]
Pada Konsili tersebut menyetujui untuk mendudukkan bahwa Roh Kudus ada pada tingkat yang sama dengan Bapa dan Kristus. Di sinilah diberitahukan untuk pertama kalinya Tritunggal, susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak diwujudkan sebagai kredo yang diterima secara lapang. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.
Baru pada abad-abad belakang Tritunggal diartikan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari petuah Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari zaman pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.” Selanjutnya pada Kredo Athanasia, Tritunggal diartikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius merupakan seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya berbunyi: “Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal...... sang Bapa merupakan Allah, sang Anak merupakan Allah, dan Roh Kudus merupakan Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”[3]
Kemudian para teolog yang meneliti hal ini lebih mendalam berpendapat bahwa Athanasius tidak menyusun kredo ini. The New Encyclopedia Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur pada zaman ke-12. Sejak zaman ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada zaman ke-5...... Pengaruh kredo itu rupa-rupanya terutama berada di Perancis Selatan dan Spanyol pada zaman ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada zaman ke-9 dan lebih kurang tidak lama setelah itu di Roma.”
Beranjak dari pemikiran tersebut maka banyak orang yang tidak mengakui Ketritunggalan Allah dengan pendapat bahwa Allah itu esa dan bukan Tritunggal dengan dasar pemikiran bahwa Alkitab tidak pernah membahasnya baik PL maupun PB hanya Allah yang esa berdasarkan Syema Israel dalam Ulangan 6:4-5. Karena itu menjadi kebenaran yang penting dalam iman Kristen.[4]
Namun, menarik dengan pernyataan Ezra Alfred Soru mengatakan, walaupun istilah Trinitas tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi konsepnya dengan jelas diajarkan oleh Alkitab. Satu sisi, Alkitab dengan tegas menyatakan keesaan Allah (Ul. 6 :4) dan disisi lain  Alkitab dengan tegas menyatakan keilahian tiga pribadi dari Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus.[5] Selain itu Allah Tritunggal para bidat memahaminya sebagai Allah itu esa yang mempunyai tiga peranan, tiga fungsi atau tiga topeng bukan pribadi.[6]
Senada dengan pendapat Arius mengatakan, bahwa Allah itu sendirian artinya ia mempertahankan keesaan Allah dan Anak itu diciptakan oleh Bapa serta Anak yang disebut Firman memiliki natur yang berubah dan Ia tetap baik dengan menggunakan kehendak bebas-Nya hanya selama Ia memilih demikian.[7]
Mengenai Roh Kudus secara singkat, mungkin boleh dikatakan: Ia adalah Roh yang diutus Allah. Dalam dinamika-Nya, Allah sendiri hadir dan bekerja sepenuhnya dalam Roh Kudus, untuk menjumpai dan menyelamatkan manusia. Apa yang diperbuat/dikatakan Roh Kudus pada dasarnya adalah perbuatan/perkataan Allah sendiri. Kepercayaan dan ketaatan kepada Roh Kudus, bukanlah wujud kepercayaan dan ketaatan kepada allah yang lain, tetapi adalah kepercayaan dan ketaatan kepada Allah yang esa sendiri.[8]
Stanley M. Horton mengatakan bahwa Roh Kudus itu adalah suatu pribadi yang nyata, yang berakal, berperasaan dan berkehendak.[9] Dengan tegas dan mutlak Alkitab memandang Roh Kudus sebagai satu pribadi yang khas. Sebagaimana rasul Paulus juga mengatakan dalam surat-suratnya bahwa Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus (Rm. 8:27). Roh menyelidiki segala sesuatu (1Kor. 2:10). Jadi bertindak dengan tepat dan bijaksana (Ef. 1:17). 
Selanjutnya J. L. Ch. Abineno mengatakan dalam bukunya bahwa berbicara tentang Roh Kudus, dalam berbagai defenisi adalah wajar karena Roh Kudus sama seperti Allah yang tidak dapat didefinisikan atau objektifkan. Karena itu hanya kita jelaskan sebagai kuasa dari kasih Allah yang menyelamatkan, yang kita kenal dalam Yesus Kristus.[10]
Sebagaimana telah diketahui, Roh Kudus memiliki sifat-sifat yang menunjukan bahwa Dia adalah Pribadi yang mutlak. Karena Dia juga memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki Allah, maka teranglah bahwa Dia adalah Allah. Sifat-sifat ini ialah Mahatahu (Yes. 40:13; 1Kor. 2:12), Mahahadir (Mzm. 139:7), dan Mahakuasa berdasarkan pekerjaan-Nya dalam Penciptaan (Ayb. 33:4; Mzm. 104:30). Mengenai Roh Kudus, Dia adalah Allah sendiri yang dari luar datang kepada umat-Nya dan berkenan menciptakan bagi-Nya suatu tempat di dalam hati umat-Nya, artinya diadakan-Nya suatu hubungan yang sebelumnya tidaklah terdapat antara manusia dengan Allah.[11]
Akan tetapi bagi Arius, Roh Kudus hanya merupakan tenaga Allah yang dikerahkan atau dimanifestasikan dalam dunia ciptaan. Ajaran ini ditolak mentah-mentah dalam Konsili Nicea (325 M).[12] Sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Arius, maka para pengikut Saksi Yehuwa mengajarkan bahwa Roh Kudus bukan satu pribadi melainkan suatu tenaga aktif dari Allah. Orang yang dipenuhi Roh Kudus berarti dipenuhi oleh tenaga aktif Allah.[13]
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Arius dan kemudian dalam pandangan serta pengajaran Saksi Yehuwa, maka nampak bahwa baik Arius maupun Saksi Yehuwa menolak ajaran Alkitab yang menyatakan bahwa Roh Kudus adalah satu pribadi. Hal yang sama dalam pandangan gereja Timur yang mengatakan bahwa Roh Kudus bukan Pribadi tetapi Roh-Nya Allah Bapa.
Kemudian diikuti oleh Erastus Sabdono yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif. [14] Hal ini tersirat di dalam Alkitab bahwa pribadi adalah entitas yang bisa berdaulat dengan kemandiriaan penuh seperti Tuhan Yesus, Lusifer dan para malaikat, serta manusia.
Jadi, Roh Kudus juga bisa dikatakan  bukan Pribadi Ketiga sebab tidak ada penjelasan atau kesan atau isyarat bahwa Roh Kudus bisa mandiri atau terpisah dari Allah sama sekali. Kalau Lusifer, malaikat bisa memberontak kepada Allah; juga Yesus memiliki peluang tidak taat kepada Allah seperti manusia; tetapi Roh Kudus tidak akan pernah memberontak kepada Allah, sebab Roh Kudus adalah Roh Allah Bapa sendiri yang tidak akan pernah bisa mandiri dan berdaulat sendiri secara mutlak.[15] Sebagai Pribadi yang relatif, maka Ia mengatakan bahwa Allah itu Dwitunggal.[16]
Sesuai dengan apa yang peneliti paparkan di atas, maka hal yang melatarbelakangi penelitian ini ialah peneliti membahas tentang Ketritunggalan Allah yaitu: Pertama, karena Roh Kudus sebagai Pribadi yang relatif[17], maka Roh Kudus bukan Pribadi sebagaimana yang dikatakan oleh Arius dan Saksi Yehuwa. Kedua, bahwa Allah itu Dwitunggal.
Ketiga, bahwa Roh Kudus berfungsi sebagai perwakilan dari Elohim, artinya sebagai representatif Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pengertian bahwa sesungguhnya Roh Kudus adalah Mahahadir sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak tidak Mahahadir.[18] Keempat, bahwa Allah Bapa mensubordinasi Allah Anak (Tuhan Yesus). Karena itu, Hirarki antara Bapa dan Anak tidak sama atau tidak sejajar. Mensubordinasi dalam pengertian bahwa Allah Bapa adalah Pribadi yang lebih tinggi dari Allah Anak.[19] 
Kelima, bahwa Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi. Sejatinya, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-Pribadi yang melingkupi jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak karena Ia seperti angin, maka Ia disebut sebagai Roh. Tidak ada tempat yang tidak dalam lingkupan Roh Allah atau Roh Kudus (Mzm. 139:5-9).[20] Karena itu, Allah disebut sebagai Mahahadir. Akan tetapi dapat dicatat bahwa kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah bukan berarti kehadiran Pribadi Allah Bapa sendiri Yang Mahakudus. Allah selalu bersemayan di surga (Mzm. 2:4; 14:2; 33:13; 53:3; 1-3:19  dan lain-lain), jadi yang hadir adalah Roh-Nya.[21]
Sesuai dengan pokok pemikiran Erastus Sabdono tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian terkait dengan persoalan pengajaran Allah Tritunggal dengan judul penelitian: TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN ALLAH TRITUNGGAL MENURUT ERASTUS SABDONO

B.                Fokus Masalah

Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini sesuai dengan latar belakang masalah ialah peneliti akan fokus terhadap pengajaran Erastus Sabdono perihal ketritunggalan Allah, yakni: Allah itu Dwitunggal, Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak, Pribadi Roh Kudus yang relatif di dalam ketritunggalan Allah, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi, dan Bapa tidak Mahahadir juga Anak tidak Mahahadir.

C.                Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang sudah peneliti paparkan di atas maka peneliti membuat rumusan masalahnya agar penelitian ini lebih terarah dan konsisten sebagai berikut:
1.      Apakah benar Allah itu Dwitunggal?
2.      Apakah Allah Bapa mensubordinasi Allah Anak?
3.      Apakah benar Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif di dalam Allah Tritunggal?
4.      Apakah benar Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi?
5.      Apakah benar Allah Bapa tidak Mahahadir dan Allah Anak tidak Mahahadir?




D.                Metodologi Penelitian
Adapun yang menjadi metodologi penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah apologetika dengan tujuan untuk membela iman serta ajaran Kristen. Metodologi yang peneliti gunakan yaitu:

1.        Classical Apologetic atau Metode Klasik
Metode ini merupakan sebuah proses yang diawali dengan mengenakan teologi alami untuk membuktikan perihal teisme (wacana tentang Allah) yang benar. Menurut Steven B. Cowan, setelah eksistensi Allah ditunjukkan, maka metode klasik beralih pada penjelasan atas bukti historis tentang Keilahian Yesus Kristus, kepercayaan Kitab Suci, dan lain-lain untuk menunjukkan versi teisme yang benar ada dalam Kekristenan.[22]
Ada dua tahapan yang harus diperhatikan dalam menerapkan metode klasik, yakni pertama menetapkan atau menjelaskan keberadaan Tuhan secara konteks dan kedua membahas secara mendalam bukti-bukti historis. Contoh sederhana dari metode klasik adalah seseorang tidak dapat menjadikan mujizat sebagai bukti keberadaan Allah. Namun Tuhan dapat membuktikan dengan mengadakan mujizat. Jadi ada bukti bahwa Tuhan itu ada baru kemudian mujizat dapat terjadi.

2.        Reformed Epistomology Apologetic
Metode ini merupakan pendekatan pembelaan iman Kristen yang dipopulerkan oleh John Calvin di mana pemikirannya didasarkan bahwa metode ini tidak selalu membuat argumen yang positif untuk membela iman Kristen. Dasar dari argumen tersebut adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dengan gambar dan rupa Allah, maka orang dapat dengan benar dan rasional untuk datang dan percaya kepada Allah tanpa memerlukan bukti.

E.                Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini yang menjadi tujuan utama peneliti adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dasar pengajaran Erastus Sabdono tentang Allah Tritunggal.
2.      Untuk mengetahui latar belakang pribadi dan teologi Erastus Sabdono.
3.      Untuk mengetahui apakah ada sumbangsih dari luar terhadap pernyataan Erastus Sabdono tentang Allah Tritunggal.
4.      Untuk mengetahui pokok pengajaran Allah Tritunggal dalam perspektif  Erastus Sabdono.

F.                 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1.      Manfaat penelitian secara umum
a.       Secara teoritis, sebagai studi kritis terhadap pengajaran Allah Tritunggal khususnya teologi sistematika.
b.      Secara praktis, sebagai sumbangsih dalam pengajaran iman Kristen, serta memberikan wawasan yang baik dan benar tentang konsep ketritunggalan Allah secara Alkitabiah dan memproteksi agar tidak terjadi penyesatan.
2.      Manfaat penelitian secara khusus
a.       Mendorong kesadaran terhadap gereja Tuhan terutama di zaman akhir ini agar bisa bersikap lebih tegas dalam menyikapi angin pengajaran yang tidak sepenuhnya berdasarkan Alkitab.
b.      Menambah wawasan berpikir bagi peneliti, bahwa betapa pentingnya membangun konsep pemahaman yang benar tentang Allah Tritunggal dalam iman Kristen.

G.                Keaslian Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti belum menemukan kesamaan terkait dengan judul dan topik yang ada. Namun ada dua karya tulis yang berkaitan dengan judul/topik yang peneliti lakukan. Karya tulis yang berkaitan dengan penelitian ini, ialah, Allah Tritunggal: Sebuah Risalah Teologis-Alkitabiah tentang Ke-Esa-an dan Ke-Tritunggal-an Allah, Dylfard Pandey,(Jurnal: GKSI) DanAllah Tritunggal Dalam Injil Yohanes”, M.W. Wijanto, (Jurnal). Karena itu dalam penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang murni tanpa plagiat.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.                Landasan Teori
Dalam mengawali pembahasan ini harus diketahui bahwa bukan hanya memperbincangkan suatu doktrin teologis, tetapi berbicara mengenai kepribadiaan Allah. Sebab, Allah adalah Allah yang transenden. Mengutip perkataan Stephen Tong tentang transenden mengatakan, Dia lain dari yang lain dan Dia melampaui segala sesuatu.[23]
Selain itu Allah adalah Roh yang tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Itulah sebabnya Allah tidak terbatas.[24]  Dalam suatu kesempatan, G. C. Van Niftrik dan B. J. Boland mengatakan bahwa:
“Apabila kita mau berbicara tentang soal “Ketritunggalan”, maka haruslah terlebih dahulu kita insafi, bahwa kita berbicara tentang Allah. Allah itu adalah Allah yang hidup, bukanlah suatu pengertian atau persoalan yang dapat diselidik dengan akal-budi kita sampai menjadi “terang”. Bila kita mau memecahkan suatu masalah, maka paham kita harus melebihi masalah itu, sehingga dapat kita tangkap dan kuasai. Tetapi sebaliknyalah yang terjadi, bila kita bertemu dengan Allah yang hidup, yakni; kita “ditangkap” dan “dikuasai.”[25] 

Pernyatan ini menegaskan bahwa sungguh Allah itu transenden, yang tidak bisa dan tidak sanggup untuk diselami dan dipahami oleh pikiran dan perasaan manusia semata atau secara empiris. Ketidakterbatasan Allah adalah kesempurnaan Allah yang oleh-Nya Ia bebas dari semua pembatasan-pembatasan. Untuk mengerti tentang keberadaan Allah didasari pada pokok iman Kristen. Jikalau sepenuhnya ciptaan mengerti seutuhnya Sang Pencipta, itu berarti Ia  bukanlah Allah yang sejati, yang bisa diselami oleh pikiran manusia atau rasio. Karena Ia adalah Allah Tritunggal yang bersifat adikodrati.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Alfredo Reimber dalam tesisnya mengenai “Konsep Allah Dalam Perspektif Thomas Aquinas” bahwa Trinitas adalah masalah iman dan untuk memahami Trinitas harus digunakan bahasa analogi. Pengertian “keluar” dalam hubungannya dengan unsur-unsur, hanya dapat dianalogikan sebagai produk yang dihasilkan dari akal. Karena apa yang keluar dari akal merupakan perwujudan yang paling dekat dengan sifat-sifat Allah.[26]
Menurut Robert, pemahaman kita akan Allah hanya diberitahukan-Nya kepada kita tentang diri-Nya.[27] Namun berbeda dengan pendapat Tong yang mengatakan bahwa Doktrin Allah Tritunggal merupakan wahyu Allah yang diberikan kepada manusia secara progresi,[28] Artinya secara bertahap iman Kristen mengerti dan memahami Allah melalui wahyu-Nya dalam kitab suci.
Istilah Tritunggal belum pernah muncul di Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Dengan demikian istilah Tritunggal tidak pernah dan tidak muncul dalam Alkitab. Akan tetapi, kata Tritunggal pertama kali digunakan oleh Tertulianus pada abad kedua Masehi.[29] Tertulianus merumuskan bahwa, Tuhan Allah adalah satu di dalam substansinya atau zat-Nya dan tiga di dalam persona-Nya atau pribadi-Nya atau oknum-Nya (una substantia, tres personae).[30]
Sementara menurut Tong, ajaran tentang Tritunggal merupakan “suatu konsep yang berbeda dengan agama-agama lain, bukan suatu konsep yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari rasio manusia yang diciptakan oleh Allah, namun ini merupakan suatu konsep yang tidak boleh dihindari oleh manusia karena Allah telah demikian menyatakan diri serta memperkenalkan diri-Nya kepada manusia.”[31]
Karena itu, tidak ada seorangpun yang bisa sampai pada pengenalan akan Allah yang sejati, kecuali melalui wahyu Allah dalam arti bahwa Allah berinisiatif dengan manusia yang mengkomunikasikan dan memperkenalkan diri-Nya sendiri pada manusia. Dalam memahami akan hal ini, hanya perlu untuk belajar teologi artinya bukan untuk mempelajari akan Allah tetapi belajar dan memahami keberadaan manusia sebagai ciptaan yang diciptakan oleh Allah.
Pemahaman seperti ini sudah lumrah di kalangan para teolog bahkan orang awam pun mengertinya. Namun perlu diketahui, bahwa belakang ini suatu aliran yang menyatakan tentang Allah Tritunggal, Allah Dwitunggal dan Allah Esa. Ketiga istilah ini sebagian para teolog tidak sepaham dalam berteolog. Masing-masing saling mempertahankan pendapatnya padahal yang menjadi sumber dari ketiga istilah itu berasal dari substansi yang satu-satu-Nya.
Perspektif tentang Tritunggal dalam kalangan Kristen kontemporer masa kini menyatakan Allah dalam tiga pribadi yang berada di dalam satu natur seperti yang dikatakan oleh Tong yakni, Allah Bapa menyediakan keselamatan dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan artinya sebelum Sang Anak menggenapi keselamatan menjadi rupa insan (inkarnasi), Allah Bapa telah bernubuat dengan mulut-Nya sendiri dan dilanjutkan oleh para nabi untuk menyuarakan kedatangan Sang Anak.
Perihal Ketritunggalan Allah hanya bisa dipahami melalui wahyu khusus Allah dalam kitab suci. Doktrin Allah Tritunggal paling tepat dibicarakan secara ringkas dalam kaitan dengan berbagai proposisi yang akhirnya membentuk satu ringkasan tentang iman Kristen.
Sebagaimana dikatakan oleh Billy Graham dalam bukunya “Roh Kudus”  bahwa:
“Problem utama berkenan dengan doktrin Tritunggal ialah berhubungan dengan pengakuan agama Kristen sebagai yang monotheistis. Kekristenan menolak politheisme, yaitu kepercayaaan akan lebih dari satu Allah. Jawabannya ialah bahwa doktrin Ketigaan pribadi Allah mempertahankan kesatuan Ketuhanan, dan bersamaan dengan itu, mengakui bahwa ada tiga pribadi dalam Ketuhanan yang masih tetap bersifat satu inti.”[32]
Bukti bagaimana Allah bereksistensi sebagai keberadaan yang mencukupi pada diri-Nya telihat jelas di dalam doktrin Trinitas. Dalam suatu kesempatan Cornelius Van Til dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Theologi Sistematik; Problegomena Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah  menjelaskan bahwa:
“Allah secara numeris dan bukan sekadar spesifik berjumlah satu ketika diperbandingkan dengan bentuk keberadan lain, sekarang terlihat memiliki di dalam diri-Nya suatu distingsi di dalam eksistensi yang spesifik dan numeris. Kita berbicara Allah tentang esensi Allah yang dibedakan dari tiga pribadi pada Allah. Kita berbicara tentang Allah sebagai satu pribadi; tetapi kita juga berbicara tentang tiga pribadi di dalam Allah.”[33]

Dapat dikatakan bahwa masing-masing atribut Allah harus diidentikkan dengan eksistensi Allah, namun hal ini dibenarkan ketika membuat distingsi antara atribut-atribut itu, maka dikatakan bahwa masing-masing pribadi pada Trinitas ada pada diri-Nya sendiri adalah sempurna di dalam keilahian, walaupun ada suatu distingsi sejati antara pribadi-pribadi tersebut.

B.                 Metodologi

1.                  Pengertian Apologetika
Apologetika sebenarnya merupakan terminologi yang umum bagi Kekristenan. Namun tidak semua memahami apa yang dimaksud dengan apologetika. Mula-mula apologetika secara tradisional dipahami sebagai “permohonan maaf.” Namun pengertian tersebut tidak selaras dengan maksud dari Injil. Oleh karena itu, perlu bagi Gereja dan orang percaya untuk memahami pengertian dari apologetika. Menurut John M. Frame, definisi dari apologetika adalah ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi pertanggungan jawab tentang pengharapannya.[34] Apologetika dimaksud untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan komprehensif tentang dasar pemikiran dari kepercayaan dalam hal ini adalah iman Kristen.
Pengertian lain dari apologetika seperti yang disampaikan Alister E. McGrath. Menurutnya, apologetika berasal dari kata bahasa Yunani  apologia yang artinya “pembelaan”, terhadap sebuah kasus yang untuk membuktikan tidak bersalahnya orang yang dituduh di pengadilan, atau demonstrasi tentang kebenaran argumen atau keyakinan.[35] Dasar dari pentingnya apologetika tampak pada firman Allah yang disampaikan oleh Petrus, “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1Ptr. 3:15).[36]
Latar belakang penulisan menunjukkan bahwa Surat Petrus ditujukan kepada orang percaya di Asia Kecil (Turki Modern) yang merupakan wilayah Kekaisaran Romawi pada zamannya. Petrus mendorong orang percaya untuk menghadapi kritik dan pertanyaan dari berbagai kalangan untuk menjelaskan dasar dan isi iman mereka dengan kelembutan dan rasa hormat. Bagi Petrus, prinsip dari apologetika adalah tentang membela kebenaran tanpa konfrontasi. McGrath dalam buku Mere Apologetics mengatakan, obyek dari apologetika bukan untuk memusuhi atau mempermalukan orang-orang di luar gereja melainkan untuk membuka mata terhadap kenyataan, keandalan, dan relevansi iman Kristen.[37]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang apologetis Kristen adalah seorang Kristen yang berkomitmen yang termotivasi untuk terlibat dalam pemikiran rasional dan kritis tentang pandangan dunia Kristen agar pandangan tersebut dapat diadopsi. Kesimpulan itu sejalan dengan yang disampaikan oleh Benno van Den Toren dalam buku Christian Apologetics yang menyatakan bahwa apologetika Kristen merupakan suatu refleksi ilmiah tentang kesaksian dan dialog apologetis Kristen sebagai pembenaran intelektual atas kebenaran dan relevansi iman Kristen.[38] Di sini diperlukan pengetahuan yang benar tentang Allah di dalam Yesus Kristus untuk dapat menjadi apologetis atau untuk melakukan pembelaan iman Kristen.

2.                  Metodologi Apologetika
Buku metodologi apologetika yang sudah dikenal secara umum dan diperdebatkan para ahli, yakni Five Views on Apologetics yang diedit oleh Steven B. Cowan menyampaikan lima metode apologetika yang umum digunakan, yakni 1) Classical Apologetics, 2) Evidential Apologetics, 3) Cumulative Case Apologetics, 4) Presuppositional Apologetics, dan 5) Reformed Epistomology Apologetics.[39]

a.                  Classical Apologetics
Classical Apologetics atau metode klasik adalah sebuah pendekatan yang dimulai dengan menerapkan teologi alami untuk membuktikan tentang teisme (wacana tentang Allah) yang benar. Menurut Cowan, setelah eksistensi Allah ditunjukkan, maka metode klasik beralih pada penjelasan atas bukti historis tentang Keilahian Yesus Kristus, kepercayaan Kitab Suci, dan lain-lain untuk menunjukkan versi teisme yang benar ada dalam Kekristenan.[40]
Ada dua tahapan yang harus diperhatikan dalam menerapkan metode klasik, yakni pertama menetapkan atau menjelaskan keberadaan Tuhan secara konteks dan kedua membahas secara mendalam bukti-bukti historis. Contoh sederhana dari metode klasik adalah seseorang tidak dapat menjadikan mujizat sebagai bukti keberadaan Allah. Namun Tuhan dapat membuktikan dengan mengadakan mujizat. Jadi ada bukti bahwa Tuhan itu ada baru kemudian mujizat dapat terjadi.

b.                  Evidential Apologetics
Metode Evidential Apologetics atau yang dikenal dengan Metode Evolusioner merupakan pendekatan “satu langkah” (one-step). Cowan menjelaskan secara sederhana bahwa mujizat bukan sebagai dalil eksistensi Allah.     Namun mujizat dapat menjadi salah satu bukti adanya Allah. Metode ini memanfaatkan argumen filosofis dan historis.[41]

c.                   Cumulative Case Apologetics
Cumulative Case Apologetics atau metode komulatif kasus adalah suatu pendekatan untuk menjelaskan keberadaan dan sifat kosmos, realitas pengalaman religius, objektivitas moralitas, dan beberapa fakta historis lainnya, seperti kebangkitan Yesus.[42]



d.                  Presuppositional Apologetics
Presuppositional Apologetics merupakan metode yang menggunakan pendekatan yang berangkat dari kebenaran Kristen sebagai pembelaan iman Kristen. Cowan menyampaikan bahwa apologetis yang menggunakan metode presuppositional menunjukkan kepada orang-orang tidak percaya bahwa pandangan mereka tentang dunia mereka sendiri tidak memadai untuk menjelaskan pengalaman mereka tentang dunia.[43]

e.                   Reformed Epistomology Apologetics
Reformed Epistomology Apologetics merupakan pendekatan pembelaan iman Kristen yang dipopulerkan oleh John Calvin di mana pemikirannya didasarkan bahwa metode ini tidak selalu membuat argumen yang positif untuk membela iman Kristen. Dasar dari argumen tersebut adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dengan gambar dan rupa Allah, maka orang dapat dengan benar dan rasional untuk datang dan percaya kepada Allah tanpa memerlukan bukti.
Cowan mengatakan bahwa fokus dari metode apologetika reformed epistomology adalah melakukan apologetika negatif atau defensif dengan menempatkan orang-orang tidak percaya dalam situsi percaya kepada Tuhan.[44] Metode ini secara sederhana ingin menyampaikan bahwa argumen ofensif dan defensif dapat digunakan untuk melakukan pembelaan iman Kristen. Umumnya metode reformed epistomology melihat pada kesalahpahaman mendasar mengenai sifat kehendak bebas dan dosa.
Berdasarkan beberapa metode apologetik tersebut, maka metode yang digunakan oleh peneliti ialah “Classical Apologetics” dan “Reformed Epistomology Apologetics” .

BAB III
HIDUP, PELAYANAN DAN PENGAJARAN ERASTUS SABDONO

A.                Biografi Erastus Sabdono
Erastus Sabdono (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 3 Desember 1959; umur 59 tahun) adalah seorang pendeta Kristen Indonesia. Ia pendiri Rehobot Ministry  dan saat ini menjadi Ketua Umum Sinode Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI). Ia dikenal sebagai seorang teolog Kristen di Indonesia, menjadi pengajar kebenaran Alkitab yang kompeten dan inovatif, untuk membangun logika iman umat Kerajaan Surga dalam kebenaran Alkitab. Dia juga penanggung jawab majalah dan renungan harian Truth, serta pembicara diberbagai seminar, Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), Televisi (TV) dan radio, serta penulis buku yang inovatif.[45]
Erastus Sabdono yang akrab dipanggil Pak Eras lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen. Sejak tahun 1976, saat berusia 17 tahun, dia telah mengambil keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu. Sebelumnya, sebagai seorang remaja dia merasa hidup dalam kegelapan (hidup di luar kebenaran) kendati dibesarkan dalam keluarga Kristen.
Lalu pada suatu saat, setahun setelah dia pindah ke Jakarta dari Solo, Jawa Tengah, melintas dibenaknya kenangan kuat sebagai anak Sekolah Minggu. Kemudian, atas kemauan sendiri, Erastus Sabdono datang ke sebuah KKR. Dalam KKR itu, dia mengambil keputusan bertobat dan merasakan cinta mula-mula yang amat indah serta secara simultan bergelora rasa rindu untuk melayani. Setelah itu, dia berketetapan masuk Sekolah Alkitab dan mulai melupakan cita-citanya semula menjadi dokter. Dia pun mulai memberitakan Injil. Saat itu, dia aktif sebagai jemaat di Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Paulus, Jakarta Pusat.
 Kemudian dia aktif dalam pelayanan bidang musik di sebuah gereja kecil. Lalu terlibat dalam pelayanan remaja dan guru Sekolah Minggu. Dari gereja kecil itu dia mengenal Gereja Bethel Indonesia (GBI). Dia pun menyelesaikan studi S1 (S.Th) dari Institut Teologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) sekarang disebut Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (STTBI). Kemudian meraih gelar Master Teologia (M.Th) di STT Jakarta. Lalu, meraih gelar Doktor Teologia dari STT Baptis Indonesia Semarang (STTBI Semarang). Sebelumnya dia menerima gelar Doktor Honoris Causa dari American Christian College.
Erastus pernah dipercaya menjadi ketua umum penginjil Indonesia (1996-1997). Saat itu, dia melihat harus ada perubahan dalam cara berpikir dengan menggunakan logika rohani, yakni pola pikir yang berbasis pada dunia yang akan datang. Dia mengacu pada firman Tuhan: “Di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.” Jadi diperlukan logika rohani sebagai lawan (perubahan) dari pola pikir yang berbasis duniawi.[46]

B.                Pelayanan Erastus Sabdono
Pada usia 17 tahun, Erastus Sabdono mengambil keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu setelah pindah dari Solo ke Jakarta atas keinginannya sendiri. Saat itu ia menjadi jemaat GPIB Paulus Jakarta. Dalam sebuah KKR, ia memutuskan untuk meninggalkan cita-citanya menjadi dokter dan mengambil keputusan untuk masuk Sekolah Alkitab.
Pada tahun 1987, Erastus Sabdono bersama dengan teman-teman belajarnya melayani di sebuah jemaat kecil yang dikenal sebagai gereja gubuk reot berukuran 10x5 meter di Perdatam, Kalibata, Jakarta Selatan. Jemaatnya hanya belasan orang. Ibadah pujian dan penyembahannya hanya diiringi gitar dan ketipung. Gereja kecil ini adalah GBI Rehebot. GBI Rehobot tersebut pun dilanjutkannya hingga terus berkembang. Kendati pada awal perkembangannya tidak terlalu cepat karena dia juga masih harus melayani di beberapa tempat diantaranya menjadi salah satu pembicara utama di GBI Tiberias, bahkan sebagai dosen yang mengajar teologi dan etika Kristen di STTBI. Sebelumnya ia pernah menjadi Ketua STTBI/Seminari Bethel pada tahun 2005–2009.[47] Di Seminari Bethel tersebut dia mengabdi selama 21 tahun. Sehingga, kala itu, dalam satu minggu dia berkhotbah hingga 8 kali, tetapi hanya satu kali di Rehobot.
Kemudian, dia mengambil keputusan bertobat sebagai pendeta dan keluar dari Tiberias, untuk konsentrasi di Rehobot, sekaligus belajar bagaimana menyelenggarakan gereja sesuai dengan pola Alkitab. Suara hati pertobatannya sebagai pendeta dituangkannya dalam lirik lagu: “Di jalan itu kusesat, di rimbun rimba keputusanku/ Apa yang ku pandang baik, ternyata timbunan ambisi/ Di ujung hatiku nyeri meradang, duka sesalnya hati/ Kulukai perasaan dan abaikan isi hati-Mu
Sejak 1987, dia menggembalakan jemaat Tuhan di GBI Rehobot, Jl. Sarinah 1/7 Jakarta Selatan. Dia ingin mengaplikasikan pertobatannya sebagai pendeta dengan keberanian sebagai pendeta pengajar yang tidak populis dengan penuh janji-janji dan klaim teologi kemakmuran, mujizat-mujizat penyembuhan dan berkat duniawi; tetapi dengan konsisten dan inovatif membangun kedewasaan logika iman para jemaat dalam kebenaran Alkitab. Jikalau tidak ada rencana, maka tidak punya keberanian untuk membuka ibadah di gedung. Kendatipun lokasi gereja tidak cukup menunjang, maka dengan sukacita dan rela, Erastus Sabdono membagikan kebenaran Firman Tuhan ke berbagai gereja guna menyingkapkan kebenaran Allah yang mendewasakan jemaat.
Lalu, dalam perkembangannya dan atas desakan beberapa teman akhirnya sejak pertengahan tahun 2000 dibuka dan dibangun juga ibadah (kebaktian) di gedung-gedung dan pusat keramaian di beberapa tempat. Hal ini menurut dia bahwa bukan bermaksud untuk menyaingi gereja lain, turut berkonkurensi atau berkompetensi memindahkan jemaat gereja lain ke kandang Rehobot; tetapi Rehobot Ministry hendak menjawab kebutuhan banyak orang Kristen yang sudah keluar dari hidup agamawinya, yaitu tidak menjadikan Kekristenannya sekedar agama, tetapi jalan hidup.[48]
Dalam setiap membuka ibadah, Erastus Sabdono harus lebih dulu mempersiapkan pemimpin, supaya visi dan logika rohaninya dapat tercapai. Sama halnya dengan pelayanan firman yang diundang untuk berkhotbah di Rehobot bukan hanya mereka yang memiliki nama yang kondang sebagai pengkhotbah yang laris di pasaran, tetapi mereka yang mengerti apa yang Yesus ajarkan. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 2018 Erastus Sabdono mendirikan sinode GSKI, dan sekarang menjabat sebagai Ketua Umum GSKI.


C.                Pokok Pengajaran Erastus Sabdono
Sehubungan dengan klaim Erastus Sabdono yang menyatakan bahwa pengertian/pengajarannya telah “berkembang” sehingga berbeda dan tidak bisa menyesuaikan diri lagi dengan pengajaran GBI , sehingga menyatakan diri keluar dari Sinode GBI dan membentuk Sinode baru, serta begitu banyak ilmu yang sudah dipelajari secara mendalam khususnya terkait dengan teologi dan penafsiran Alkitab maka dengan ini peneliti memberikan beberapa pokok pengajaran menurut Erastus Sabdono:




1.                  Allah  itu  Dwitunggal
Roh Kudus selalu  menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Berbeda dengan Yesus yang ketika menjadi manusia bisa memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa, sehingga ada risiko terpisah selamanya dari Bapa. Lagi pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu tidak setara.
Selanjutnya dalam karya penciptaan alam semesta ini, Erastus Sabdono menyimpulkan bahwa dalam Kejadian 1:26-27 ternyata Allah Bapa dalam mengerjakan karya penciptaan, Ia tidak sendirian tetapi bersama dengan Tuhan Yesus, Putra Tunggal-Nya. Hal ini menunjukan bahwa hanya Allah Bapa dan Allah Anak yang menciptakan segala yang ada dan Roh Kudus tidak disebutkan atau dilibatkan dalam karya penciptaan. Sangatlah nampak bahwa Erastus Sabdono tidak mengakui ketritunggalan Allah tetapi Dwitunggal.[49]
Erastus Sabdono mengatakan bahwa dalam pernyataan Tuhan Yesus ketika Ia berdoa kepada Bapa. Hal ini hanya menunjuk  kepada dua Pribadi, yaitu Pribadi Bapa dan Pribadi Anak, tetapi Roh Kudus tidak disebutkan. Doa Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 17:21 demikian “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Sesuai dengan doa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus di atas dan penjelasan sebelumnya bahwa Roh Allah adalah Roh Bapa yang sama dengan Roh Kudus, maka bisa dimengerti apa sebabnya Yesus tidak   menampilkan Roh Kudus. Kemudian kesannya hanya ada dua Pribadi. Inilah yang tidak menutup kemungkinan adanya sebutan Dwitunggal. Mengapa bisa demikian? Hal ini sangat tergantung pengertian seseorang terhadap Roh Kudus. Siapa dan apa Roh Kudus itu.[50]

2.                  Allah Bapa Mensubordinasi Allah Anak
Erastus Sabdono mengatakan bahwa perihal akan Allah Tritunggal khususnya dalam lembaga Elohim, Allah Bapa Pribadi yang Mahatinggi lebih dari Allah Anak (Tuhan Yesus) sebagaimana yang dikatakannya bahwa;
“Allah Bapa adalah Pribadi yang menyimpan misteri tak terbatas dan tidak terduga. Allah Bapa adalah Pribadi Yang Mahatinggi lebih atau di atas Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang Mahatinggi. Untuk selamanya Allah Bapa tidak pernah kelihatan karena Allah Bapa itu Pribadi Agung di balik penciptaan yang dilakukan Anak Bapa atau yang disebut sebagai Logos yang menentukan pengaturan jagat raya tanpa batas ini. Dari kekal sampai kekal, Dia tidak pernah berubah. Dialah Pribadi yang mengutus Anak-Nya Yesus Kristus turun ke dunia.”[51]
 
Allah Bapa adalah Pribadi yang selamanya tidak bisa dikenal dengan sempurna, sebab sesungguhnya Dia adalah misteri segala misteri. Karena itu Bapa dan Anak tidak sejajar tetapi memiliki hirarki dimana Bapa lebih besar dari Anak. Bapa dengan Tuhan Yesus benar-benar bisa terpisah, dan Anak juga bisa gagal.[52] Keberadaan Allah Bapa adalah keberadaan yang tidak pernah terpahami atau dimengerti dengan sempurna oleh rasio manusia. Dan kalau seandainya Bapa menampakkan diri, penampakan-Nya tidaklah mewakili keberadaan-Nya secara sempurna dan utuh. Sebab Dia tidak terbatas, yang tidak dapat dibatasi oleh apapun dan siapapun.[53]



3.                  Roh Kudus Adalah Pribadi Ketiga Secara Relatif
Erastus Sabdono mengatakan bahwa Apakah Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal? Tentu saja “bisa” dijawab “ya”, sebab Roh Kudus adalah representasi dari Allah (Elohim), Bapa dan  Putra Tunggal Bapa atau Tuhan Yesus. Bila jawabannya  menggunakan kata “bisa”, ini berarti tidak mutlak”. Harus diingat bahwa Roh Kudus bukan Allah Bapa dan juga bukan Allah Anak.
Roh Kudus bukan Pribadi Anak juga bukan Pribadi Bapa. Roh Kudus; Roh-Nya Allah Bapa sendiri. Harus dicatat di sini bahwa Roh Kudus bukan Roh yang keluar dari Tuhan Yesus, tetapi keluar dari Bapa. Ketika Roh Kudus berurusan dengan manusia dan hadir di tengah-tengah kehidupan, seakan-akan terpisah dari Pribadi Allah Bapa, padahal tidak. Roh Kudus adalah Roh-Nya Bapa, jadi Roh Kudus atau Roh Allah tidak pernah dapat terpisah dari Pribadi Allah Bapa.[54]
Apakah Roh Kudus adalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal? Bisa dijawab “tidak” bila dikaitkan dengan relasi-Nya yang tidak dapat terpisah dari Allah Bapa. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Roh Kudus bukan Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal. Mengapa? Sebab Roh Kudus mengalir dari Allah Bapa dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian mutlak dari Allah Bapa (Yoh. 15 15:26). Tidak mungkin Roh Allah atau Roh Kudus bisa berdaulat mandiri tanpa ikatan dengan Allah Bapa sama sekali, sebab Alkitab tidak pernah menunjukan bahwa Roh Kudus dapat terpisah dari Allah. Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Allah Bapa sendiri. Dalam hal ini, kehadiran Roh Allah menunjukan kehadiran Allah Bapa sendiri.
Tersirat di dalam Alkitab bahwa pribadi adalah entitas yang bisa berdaulat dengan kemandirian penuh seperti Tuhan Yesus, Lusifer dan para malaikat, serta manusia. Jadi, Roh Kudus juga bisa dikatakan  bukan Pribadi Ketiga sebab tidak ada penjelasan atau kesan atau isyarat bahwa Roh Kudus bisa mandiri atau terpisah dari Allah sama sekali. Kalau Lusifer, malaikat bisa memberontak kepada Allah; juga Yesus memiliki peluang tidak taat kepada Allah seperti manusia; tetapi Roh Kudus tidak akan pernah memberontak kepada Allah, sebab Roh Kudus adalah Roh Allah Bapa sendiri yang tidak akan pernah bisa mandiri dan berdaulat sendiri secara mutlak.
Sebenarnya kalau dikatakan bahwa Roh Kudus Pribadi Ketiga, maka seakan-akan atau kesan yang bisa timbul adalah Roh Kudus bisa terpisah dari Allah Bapa. Padahal Roh Kudus adalah cara kehadiran Allah Bapa di segala tempat, zaman, dan waktu. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Roh Allah atau Roh Kudus sebagai Allah yang Mahahadir. Roh Allah atau Roh Kudus adalah kuasa Allah yang menegakkan semua tatanan Allah dan yang menjadi pelaksana semua kehendak Allah. Itulah sebabnya ketika Tuhan Yesus menjadi manusia, dunia tidak menjadi chaos (kacau), sebab pelaksana pemerintahan Allah secara langsung yang mengatur tatanan adalah Roh Allah atau Roh Kudus ini.
Akhirnya, Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan sebagai Pribadi Ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan mutlak sebagai Pribadi Ketiga, maka penjelasan mengenai Allah yang Esa menjadi sangat sulit dan kacau. Penjelasan mengenai Allah Tritunggal menjadi Absurd, tidak masuk akal, mustahil, dan benar-benar aneh. Sejatinya yang benar adalah Allah Bapa ada di surga, Allah Anak duduk di sebelah kanan Allah Bapa menerima kuasa pemerintah, adapun Roh Allah atau Roh Kudus hadir di mana-mana mewakili Lembaga atau Institusi Allah (Elohim) yang mengatur semua tatanan kehidupan di jagat raya ini. Kuasa penyelenggaraan pemerintahan Tuhan Yesus sendiri bersumber pada kuasa Allah Bapa di dalam atau melalui Roh Allah atau Roh Kudus. Jadi pernyataan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dari Tritunggal bersifat relatif, tidak mutlak; tergantung dari sudut mana pernyataan itu berangkat atau dari kita memandang.[55]

4.                  Roh Kudus Adalah Kuasa Dari Allah Yang Ber-Pribadi
Dalam Alkitab dapat ditemukan tindakan Allah Bapa dan Anak sebagai Pribadi yang bisa terpisah. Klimaksnya adalah ketika Tuhan Yesus menjadi manusia. Tuhan Yesus benar-benar terpisah dari Allah Bapa, Ia menjadi manusia yang memiliki resiko kemungkinan terpisah dari Allah Bapa selamanya. Tuhan Yesus sendiri di atas salib juga menyatakan bahwa Bapa-Nya yang disebut Allah-Nya meninggalkan diri-Nya (Mrk. 15:34).
Perpisahan Pribadi dengan Bapa ini membuka kemungkinan Tuhan Yesus memiliki kehendak sendiri yang berbeda dengan kehendak Bapa.[56] Hal mana sangat berbeda dengan Roh Kudus. Tidak pernah Roh Kudus atau Roh Allah bergerak tanpa melakukan apa yang Allah inginkan. Ia tidak pernah berdiri sendiri. Ia hanya melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Dalam PB, Roh Kudus menjadi utusan Bapa dan segala sesuatu yang dilakukan-Nya pasti selalu sesuai dengan kehendak Bapa secara tepat sempurna. Jikalau Roh Kudus bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah Bapa, itu berarti Allah Bapa berkepribadian ganda.
Sejatinya, Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-Pribadi yang melingkupi jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak karena Ia seperti angin, maka Ia disebut sebagai Roh. Tidak ada tempat yang tidak dalam lingkupan Roh Allah atau Roh Kudus (Mzm. 139:5-9). Oleh karena itu, Allah disebut sebagai Mahahadir. Akan tetapi dapat dicatat bahwa kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah bukan berarti kehadiran Pribadi Allah Bapa sendiri Yang Mahakudus. Allah selalu bersemayan di surga (Mzm. 2:4; 14:2; 33:13; 53:3; 1-3:19) dan lain-lain), jadi yang hadir adalah Roh-Nya.[57]
Perihal Doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dengan kalimat awal “Bapa Kami yang di surga” ini menunjukkan bahwa Allah Bapa tidak ada dimana-mana, Ia ada surga. Tetapi kehadiran Roh Kudus selain merupakan representasi dari Allah Bapa, juga representasi Allah Anak, yang sudah tentu Allah Anak kembali ke tempat semula pasca kebangkitan-Nya, yaitu duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dalam hal ini Roh Kudus sebagai fasilitas milik Allah Bapa dan Allah Anak yang melingkupi jagad raya ini.
Berbicara mengenai fenomena bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa, sebagai perbandingannya adalah Tuhan Yesus yang juga berkata bahwa Diri-Nya datang atau juga bisa dikatakan keluar dari Bapa. Hal ini diperoleh dari pernyataan Tuhan Yesus sendiri dalam Injil Yohanes 16:28 yang tertulis: “Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.”
Sabdono mengatakan bahwa kata datang dari Bapa lebih tepat diterjemahkan keluar dari Bapa. Kata datang dalam teks aslinya ialah ekserkhomai (ekserkhomai). Kata ekserkhomai, lebih berarti go out, come out, get out, go away (pergi keluar, keluar). Kata ekserkhomai (ekserkhomai) tidak sama dengan ekporeuomai (ekporeuomai). Kalau Roh Kudus keluar dari Bapa, berarti Roh Kudus masih tetap secara terus menerus ada hubungan dengan Bapa, yaitu bahwa Roh Kudus mengalir terus menerus ekporeuomai (ekporeuomai) dari diri Bapa; sedangkan Tuhan Yesus keluar (ekserkhomai). Dalam hal ini seakan-akan Tuhan Yesus keluar dari Bapa dan bisa berstatus terputus, bisa menjadi Pribadi yang terpisah dari Bapa (bisa mandiri dan berdaulat secara mutlak atau sama sekali terpisah dari Bapa).[58]

5.                  Allah Bapa Tidak Mahahadir Dan Allah Anak Tidak Mahahadir
Alkitab tidak pernah menyebut Roh Bapa selain dalam Matius 10:19-20, yaitu pernyataan Tuhan Yesus yang menjamin bahwa Roh Bapa akan memberikan perkataan di bibir orang percaya ketika mereka diperhadapkan kepada penguasa-penguasa dunia yang menganiaya orang Kristen. Tuhan Yesus mengatakan: Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. Maksud Roh Bapa dalam ayat ini adalah Roh Allah atau Roh Kudus (1Kor. 12:8). Ayat ini menunjukan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh-Nya Bapa sendiri.
Mengapa dalam PB Roh Allah sering disebut sebagai Roh Kudus? Roh Allah disebut sebagai Roh Kudus sebab Roh ini dimateraikan dalam kehidupan orang percaya (Ef. 1:13). Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu). Dimeteraikan artinya distempel atau ditempelkan. Dalam hal ini tubuh orang percaya menjadi bait Roh Kudus, sebab orang percaya telah dibeli dengan harga lunas dibayar (1Kor. 6:19-20). Sejak orang percaya dimeteraikan dengan Roh Allah, ia harus berwaspada sebab perasaan Allah akan lebih bereaksi terhadap semua tindakan orang percaya tersebut. Dengan sebutan Roh Kudus, orang percaya diingatkan untuk hidup kudus sama seperti Bapa adalah kudus (1Ptr. 1:16).
Untuk memperjelas Roh Allah atau Roh Kudus adalah Roh Allah Bapa sendiri, harus diperhatikan 1 Korintus 2:11 yang berbunyi: Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. Roh manusia tidak mungkin bisa terpisah dari diri manusia atau diri seseorang. Di mana ada roh manusia di situ ada pribadi manusia dengan seluruh keberadaan fisiknya.
Hal ini berbeda dengan Allah, Roh Allah bisa hadir di mana-mana tanpa Pribadi Allah Bapa sendiri. Mengapa bisa demikian? Tentu saja bisa, sebab dimensi ke-Ilahian-Nya yang tidak terbatas memungkinkan hal tersebut. Bapa ada di tempat yang Mahatinggi di terang yang tidak terhampiri, tetapi Roh-Nya hadir di mana-mana, Roh-Nya itulah Roh Allah atau Roh Kudus.[59]
Keberadaan Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak di surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi jagad raya melaksanakan kehendak dan rencana-Nya, hal ini menunjukkan keunggulan atau supremasi Allah dibanding berbagai dewa-dewa yang mengembara dan bergelandangan di banyak tempat. Bagaimanapun, ada tahta Allah yang berbeda tempat dan tingkatan dengan makhluk ciptaan. Jikalau Tuhan Yesus menambahkan Bapa di surga, hal itu adalah untuk membedakan Bapa yang benar, yaitu yang di surga dan banyak bapa yang tidak ada di surga; ilah-ilah bergelandangan di bumi.
Bapa adalah Pribadi yang memiliki tempat tertentu yang permanen, di tempat yang Mahatingi di terang yang tidak terhampiri. Bapa yang memiliki tempat di surga (di atas segala sesuatu), maka Ia juga berkuasa memerintah dan berdaulat atas semesta alam tiada batas ini. Karena itu, Roh Allah atau Roh Kudus disebutkan sebagai representasi dari Allah Bapa dan Allah Anak yang melingkupi segala sesuatu.[60]
Dalam Yohanes 15:26 tertulis: Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Allah Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Roh Kudus keluar dari Allah Bapa dan dan tidak pernah menjadi Pribadi yang terpisah dari diri Bapa. Kata keluar dalam Yohanes 15:26 teks aslinya adalah ekporeuomai (ekporeuomai), selain berarti to go forth, go out depart (keluar, berangkat dari, datang dari), juga berarti proceed (meneruskan atau melanjutkan). Kata ekproreuomai lebih mengandung pengertian mengalir terus menerus (to flow forth) dan juga berarti menyebar keluar (to spread abroad). Hal ini menunjukan suatu relasi antara Bapa dan Roh Kudus yang tidak pernah bisa putus, seperti arus listrik dengan sumber pusat tenaga listriknya.
Itulah sebabnya kalau dikatakan bahwa Roh Kudus seperti arus listrik yang mengalir keluar dari sumber pusat tenaga listrik, itu mengandung sebagian kebenaran. Sebagian saja artinya hanya aspek saja, bukan kebenaran secara penuh, sebab kebenaran harus dilihat dari semua aspeknya. Misalnya dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang cerdas. Itu hanya sebagian kebenaran, sebab manusia memiliki banyak aspek atau dimensi. Kecerdasan manusia barulah satu aspek dari banyak aspek yang ada dalam eksistensi manusia. Terkait dengan Roh Kudus, pandangan bahwa Roh Kudus bukan hanya tenaga aktif yang keluar dari Bapa, menjadi inspirasi yang baik untuk membuka rahasia mengenai Allah Tritunggal. Dengan pandangan ini penjelasan mengenai Allah Tritunggal dilengkapi, sehingga menjadi sangat jelas.[61]
Dalam banyak ayat di dalam Alkitab sering muncul pernyataan bahwa Roh Allah atau Roh Kudus didukacitakan. Roh Kudus dapat didukacitakan, ini berarti Ia memiliki perasaan (Yes. 63:10; Ef. 4:30). Berkenan dengan hal ini, Alkitab juga jelas menunjukan bahwa Roh Kudus dapat dihujat (Mat. 12:31-32). Berbicara mengenai penghujatan Roh Kudus sebenarnya semakin memperjelas Allah Tritunggal, bahwa satu-satunya representasi Allah yang memenuhi jagat raya dan yang bekerja di hati manusia hanyalah Roh Kudus. Sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak di surga. Itulah sebabnya kalau Roh Kudus dihujat atau yang sama dengan tidak dihargai, maka tidak ada wakil Allah yang lain. Kalau Tuhan Yesus menyatakan bahwa Ia menyertai orang percaya sampai akhir zaman, maksudnya adalah bahwa Ia menyertai orang percaya di dalam dan melalui Roh Kudus.[62]


















BAB IV
TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN
ERASTUS SABDONO

Pada bagian ini, peneliti melakukan analisis terhadap pokok-pokok pengajaran Erastus Sabdono dengan mengunakan metode “Classical Apologetics” dan “Reformed Epistomology Apologetics”, yaitu sebuah pendekatan yang dimulai dengan menerapkan teologi alami untuk membuktikan tentang teisme (wacana tentang Allah) yang benar. Dan pendekatan pembelaan iman Kristen dengan kata lain, segala pengajaran Erastus Sabdono akan ditinjau dari pernyataan-pernyataan tentang Allah yang benar, baik di PL maupun di PB. Adapun pokok-pokok pengajaran yaitu sebagai berikut:

A.                Analisis Terhadap Pokok Pengajaran Erastus Sabdono, Bahwa Allah Itu Dwitunggal

Erastus Sabdono dalam pengajarannya, ia mengatakan bahwa Roh Kudus selalu  menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Sehingga ia menyimpulkan bahwa Allah itu Dwitunggal dan bukan Tritunggal.
Tertulianus seorang teolog latin merumuskan Ketringgalan Allah bahwa “Jika Allah bukan satu, maka tidak ada Allah.” Dalam pengertian bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan "satu dalam esensi, bukan satu dalam Persona". Ia mengunakan istilah pribadi dan substansi bagi Allah yang mewahyukan diri-Nya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Jadi Tritunggal berarti satu substansi (menggantikan kata natur dan esensi) dalam tiga pribadi.[63]
Sesuai dengan Doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17: 5, Athanasius mengatakan bahwa bahwa Bapa ada di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa, bukan dipaami seolah-olah Mereka dikosongkan ke dalam satu sama lain,seolah-olah tidak satu pun Pribadi yang lengkap dalam diri-Nya sendiri, dalam pengertian bahwa Bapa dan Anak bukanlah dua keberadaan yang terpisah, tetapi Mereka juga bukan satu keberadaan yang diberi  nama dua kali. Mereka adalah dua, karena Bapa adalah secara kekal Bapa dan bukan Anak, dan Anak secara kekal Anak dan bukan Bapa.[64]
Kemudiaan Athanasius mengatakan bahwa Roh Kudus disatukan secara tidak terpisahkan dengan Bapa dan Anak. Karena Roh Kudus keluar dari Bapa, Ia selalu ada di tangan Bapa, yang mengutus-Nya, dan di tangan Anak, yang menyalurkan-Nya. Ia bersatu dengan ke-Allahan Bapa dan Anak. Maka, pada zaman Musa, Allah memimpin umat melalui Firman di dalam Roh. Roh ada di dalam Kristus seperti Anak ada di dalam Bapa. Apa yang dikatakan dari Allah melalui Kristus di dalam Roh.[65]
Menurut Basil bahwa Roh Kudus ditempatkan oleh Tuhan setara dengan Bapa dan Anak dalam formula baptisan (Mat. 28:19).[66] Semua istilah dan deskripsi yang hanya dapat dimiliki oleh Allah. Mereka yang disucikan, Roh Kudus jadikan rohani melalui persekutuan dengan diri-Nya dan menyalurkan karunia-karunia suk acita tanpa akhir, tinggal di dalam Allah, keberadaan yang dijadikan seperti Allah, dan tertinggi dari semua, keberadaan yang dijadikan Allah.
Secara eksplisit dalam Alkitab, Roh Kudus adalah Pribadi yang mutlak dalam ketritunggalan Allah dan karena Roh Kudus memiliki natur tertinggi, sebuah esensi yang intelijen, tidak terbatas dalam kuasa, tidak terbatas dalam kebesaran, tidak terukur oleh waktu atau zaman, menyempurnakan segala sesuatu yang lain, tetapi diri-Nya sendiri tidak kekurangan apa pun, pemberi hidup, maha hadir, memenuhi segala sesuatu dengan kuasa-Nya.[67]
Sejalan dengan Gregory yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dalam esensi, tiga dalam Pribadi, terbagi tanpa pemisahan, dan bersatu tanpa pencampuran. Dalam esensi, Ia tidak dapat dipahami secara tuntas dan tidak mungkin untuk menentukan batasnya. Pribadi-Pribadi ini berelasi, karena Anak menyiratkan Bapa, dan Bapa adalah Bapa dalam relasi dengan Anak.[68] Dalam karyanya yang berjudul On the Holy Trinity and of the Godhead of the Holy Spirit to Eustathius, yang mungkin ditulis pada tahun sebelum Konsili Konstantinopel, Gregory memberikan argumen yang senada dengan, dengan mengatakan bahwa kita mengenal Allah bukan dari esensi-Nya, tetapi dari karya-karya-Nya. Karya-karya ketiga Pribadi itu adalah satu, sehingga kita menyimpulkan bahwa natur Mereka adalah satu. Karya-karya ini tidak dapat dipisahkan karena tidaklah mungkin untuk memisahkan Roh Kudus dari karya apa pun yang dilakukan Bapa dan Anak. Trinitas adalah satu ke-Allahan. Dengan demikian Anak tidak dapat dipisahkan dari Roh Kudus.[69]
Roh Kudus ditempatkan setara dengan Bapa dan Anak karena persekutuan natural. Persekutuan ini sangat jelas dalam karya penciptaan. Penyebab orisinal dari semua perihal yang diciptakan adalah Bapa, penyebab kreatif adalah Anak, dan penyebab yang menyempurnakan adalah Roh Kudus. Namun prinsip utama dari ini yang eksis ialah Satu yang menciptakan melalui Anak dan menyempurnakan melalui Roh Kudus.
John Calvin mengatakan bahwa sesungguhnya Allah yang mulia dan agung yang disembah umat-Nya adalah Allah Tritunggal. Tritunggal berarti Tiga Pribadi  yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah. Sebutan Bapa, Anak dan Roh Kudus menyatakan kepada umat-Nya adanya distingsi yang rill,[70] sehingga tidak seorangpun boleh berpikir bahwa ketiga sebutan tersebut hanyalah tiga gelar yang dikenakan kepada Allah sekadar untuk merujuk kepada-Nya dengan cara-cara yang berbeda. Ketiga Pribadi yang dimaksudkan oleh John Calvin Ketiga Pribadi ini tidak meruntuhkan kesatuan Allah, karena keberadaan-Nya adalah satu. Ketiga Pribadi Mengimplikasikan distingsi, bukan pembagian.[71]
Hak Jon Lee di dalam karyanya, Covenant and Communication: A Christian Moral Conversition With Jurgen Habermas, mengatakan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus bukanlah Pribadi-Pribadi yang berdiri sendiri, Allah Tritunggal tidak saling merelatifkan Pribadi-Pribadi yang ada pada diri-Nya tetapi merupakan satu (kejamakan-Nya) di dalam diri-Nya sendiri. Inti dari Ketritunggalan Allah tersebut ialah kesatuan sosial di dalam persekutuan kebebasan, kasih dan kebenaran sebagai eksistensi dari keberagaman yang ada pada diri-Nya.
Kesatuan dari Pribadi-Pribadi Ilahi yang jamak tersebut bukan juga saling mencurigai dan tidak saling mempercayai. Tetapi dinamis, saling berkomunikasi, jamak dan saling berelasi di dalam kepelbagaiannya. Pribadi-Pribadi yang jamak tersebut (Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus) merupakan Pribadi yang setara serta disatukan sebagai yang tunggal di dalam kasih.[72] Ketritunggalan dalam kasih, C. Groenen OFM menjelaskan bahwa Allah, Yesus Kristus, Tuhan dan Rohulkudus memegang peranan dalam pelaksanaan keselamatan manusia.[73]
Itulah jalan pemikiran PB, maka tidak mengherankan bahwa ketiga pelaku yang berperanan dalam tata penyelamatan disebut bersama-sama. Allah Bapa ialah Allah yang menjadi awal mula penyelamatan dan perwujudannya. Allah Bapa adalah awal dan akhir tujuan seluruh rencana dan pelaksanaan penyelamatan, Allah yang melalui Anak-Nya dan dalam Roh Kudus-Nya menawarkan dan memberikan diri kepada manusia berdasarkan kasih-Nya yang tak terbatalkan.
Roh Kudus berbeda dari Bapa dan Anak. Sebagaimana yang di sampaikan oleh Robert Letham bahwa:
Ketiga Pribadi saling berbeda secara tidak dapat direduksi artinya bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus bukan sekadar relasi-relasi subsisten ditunjukkan oleh Inkarnasi. Menjelma menjadi manusia, Anak memasukkan natur manusia ke dalam persatuan pribadi, dan itu untuk kekekalan. Hal ini Bapa dan Roh Kudus tidak melakukannya. Anak selamanya disatukan dengan kemanusiaan, hal mana tidak terjadi pada Bapa dan Roh Kudus.
Sangat jelas menunjuk pada fakta bawa Bapa, Anak dan Roh Kudus saling berbeda, berbeda secara tidak dapat direduksi, dalam cara-cara yang tidak dapat dipahami manusia. Anak secara kekal berbeda dari Bapa dan Roh Kudus. Sama seperti itu, dapat disimpulkan dengan benar bahwa Roh Kudus berbeda dari Bapa dan Anak.[74]  Ini demikian selamanya, sementara bersamaan dalam waktu karya Trinitas yaitu berkenaan dengan dunia yang diciptakan hal ini tidak dapat dipisahkan. Ketiga Pribadi berkarya bersama-sama sebagai satu karena Mereka adalah satu keberadaan.
Doktrin mengenai Roh Kudus keluar dari Allah Bapa berdasarkan Yoh. 15:26 dan juga kenyataan bahwa Roh Kudus disebut juga Roh Kristus dan Roh Anak Allah (Rm. 8:9; Gal 4:6), dan Kristus mengirim-Nya ke dalam dunia. Keluarnya Roh Kudus dari Bapa dan Anak disebut spirasi[75] yang adalah keistimewaan-Nya. Berdasarkan kenyataan bahwa Roh Kudus keluar dari Allah Bapa dan Allah Putra, maka Ia dikatakan berdiri dalam relasi terdekat yang mungkin ada dengan kedua pribadi yang lain. 1 Korintus 2:10-11 mengatakan bahwa Roh Kudus sangatlah erat berhubungan dengan Allah Bapa sama seperti antara manusia dengan jiwanya sendiri.
Secara jelas dalam PB tercatat bahwa Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus tidak ada keterpisahan satu sama lainnya. Karena para penulis PB secara wajar mengalihkan yang satu dengan oknum lain, dan memberikan kepada masing-masing sifat-sifat, tindakan dan penyembahan yang hanya diperuntukkan bagi Allah. Masing-masing adalah Oknum tersendiri, namun baik Yesus Kristus maupun Roh Kudus dalam keberadaan apapun adalah sama dan setara dengan Allah Bapa.
Ajaran Tritunggal ini bukanlah buah pemikiran manusia atau penemuan spekulasi, tetapi Allah sendiri dalam firman-Nya menyatakan bahwa Ia adalah Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, satu dan tiga.[76] Tritunggal ini merupakan rahasia besar yang tak dapat terpecahkan dan dirumuskan secara matematis. Sebagaimana yang katakan Kenneth R. Samples, Sebab Allah telah mengungkapkan diri-Nya sebagai satu dalam esensi dan substansi (keberadaan) namun tiga dalam subsistensi (kepribadian). Sehubungan dengan apa Allah itu (esensi), Allah hanya ada satu; sehubungan dengan siapa Allah itu (subsistensi), Allah adalah tiga. Jadi, secara filosofis, Allah adalah “satu Apa” dan “tiga Siapa.”[77]
Leonardo Boff mengatakan bahwa ajaran tentang Allah Tritunggal merujuk pada kesatuan dan keutuhan komunio ilahi yang terdiri dari tiga pribadi yang berbeda namun setara dalam martabat dan aktivitas dalam relasi kasih dan kehidupan yang timbal balik. Karena itu Roh Kudus dipersamakan dengan Bapa, dan Anak.[78] Dalam ucapan pembaptisan (Mat. 28:19) dan dalam berkat rasuli (2Kor. 13:13) Roh Kudus dipersamakan dengan Bapa dan Anak sedemikian rupa sehingga teranglah kepribadiaan-Nya sebagai Allah yang sejati. Ia bukan hanya daya yang abstrak atau kuasa tetapi seorang Pribadi. 
Sejak semula, dan untuk selama-lamanya, Tuhan Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Pencipta, Penyelamat dan Pembebas umat-Nya. Hadiwijono menjelaskan bahwa Sejak PL, Allah adalah satu yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Hal ini sangat nyata dan jelas dalam diri Tuhan Yesus Kristus, Firman yang menjadi manusia. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Tritunggal di dalam segala karya-Nya, dan Tritunggal di dalam hakekat-Nya sebagai sekutu umat-Nya sejak dulu, sekarang sampai selamanya.[79]
Roh Kudus adalah Dia yang disatukan dengan Bapa melalui satu Anak, melengkapi Trinitas yang patut dipuja dan penuh berkat. Akan tetapi, Roh Kudus dalam relasi-relasi-Nya dengan Bapa berdistingsi terhadap Anak. Roh Kudus adalah dari Allah, bukan dengan cara yang sama seperti segala sesuatu lainnya. Berasal dari Dia, tetapi sebagai keluar dari Allah, bukan melalui generatio, seperti Anak, tetapi sebagai nafas dari mulut-Nya.[80]
Walaupun Alkitab tidak mencacat hal ini bahwa Allah itu Tritunggal, namun, secara implisit Allah itu Tritunggal. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tong bahwa “pada waktu Allah Pencipta mengatakan, “Marilah Kita menciptakan  manusia” di sini Dia mewahyukan suatu pikiran yang penting, meskipun tidak terlalu jelas, bahwa Allah itu lebih dari satu Pribadi. Kita di dalam Kejadian 1:26 ingin menunjukan bahwa itu adalah perundingan di antara Pribadi-Pribadi yang berada di dalam Diri Allah yang esa. Di sini Doktrin Tritunggal sudah dinyatakan walaupun dalam bentuk yang tidak jelas.[81] Soedarmo mengatakan bahwa dalam “Kejadian 1:26 dinyatakan dengan jelas, bahwa pada keesaan Allah ada kejamakan oknum. Oknum-oknum inilah yang bermusyawarah dalam menjadikan manusia.”[82]
Hal yang sama disampaikan oleh Edison TT Hasibuan bahwa sebutan yang benar ialah bahwa Allah yang esa itu adalah Allah Tritunggal, Allah yang maha esa dalam tiga jenis tindakan, Allah pencipta manusia, Allah penyelamat manusia dan Allah pemelihara manusia: tiga jenis karakter dan tiga bentuk kuasa: kuasa penciptaan, kuasa penyelamatan dan kuasa pemeliharaan.[83]
Sejalan dengan apa yang disampaikan di atas, Harold Victor L dalam bukunya “Betapa Dahsyatnya Darah Yesus” bahwa “kata Kita untuk menyatakan ketritunggalan Allah, yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus. Ketiga-Nya adalah Allah yang esa yang direalitaskan dalam Kristus yang datang dalam wujud manusia”. [84] 
Allah Tritunggal dalam arti bahwa satu hekekat tetapi memiliki tiga Pribadi yang setara yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, yang telah ada sebelum dunia dijadikan. Sebagaimana yang didefinisikan oleh Charles Hodge, bahwa Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan eksistensi, secara komplet bersatu untuk membentuk satu Allah.[85] Sehingga dalam Allah tidak ada tiga individu bersama dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi.[86]
Soedarmo mengatakan bahwa Trinitas Tuhan dapat dilihat dari; 1). Trinitas ontologism,  yaitu berbicara mengenai hakikat Allah, 2). Trinitas eoconomis artinya berbicara tentang Trinitas dalam segala perbuatan Allah yang menjadikan alam semesta dan 3). Trinitas pernyataan, yaitu yang dinyatakan kepada manusia.[87] Inilah Natur ilahi hidup dalam tiga perbedaan yang disebut: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sehingga menjadi dasar bahwa Allah (Elohim) yang dipuji dan disembah di segala abad dan zaman yang selalu hadir dalam hidup manusia.
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Calvin dan teolog lainnya, maka menurut hemat peneliti bahwa konsep Allah Tritunggal inilah yang menjadi inti iman Kristen. Sebab sangat jelas bahwa Allah adalah tiga dalam dalam pribadi. Walau istilah “Pribadi” cenderung menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan dalam Trinitas, tetapi kata ini terus dipertahankan karena tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Tritunggal ini. Istilah “Pribadi” banyak menolong dalam menjelaskan Trinitas, karena kata itu menekankan bukan hanya suatu manifestasi tetapi juga pribadi sebagai persona (individu).
Dengan menyatakan bahwa Allah adalah tiga dalam relasi dengan pribadi,  hal ini menekankan bahwa (1) adanya distingsi persona dalam Keallahan; (2) setiap Pribadi memiliki esensi yang sama dengan Allah; dan (3) setiap Pribadi memiliki kepenuhan Allah. Jadi, Dalam Allah tidak ada tiga pribadi bersama dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi.






B.                 Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa Allah Bapa Mensubordinasi Allah Anak
Erastus Sabdono, berpandangan bahwa Allah Bapa adalah Pribadi Yang Mahatinggi lebih atau di atas Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang Mahatinggi.
Classical
Origenes adalah seorang teolog yang hidup sebelum munculnya bidat Arius yang ditanggapi oleh Konsili Nicea. Ia mengembangkan Trinitasnya melalui eksegesa dan spiritualitas dalam upaya menjawab persoalan kaum bidat saat itu. Berhadapan dengan adopsianisme, yang menolak keilahian Kristus dan berpandangan bahwa dia hanyalah ciptaan Allah, Origenes menambahkan kelahiran abadi dari Anak (yang diidentifikasi dengan Sabda dan Kebijaksanaan) dan menolak pernyataan bahwa “ada waktu saat dia belum ada”.
Dalam karya eksegetisnya, ia melihat Roh Kudus sebagai yang berasal dari Sabda, disebut tiga pribadi ilahi hypostasis atau tiga subjek individu. Karena itulah ia dikritik sebagai cikal bakal dari subordinasionisme dari Anak terhadap Bapa dan dari Roh Kudus kepada Bapa dan Anak. Dia terlalu menekankan transendesi Allah dan imanensi Anak dan Roh Kudus. Namun, dibalik kontroversi tentangnya, ia tetap memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan teologi Trinitas gereja selanjutnya.
Pandangan subordinasi yang dimulai dari Origenes kemudiaan dikembangkan oleh Arius. Bapa secara mutlak melaumpaui Anak, dan tidak pernah diasalkan dari sesuatu atau dijadikan, Dia adalah Allah satu-satu-Nya. Arius dan para pengikutnya sama dengan modali monarkianisme (Sabelius) ketika menekankn pada “kodrat yang satu” dari Allah, tetapi berbeda dengan Sabelius dan kaum Monarkianis modalis yang lainny, mereka menekankan perbedaan yang nyata dari identitas antara Bapa dan Anak. Menurut catatan sejarah bahwa Arius tidak pernah menyebut Roh Kudus).
Inti ajaran Arius ialah bahwa ia membedakan subjek-subjek sambil menolak kesatuan esensi Mereka. Arius menolak bahwa Anak ada bersama-sama sejak kekal dengan Bapa. Karena itulah, maka Anak subordinasi terhadap Bapa, karena Anak dilahirkan dari Bapa. Akibatnya, Anak berinkarnasi tidak sungguh-sungguh ilahi, tetapi berada di bawah level Allah. Selanjutnya Pengetahuan Anak akan Allah dan akan diri-Nya tidaklah sempurna, Anak diciptakan oleh Allah sebagai alat Allah untuk menciptakan dunia.[88]
Tomas Aquinas mengatakan bahwa dalam Tritunggal hanya ada satu kodrat, substansi atau esensi dari yang ilahi. Lima sifat Trinitas yang dirumuskan oleh Aquinas bahwa ada lima sifat Trinitas yang menjadi dasar dari identitas relative dari ketiga Pribadi; Bapa tidak bersal, melahirkan dan menghembuskan; Anak dilahirkan dan menghembuskan; Roh Kudus dihembusi.  Aquinas dalam teologinya, ia tetap mempertahankan dan mendukung relasi yang radical dari ketiga pribadi di dalam Allah yang secara lebih baik diungkapkan dengan sebuah kata Yunani Perichoresis atau kehadiran dan interpenetrasi resiprokal dalam cinta.[89]
Perihal bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak menurut Erastus Sabdono adalah suatu kekeliruan. Karena sejatinya, Allah (Elohim) yang masing-masing dari ketiga Pribadi memiliki properti-properti-Nya yang membedakan. Ini tanpa mengurangi keberadaan Mereka sebagai Allah seutuhnya, karena Allah eksis dari Allah dengan diperanakkan, dan Allah eksis dari Allah dengan keluar.
Sejatinya tidak  ada yang eksternal bagi Allah, ketika Allah diperanakkan dari Allah melampaui Allah, tetapi tetap dalam Allah. Karena Allah tidak memiliki bagian-bagian, tetapi merupakan keutuhan dalam apa adanya Dia, maka kesimpulannya tidak lain adalah bahwa Bapa adalah Allah dalam keutuhannya, Anak adalah Allah dalam keutuhannya, dan Roh Kudus adalah Allah dalam keutuhannya dan Mereka adalah Allah yang satu dan sama.
Lebih lanjut disampaikan oleh Gregory Nazianzen dalam orasinya, bahwa:
“Setiap [Pribadi] adalah Allah ketika dipertimbangkan dalam diri setiap [Pribadi]; sebagaimana Bapa, demikian pula Anak; sebagaimana Anak, demikian pula Roh Kudus; ketiga [Pribadi] adalah Allah karena konsubstansial; satu Allah karena monarkia. Saat aku memahami akan satu [Allah] maka seketika itu juga diiluminasi oleh kemegahan dari ketiga [Pribadi]; saat aku membedakan Mereka, seketika itu juga aku dibawah kembali kepada Yang Satu [Allah]. Ketika aku berpikir tentang salah satu dari ketiga [Pribadi], aku berpikir tentang Dia sebagai satu keutuhan, dan mataku terisi, dan bagian terbesar dari apa yang sedang aku pikirkan tidak dapat aku pahami. Aku tidak dapat memahami kebesaran dari satu [Pribadi] dengan cara sedemikian rupa sehingga mengatribusikan kebesaran yang lebih besar kepada [Pribadi-Pribadi] yang lain. Ketika aku merenungkan ketiga Pribadi bersama-sama, aku hanya melihat satu obor, dan tidak dapat membagi atau mengukur terang yang tidak dapat dibagi-bagi itu.”[90]

Pernyataan yang sungguh luar bisa membuat setiap orang untuk takluk di bawah otoritas Allah Tritunggal yang tidak bisa diselami, dipelajari. Kendati Allah Tritunggal dijelaskan Pribadi-Nya secara rasio, namun sesungguhnya sangatlah berbeda Pribadi Allah dan tidaklah sanggup untuk manusia mendefinisikannya  karena Tritunggal adalah Allah yang misteri yang tak dapat didefinisikan dan dijelaskan secara rasio.
John Calvin mengatakan bahwa Pribadi Bapa dan Anak adalah Pribadi yang setara. “Anak berasal dari Bapa bukan berarti Anak memiliki asal-usul-Nya dari Bapa, karean Ia adalah Anak; sebuah asal-usul yang bukan menyangkut waktu, juga tidak menyangkut esensi. Dua hal yang akan sangat logika, namun semata-mata asal-usul menyangkut ordo (sed ordinis duntaxat). Jadi segala sesuatu dikatakan berasal dari Bapa sejauh menyangkut relasi-relasi Pribadi-Pribadi itu.”[91]
Pernyataan ini pun kemudiaan diikuti oleh Letham bahwa:
“Ada satu Allah; dalam Allah terdapat tiga Pribadi – Bapa, Anak, dan Roh Kudus, masing-masing adalah Allah. Dengan mendampingkan dua pernyataan ini sebagai pernyataan-pernyataan yang sama-sama niscaya, kemungkinan pandangan yang berat sebelah dapat ditiadakan. Ketiga Pribadi adalah homousios. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah identik dalam keberadaan. Setiap Pribadi adalah Allah seutuhnya. Ketiganya secara bersama-sama tidaklah lebih Allah daripada salah satu Pribadi secara tersendiri. Karena ketiga Pribadi adalah satu keberadaan yang identik, tidak ada satu Pribadi yang berstatus lebih tinggi atau lebih kurang daripada Pribadi-Pribadi yang lain. Tidak ada gradasi keilahian. Jadi ketiga Pribadi bersama-sama disembah, seperti yang dinyatakan dalam Kredo Niceno-Konstantinopel (C).”[92]

Pernyataan tersebut menerangkan bahwa sesungguhnya Allah Tritunggal (Pribadi Bapa, Pribadi Anak dan Pribadi Roh Kudus) adalah Allah seutuhnya dan Allah sepenuhnya, tidak ada Pribadi yang lebih besar dari Pribadi yang lain karena ketiga Pribadi saling mendiami dalam persekutuan yang dinamis.
Jadi, Allah pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa, kekal, pengasih adil dan kudus. Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama (homoousios) dengan Bapa. Tetapi secara Pribadi ada tiga. Masing-masing memiliki sifat pribadi sendiri yang membedakannya dari yang lain. Bapa adalah Sumber segala sesuatu dan tidak diperanakkan, Anak adalah satu-satunya Anak yang diperanakkan, dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak. Bapa memberikan Anak-Nya dan Roh Kudus menyatukan umat dengan-Nya.[93]
Dalam 16 Dokumen Dasar Calvinisme, Thomas Van Den End, dalam karyanya mengatakan bahwa:
“Kitab Suci itu mengajar kepada kita bahwa dalam Zat ilahi yang esa dan sederhana yang telah menjadi pokok pengakuan iman kita, ada tiga Pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Bapa adalah sebab pertama, awal, dan asal segala hal. Anak adalah Firman-Nya dan Hikmat-Nya yang kekal. Roh Kudus adalah kekuatan-Nya, kuasa-Nya, dan keampuhan-Nya. Anak diperankan oleh Bapa secara kekal. Roh Kudus keluar dari Keduanya secara kekal. Ketiga Pribadi itu bukan tercampur, melainkan berbeda, namun bukan terbagi, melainkan se-Zat, sama-sama kekal, sama-sama berkuasa, dan sederajat.”[94]

Sekalipun istilah Trinitas tidak ada dalam Alkitab, tetapi istilah itu dipakai sejak awal di dalam gereja. Bentuk Yunaninya, trias, nampaknya pertama kali dipakai oleh Teofilus dari Antiokhia pada abad ke dua, sedangkan bentuk Latinnya, trinitas, dipakai pertama kali oleh Tertulianus pada abad ketiga. Dalam teologi Kristen, istilah Trinitas atau Tritunggal menunjukkan bahwa ada tiga oknum kekal dalam hakikat ilahi yang satu itu, yang masing-masing dikenal sebagai Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.
Pernyataan bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak yang dikatakan Erastus Sabdono merupakan suatu ajaran yang sudah lama diperdebatkan dan menurut peneliti bahwa Sabdono mengikuti ajaran Origen yang berpendapat bahwa  Bapa mensubordinasi Anak dengan dasar pengajaran bahwa “Dari Bapa keluarlah Anak; Anak keluar dari Bapa atau dilahirkan oleh Bapa menurut kedaulatan Bapa, sehingga dapat menyimpulkan bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak atau Kristus lebih rendah dari pada Bapa.
Berkhof mengatakan bahwa esensi Ilahi tidaklah dibagi-bagi di antara ketiga pribadi tetapi secara penuh dengan segala kesempurnaannya dalam setiap pribadi, sehingga Mereka memiliki kesatuan numerik dalam esensi. [95] Artinya bahwa tidak mungkin ada subordinasi dalam keberadaan esensial bagi satu pribadi dari Allah Tritunggal kepada pribadi yang lain, dan dengan demikian tidak ada perbedaan dalam kemuliaan pribadi.
Dalam Yohanes 14:28 Kristus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari diri-Nya? Mengenai hal ini Herman Bavinck memberi penjelasan bahwa ketika Yesus berkata Bapa lebih besar dari Diri-Nya, Dia tidak bermaksud bahwa Bapa lebih besar kuasa-Nya, karena Yohanes 10:28-30 mengajarkan hal yang sebaliknya, tetapi Yesus merujuk diri-Nya saat Dia merendahkan diri-Nya. Bapa lebih besar kemuliaan-Nya saat Yesus merendahkan Diri-Nya. Tetapi ketika Yesus kembali kepada Bapa, inferioritas-Nya berakhir.[96]
Perihal subordinasi ini, dapat dilihat kembali pada waktu pemuridan, Yesus memerintahkan para rasul untuk membaptis murid baru “dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:18). Terlihat jelas bahwa kesetaraan dan kesatuan dari ketiga Pribadi itu termasuk di dalamnya. Enns mengatakan bahwa saat Maria hamil, Trinitas terlibat: Roh Kudus datang pada Maria, kuasa Allah membayanginya dan keturunan yang dihasilkan adalah Putra Allah (Luk. 1:35). Ketiga-Nya juga dibedakan pada pembaptisan Yesus. [97] 
Di Yohanes 14:16 kesatuan dari ketiga-Nya kembali disebut: Putra Allah meminta Bapa yang mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang percaya selamanya. Kesatuan dari ketiga-Nya sangat jelas. Di Roma 8:9-11 ketiga-Nya disebut mendiami orang percaya. Berkat di 2 Korintus 13:14 pasti merupakan afirmasi bagi kesetaraan dan kesatuan Bapa, Anak dan Roh Kudus (1Kor. 2:4-8; Why. 1:4-5).
Jadi, dalam ketritunggalan Allah teranglah bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Allah pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa, kekal, pengasih adil dan kudus. Jadi Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama (homoousios).



C.                Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa Roh Kudus Adalah Pribadi Ketiga Secara Relatif
Athanasius mengatakan bahwa Tritunggal tidak dapat dibagi, maka dimana pun Bapa disebutkan, Anak seharusnya juga dimaksudkan. Jadi, di mana Bapa disebutkan, Firman-Nya dan Roh yang ada di dalam Anak juga termasuk. Jika Anak disebutkan, Bapa ada di dalam Anak dan Roh tidak diluar Firman. Satu anugerah digenapkan melalui Anak dalam Roh Kudus. Jika ada kesatuan semacam itu dalam triade yang kudus, siapa yang dapat memisahkan Anak dari Bapa, atau Roh dari Anak atau Bapa? Kesatuan dan indivisibilitas triade ini menghancurkan gagasan apa pun tentang subordinasi, Karena triade itu tanpa tingkatan-tingkatan, “disatukan tanpa pencampuran … dibedakan tanpa pemisahan.”[98]
Maka, bagi Athanasius, Roh adalah gambar Anak, berpadanan dengan (proper to) Anak, berdistingsi dari ciptaan-ciptaan dan tidak berbeda dari  Allah. Roh yang menghubungkan ciptaan dengan Firman tidak mungkin termasuk ciptaan, dan Roh yang memberikan status sebagai Anak pada ciptaan tidak mungkin berbeda dari Anak. Ia termasuk dalam ke-Allahan Bapa, dan di dalam Dia Firman menjadikan segala sesuatu dijadikan ilahi tidak mungkin berada di luar ke-Allahan Bapa. Maka demikian juga Roh tidak dapat dipisahkan dari Anak. Sebagaimana Anak di dalam Roh, seperti dalam gambar-Nya sendiri, demikian juga Bapa ada di dalam Anak.[99]
Selanjutnya, Athanasius mengatakan bahwa Trinitas tidak dapat dibagi, maka sebagaimana adalah benar bahwa di mana pun Bapa disebutkan, Anak juga dimaksudkan, demikian pula adalah benar bahwa di mana pun Anak ada, Roh Kudus juga ada, di dalam Dia. Karena Bapa adalah Dia yang ada, maka Firman-Nya juga adalah Dia yang ada dan Allah atas semua. Dan Roh Kudus bukanlah tanpa eksistensi yang actual, tetapi eksis dan memeliki keberadaan sejati.[100] Dengan demikan Athanasius mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang mutlak yang setara dengan Bapa dan Anak.
Perihal Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif yang dinyatakan Erastus Sabdono merupakan suatu kekeliruan. Sebab, dalam Alkitab “Roh[101]” adalah Pribadi dan ini dengan jelas menunjukan bahwa Allah adalah Roh yang tak terbatas, kekal dan tidak berubah. Roh Kudus sebagai Pribadi yang mutlak/absolut dalam pengertian bahwa Ia (Roh Allah/Roh Kudus) adalah pencipta segala sesuatu. Sebagai Roh, Allah berfirman (Kis. 10:19), memimpin (Rm. 8:14), menyatakan kesaksian (Rm 8:16-17), menolong (Rm 8:26) dan karya lainnya. Roh (Pneuma) secara gramatikal netral, namun PB kadang-kadang menekankan kata ganti maskulin (Parakletos) misalnya Yohanes 16:13,14). Karena itulah, maka Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang absolut.[102]
Inti dari Protestanisme Injili menurut John Calvin, bahwa Roh Kudus adalah Oknum/Pribadi Allah yang mutlak yang memliki nama yang sema dengan Kristus, yaitu paracletos, “Penghibur,” yang senantiasa Menghibur, menasihati dan melindungi setiap orang percaya. Karena itu nampak bahwa Roh Kudus merupakan Pribadi yang mutlak.
Van Til mengatakan bahwa Allah adalah Roh karena itu bagi mereka yang menyembah Dia harus menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran. Berarti Roh Kudus merupakan pribadi Allah yang mutlak.[103] Dalam pengertian bahwa Dia adalah Roh yang lengkap pada diri-Nya sendiri. Dia sebagai Pribadi yang mutlak berarti Dia tidak memerlukan meterialitas yang paradoks dengan Pribadi-Nya sendiri untuk bisa  mengindividuasikan diri-Nya. Mengutip pernyaatan Letham bahwa:
“Semua yang adalah Allah, semua yang benar-benar dapat dikatakan sebagai Allah, tanpa pengenceran atau pengurangan, membentuk Pribadi Anak, dan pada gilirannya Pribadi Roh, sebagaimana halnya dengan Pribadi Bapa. Setiap Pribadi Trinitas, ketika dipertimbangkan secara tersendiri, adalah Allah secara mutlak dan seratus persen, dan pada waktu yang sama seratus persen Allah ada dalam setiap Pribadi. Allah secara keseluruhan ada dalam setiap Pribadi, dan setiap Pribadi adalah Allah secara keseluruhan.”[104]

Sesuai dengan apa yang dikatakan Letham, maka teranglah bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang mutlak sebagaimana yang disampaikan oleh Gordon D. Fee bahwa sering rasul Paulus dalam tulisanya mengatakan Oknum Roh Kudus adalah alat/perantara dari karya Allah (2Tes. 2:13; 1Kor. 6:11; Rm. 15:16 dll). Tulisan-tulisan ini dapat menunjukan dan mengekspresikan  Roh Kudus sebagai Pribadi.
Selain itu, Roh Kudus dalam pemahaman Paulus adalah Pribadi ditegaskan oleh fakta bahwa Roh Kudus menjadi pokok kalimat (subjek) dari sejumlah besar kata kerja yang mengharuskan seorang alat/perantara yang berpribadi (1Kor. 2:10-11; 13; 16; Rm. 8:11 dll). Yang pada kesimpulannya Roh Kudus sering menjadi subjek dari sebuah kata kerja atau kegitan/pekerjaan secara tidak langsung yang di tempat lain dikaitkan dengan Allah Bapa ataupun Allah Anak (1Kor. 12; Rm. 8:11).[105]
Dengan demikian apa pun itu, baik dalam pemikiran maupun pengalaman Paulus, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang dapat disebut dengan kata ganti benda (itu), bukan sesuatu kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal) yang berasal dari Allah tetapi Roh Kudus itu adalah suatu Pribadi yang mutlak. Graham mengatakan “Alkitab mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah satu Pribadi. Yesus tidak pernah menyebut Roh Kudus sebagai “sesuatu.” Dalam Yohanes 14, 15 dan 16, misalnya, Ia membicarakan Roh Kudus sebagai “Dia” kata ganti orang, sebab Ia bukanlah suatu kekuatan atau barang, melainkan satu Pribadi.”[106]
Selanjutnya, Horton mengatakan Roh Kudus merupakan satu-satunya Oknum yang dapat menyampaikan kehidupan, kuasa, dan pribadi Kristus kepada orang percaya. Bagaimanapun Ia disebut sebagai Roh Allah atau Roh Kristus, Roh damai sejahtera, kebenaran, kuasa,  kasih karunia atau kemuliaan, Roh Kudus adalah Pribadi yang sama yang menjadikan Yesus nyata dan meneruskan pekerjaan-Nya.[107]
Sebagaimana Oknum yang dapat menyampaikan kehidupan, kuasa, Roh Kudus dapat mengajar. Yesus sebelum meninggalkan para murid-Nya, Ia mendorong mereka dengan mengatakan bahwa Ia akan mengutus “Penolong yang lain” (Yoh. 14:16) “Yang lain” menekankan bahwa Roh Kudus akan menjadi Penolong yang serupa dengan Kristus. Sebagaimana telah mengajar para murid-Nya (Mat. 5:2; Yoh. 8:2), demikian pula Roh Kudus akan mengajar mereka (Yoh. 14:26).
Roh Kudus akan menampilkan dan melakukan pengajaran yang sama dengan Kristus. Roh Kudus akan menyebabkan mereka mengingat hal-hal yang Kristus telah ajarkan sebelumnya. Donald Guthtrie mengatakan salah satu fungsi Roh Kudus bagi orang percaya ialah memampukan orang percaya untuk memberi kesaksian tentang Kristus (Yoh.15:26). Sumber kesaksian tentang Kristus ialah Roh Kudus yang bekerja dalam diri orang-orang percaya.”[108]
Roh Kudus juga bersaksi. Sebagaimana Yesus berjanji pada murid-murid-Nya bahwa Roh Kudus “akan memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh. 15:26). Kata “memberikan kesaksian” berarti memberikan kesaksiaan tentang seseorang. Roh Kudus akan bersaksi tentang pengajaran Kristus bahwa Ia telah datang dari Bapa dan telah mengatakan kebenaran Allah. Kata yang sama digunakan pada waktu para murid bersaksi tentang Kristus di Yohanes 15:27. Sebagaimana para murid bersaksi tentang Kristus demikian pula Roh Kudus bersaksi tentang Kristus.
Karya Roh Kudus juga membimbing. Yesus mendeklarasikan bahwa pada waktu Roh Kudus datang, maka Ia akan membimbing mereka pada semua kebenaran (Yoh. 16:13). Gambarannya adalah seperti seorang pemimpin perjalanan menuju pada wilayah asing bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan, tetapi dikenal oleh pemimpin tersebut. Selanjutnya Pribadi Roh Kudus dalam Yohanes 16:8 karya-Nya ialah meyakinkan.
Meyakinkan (elegcho) berarti “meyakinkan seseorang akan sesuatu; menunjukkan sesuatu pada seseorang” Roh Kudus bertindak sebagai pengacara Ilahi yang meyakinkan dunia tentang dosa, kebenaran dan penghakiman. Ia menjadi pendoa syafaat, ketika orang percaya sedang lemah, Roh Kudus menyerukan keluhan orang percaya dan berdoa atas nama orang percaya (Rm. 8:26).
Disebutkan sebagai Pribadi, dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul 13:2 bahwa Roh Kudus memerintahkan Paulus dan Barnabas untuk dikhususkan bagi pekerjaan misi; Kisah Para Rasul 13:4, menambahkan bahwa Roh Kudus mengutus kedua orang itu. Dan dalam Kisah Para Rasul 16:6 dikatakan bahwa Roh Kudus melarang Paulus dan Silas untuk berkhotbah di Asia; dan Roh Kudus juga mengarahkan Filipus untuk berbicara pada Sida-sida dari Etopia.[109]
Karya-karya inilah yang serupa dengan karya-karya dari Allah Bapa dan Allah Anak. Karena itu dapat menunjukan bahwa sesunguhnya Roh Kudus adalah suatu Pribadi yang mutlak. Karena Roh Kudus adalah Oknum Allah tersendiri dan memiliki sifat tersendiri.
Hal ini dapat dilihat dalam tindakannya sebagai pribadi, yaitu: Ia berbicara (Kis. 8:29; 13:2; 1Tim. 4:1), Ia mengajar (Yoh. 14:26), Ia tinggal bersama orang-orang percaya (Yoh. 14:16-17), Ia akan memenuhi orang-orang percaya (Kis. 2:4; Ef. 5:18), dan akan membimbing orang-orang percaya (Gal. 5:18) dan lain-lain. Karena dalam tiga ayat penting mengenai Roh Kudus (Yoh. 14:26; 16:13-14) digunakan kata depan maskulin ekeinos. Dalam konteks ini berarti tidak dapat lain dari Dia (kata ganti orang ketiga, tunggal, laki-laki) dan memang ekeinos sering dipakai untuk Yesus.
Apabila Alkitab berbicara tentang Roh Allah, ini mengandung arti yang dalam dibanding dengan sekedar Roh yang dimiliki Allah, tapi juga berarti Roh yang keluar dari  Allah dan datang untuk bekerja dengan manusia dan tinggal dalam manusia. Ia adalah penasihat atau pembela yang menggantikan Yesus yang sudah naik ke surga. [110]
Kepribadian Roh Kudus menjadi terang, sebagaimana yang disampaikan Tong bahwa Roh Kudus adalah Kebenaran (1Yoh. 5:6). Yesus Kristus mengatakan “Akulah Kebenaran”, maka Kebenaran yang ada pada Yesus itu menjadi ousia ilahi. Demikian juga Kebenaran yang ada pada diri Roh Kudus itu pun menjadi ousia ilahi, sebab Roh Kudus adalah kebenaran. Berbeda hal jika manusia memikirkan mengenai kebenaran, maka manusia hanya sebagai orang yang berhak untuk mempunyai dan melakukan fungsi intelek memikirkan tentang kebenaran.[111]
Namun Roh Kudus adalah Diri-Nya kebenaran itu sendiri. Roh Kudus bukan saja berintelek, tetapi juga menjadi Sumber segala intelek. Roh Kudus bukan hanya mempunyai rasio, tetapi juga Roh Kudus adalah Sumber segala rasio yang benar, karena Dia adalah Kebenaran itu. Dan bukan saja itu, tetapi Roh Kudus juga adalah Roh yang mewahyukan kebenaran, dan Roh yang memimpin masuk ke dalam segala kebenaran.[112]
Roh Kebenaran bukan saja mempunyai kebenaran pada diri-Nya, tetapi Dia adalah Dirinya Kebenaran itu sendiri; bukan saja Dirinya Kebenaran, tetapi Dia juga adalah Pewahyu Kebenaran; bukan saja Pewahyu Kebenaran, tetapi juga yang memimpin pikiran manusia masuk ke dalam kebenaran. Dia bukan saja mempunyai rasio, tetapi Dia adalah Sumber dari semua makhluk yang berasio. Inilah unsur pertama yang dimiliki Roh Kudus yang menunjukan Dia adalah satu Pribadi, yaitu rasio.[113]
Selain Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang menunjukkan bahwa Dia adalah Pribadi, Dia juga memiliki Emosi. Roh Kudus mempunyai kasih, dan kasih Allah dicurahkan kepada kita justru melalui Roh Kudus (Rm. 5:5). Roh Kudus juga bisa merasa sedih dan berduka, sebagaimana tertulis tertulis di dalam Efesus 4:30 “Janganlah mendukakan Roh Kudus Allah” maksud mendukakan di sini artinya membuat Dia sedih dan susah, karena ketidak-taatan manusia.
Selanjutnya Roh Kudus sebagai Pribadi karena memiliki kemauan, kebebasan dan ketetapan (Kis. 15:28). Pada bagian ini dituliskan tentang larangan makan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala dan daging dari binatang yang mati lemas, larangan minum darah serta percabulan. Ini merupakan keputusan Roh Kudus dan para rasul. Jadi, dapat dilihat bahwa Roh Kudus memiliki kemauan dalam mengambil keputusan. Roh Kudus bukan hanya sebagai kuasa, gerakan, atau prinsip kerja Allah; tetapi Roh Kudus adalah Pribadi yang memiliki kemauan serta kemampuan memberikan keputusan atau ketetapan.[114]
Sebagai Pribadi yang nampak dalam tindakan dan karya-Nya, merupakan cara Allah menunjukan keberadaan-Nya sebagai Oknum ketiga dari Allah yang esa. Pribadi Roh Kudus disebut sebagai Oknum ketiga tunggal pada saat melaksanakan karya-Nya yang diperhadapkan dengan Allah Bapa. Hendry Clarence Thiesen menegaskan bahwa:
“Kita mengetahui juga bahwa Roh Kudus adalah satu Pribadi. Kata ganti yang menunjuk kepada pribadi dipakai untuk Roh Kudus, nama-nama yang diberikan kepada-Nya adalah nama yang menunjuk kepribadian, serta sifat-sifat kepribadian ada pada Roh Kudus. Ia melakukan tindakan-tindakan yang menunjukan kepribadian-Nya. Ia berhubungan secara pribadi dengan kedua Oknum lain dalam Tritunggal, dan Ia dapat diperlakukan sebagai satu pribadi.”[115]

Roh Kudus bukan saja memberikan keputusan bagi manusia, tetapi juga memimpin manusia. Roh Kudus bukan saja memimpin manusia, tetapi juga memberikan kebebasan kepada manusia, sehingga keberadan Roh Kudus di manapun dapat memberikan kebebasan. Roh Kudus bukan saja memiliki kebebasan memimpin manusia masuk ke dalam kebebasan, tetapi juga memimpin masuk ke dalam kebebasan.[116] Roh Kudus juga mengutus orang untuk melayani Tuhan. Misalnya, Roh Kudus mengutus Barnabas dan Saulus dari Antiokhia untuk mewartakan Injil kerajaan Allah keluar (Kis. 13:2).
Roh Kudus merencanakan dan menetapkan akan pengutusan itu. Bukan saja memberikan pimpinan positif, tetapi juga sering memberikan pimpinan negatif. Roh Kudus bisa menghalangi seseorang disaat-saat tertentu dan tempat-tempat tertentu. Misalnya, Paulus dan Silas dicegah oleh Roh Kudus ketika mereka hendak mewartakan Injil di Asia, karena Roh Kudus ingin supaya mereka mewartakan Injil ke Makedonia yang menjadi pintu gerbang di mana Injil masuk ke daratan Eropa (Kis. 16: 6-12).[117]
Pernyataan Erastus Sabdono, bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif Sebab Roh Kudus mengalir dari Allah Bapa dan tidak pernah ada keterpisahan atau kemandirian mutlak dari Allah Bapa (Yoh. 15:26). Tidak mungkin Roh Allah atau Roh Kudus bisa berdaulat mandiri tanpa ikatan dengan Allah Bapa sama sekali, sebab Alkitab tidak pernah menunjukan bahwa Roh Kudus dapat terpisah dari Allah. Ini merupakan suatu kekeliruan sebab Roh keluar dari Bapa dalam Yohanes 15:26 ini merupakan Roh Kudus ambil bagian dalam kodrat Bapa yang di utus oleh Bapa dan Anak (Yoh. 16:7; 14:26). Ia disebut sebagai Parakletos yang dilihat menyatu dengan Allah. Dengan demikian Roh Kudus adalah disebut sebagai seorang Oknum atau memiliki sifat sebagai Pribadi dan bukan sebagai kuasa saja.[118]
Jadi perihal Roh Kudus sebagai pribadi yang relatif merupakan suatu kekeliruan sebab secara eksplisit dalam Alkitab, Roh Kudus adalah satu Pribadi yang mutlak, yaitu Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal karena Ia mengambil keputusan, dapat mengutus para rasul, dapat membebaskan dan mempimpin umat-Nya masuk dalam kebebasan. Allah itu Maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekedar kuasa atau daya, tetapi Roh Kudus merupakan Allah, sebab Allah itu Roh. Dengan demikian Roh Kudus merupakan Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan anggota yang tidak terpisahkan dari Allah.






D.                Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Bahwa Roh Kudus Adalah Kuasa Dari Allah Yang Ber-Pribadi

Roh Kudus adalah Oknum yang nyata. Anselm dalam karyanya mengenai processio Roh Kudus (De precessione Spiritus Sancto contra Graecos) mengatakan Roh Kudus adalah Allah seutunya. Dalam Allah, yang diperanakkan dan yang keluar tidaklah berbeda dari Dia yang dari-Nya terjadi perihal keluar dan diperanakkan itu. Karena Allah tidak lebih atau kurang daripada diri-Nya sendiri, tidak ada apapun yang lebih atau kurang daripada tiga Pribadi, dan tidak satu pun dari ketiga Pribadi itu adalah apa adanya diri-Nya dengan lebih atau kurang daripada Pribadi-Pribadi yang lain, meskipun adalah benar bahwa Allah eksis dari Allah dengan keluar dan dengan diperanakkan.[119]
Francois Wendel dalam buku “Calvin; Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya” bahwa Calvin merumuskan Tritunggal ialah “Sebutan Bapa, Anak, dan Roh Kudus menyatakan kepada kita bahwa adanya distingsi yang rill, sehingga tidak seorangpun boleh berpikir bahwa ketiga sebutan tersebut hanyalah tiga gelar yang dikenakan kepada Allah sekedar untuk merujuk kepada-Nya dengan cara-cara yang berbeda. Tetapi harus diperhatikan bahwa ini adalah suatu distingsi, bukan pembagian.[120]
Ketiga Oknum ini dapat dikatakan  sebagai tiga kepribadian Allah. Sebagaimana dalam syahadat Athanasius bahwa keyakinan akan Allah Tritunggal adalah “Kita menyembah satu Allah dalam ke-Tritunggalan, dan ke-Tritunggalan dalam keesaan; kita membedakan ketiga pribadi tetapi kita tidak memisahkan hakikatnya” dan selanjutnya, ia mengatakan bahwa “Ketiga pribadi ilahi ini sama kekal dan sama kedudukan satu dengan yang lain, sehingga kita memuja keesaan utuh dalam Trinitas dan Trinitas dalam keesaan”.[121]
Senada dengan apa yang yang disampaikan oleh Thomas F. Torrance, dalam bukunya The Trinitarian Faith bahwa Allah itu Roh dan sesungguhnya dikenal dan disembah sebagai Roh, karena Roh itu khusus dari keberadaan (ousia) Allah yang kekal, apakah sebagai Bapa, Anak atau Roh Kudus, maka keterkaitan mereka pada dasarnya harus dipahami dan diekspresikan hanya secara rohani.[122]
Kemudian bahwa harus dipikirkan istilah-istilah (Bapa dan Anak) itu sebagai rujukan tanpa gambar kepada Bapa dan Anak tanpa ganguan dari gambar-gambar mahkluk atau dalam bentuk-bentuk pemikiran yang materiil. Dengan menjalin dengan erat dalam pikiran kita gambar Bapa melalui Anak dan gambar Anak melalui Roh kita dimampukan untuk merujuk kepada gambar-gambar yang diambil dari hubungan-hubungan manusia kita dengan KeAllahan (Godhead) dalam cara rohani dan bukan dalam cara materiil atau cara mahkluk.[123]
Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam formula baptisan (Mat. 28:19), gereja diperingatkan ketika dibaptis bahwa Allah yang disembah dan dilayani adalah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ini merupakan suatu petunjuk yang terus menerus kepada realitas bahwa Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus merupakan persekutuan yang transenden dari keberadaan berpribadi yang adalah apa adanya Allah di dalam diri-Nya sendiri.[124]
Roh Kudus memiliki kesetaraan dengan Bapa dan Anak. Terlebih lagi, Roh Kudus berbagian dalam satu keberadaan Allah. Jadi Roh Kudus bukan hanya setara dengan Bapa dan Anak, tetapi dari suatu identitas. Paulus juga dalam tulisanya, Roh Kudus dengan cara yang sama seperti Bapa dan Anak, sehingga Roh Kudus adalah Allah. Paulus menuliskan tentang karunia-karunia Roh, ia menunjuk kepada “satu Roh”, “satu Tuhan” dan “Allah adalah satu” (1Kor. 12:4-6).
Pada ayat-ayat tersebut, nyatalah Roh Kudus setara dengan Allah (Bapa) maupun dengan Tuhan (Anak). Pola yang sama terdapat dalam Efesus 4:4-6. Akan tetapi yang sangat jelas di dalam surat-surat Paulus adalah ucapan berkat rasulinya di 2 Korintus 13:13, di mana menghubungkan “persekutuan Roh Kudus” dengan “kasih karunia Tuhan Yesus Kristus” dan “kasih Allah (Bapa).”[125]
Pernyataan Erastus Sabdono mengenai Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-pribadi kalau ditinjau secara teologis, maka ini suatu kekeliruan besar bagi gereja dan bisa menggoncangkan iman Kristen sebab diteliti dengan benar dan berdasarkan Alkitab yang secara eksplisit, bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri yang pada bagian ketiga Pengakuan Iman dirumuskan bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri di dalam setiap umat-Nya.
Dalam pengertian bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri yang dari atas datang kepada umat-Nya dan berkenan untuk menjadikan bagi-Nya suatu tempat di dalam hati umat-Nya. Karena dalam Pengakuan Iman, perihal Allah di atas umat-Nya menunjukan Allah Bapa sedangkan Allah beserta umat-Nya menunjuk Yesus Kristus dan Allah di dalam umat-Nya menunjuk pada Roh Kudus yang ketiganya ini adalah esa.[126] Sehingga Abineno menyimpulkan bahwa karena Roh Kudus itu adalah Allah sendiri yang hadir, nyata dan bertindak di dalam manusia, atau sebagai kuasa dari kasih Allah yang menyelamatkan, yang dikenal dalam Yesus Kristus.[127]
Menurut hemat peneliti bahwa hal yang mau di sampaikan oleh Abineno ialah bahwa karena Dia Allah yang tidak bisa diobjektifkan. Namun dapat dikenal ketika Ia mau menyatakan diri-Nya bagi manusia untuk menyelamatkan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus dalam kekuatan kuasa Roh Kudus. Sehingga Roh Kudus diartikan sebagai Allah  yang bernafas, Allah yang hidup, Allah yang bertindak[128]. Dengan Pneuma-Nya Ia memberi hidup kepada ciptaan-Nya, membebaskan manusia dari dosa dan kematian, mengubah dan membuatnya menjadi ciptaan yang baru dll. Karena itu Roh Kudus bukan sebagai kuasa dari Allah tetapi Ia sungguh adalah Allah.
Hal yang sama di sampaikan oleh Jhon Verkuyl, bahwa Roh Kudus bersama dengan Allah Bapa dan Allah Anak adalah Allah yang esa dan benar, yang untuk selamanya dipuji dan dimuliakan. Sebab Roh Kudus adalah Allah, salah satu Pribadi Allah sebagaimana Pribadi Bapa dan juga Pribadi Anak, dan bukan sebagai suatu kekuatan atau daya pengaruh yang keluar dari Allah. Karena itu, sebagaimana Allah yang esa dan sejati di dalam Bapa itu adalah Allah, dan sebagaimana Dia di dalam Anak itu adalah Allah juga, demikianlah pula Dia di dalam Roh Kudus adalah Allah juga. Sehingga Allah berada sebagai Allah dalam tiga cara: sebagai Allah di atas kita, sebagai Allah di tengah-tengah kita dan sebagai Allah di dalam kita.[129]
Sementara itu, Stephen Tong dalam bukunya Roh Kudus, Doa dan Kebangunan menguraikan bahwa Roh Kudus adalah Allah. Hal ini dilihat dari karya-Nya yang pertama, Roh Kudus sebagai pencipta, dari halaman pertama Alkitab, bagian pertama mengatakan: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.....Roh Allah (bekerja) melayang-layang di atas permukaan air” (Kej. 1:1-2). Ini menunjukan bahwa sesungguhnya Roh Kudus bukan suatu gerakan atau semacam fenomena psikologis, tetapi Roh Kudus adalah Allah yang berkarya dalam penciptaan.[130]
Kedua Roh Kudus sebagai Penebus, pada waktu Allah menebus, Dia mempersiapkan dan memberikan predestinasi. Pribadi Kedua Allah Tritunggal (Yesus) datang ke dunia untuk mengenapi rencana yang telah Allah Bapa persiapkan dengan mati di kayu salib. Tetapi pada waktu keselamatan yang sudah digenapkan oleh Yesus Kristus itu berlangsung di dalam diri manusia, pribadi lepas pribadi, Roh Kuduslah yang melakukan gerakan, yang memberikan hidup, dan yang memperanakkan kembali (Yoh. 3:3-5).[131]
Ketiga, Roh Kudus adalah sebagai Pewahyu. Karena di dalam ketritunggalan Allah, Roh Kudus bukan hanya berperan di dalam penciptaan, dan penebusan tetapi juga di dalam pewahyuan: yaitu, di dalam mewahyukan diri-Nya dan memberikan kebenaran kepada manusia, Allah memberikan wahyu kepada manusia melalui inspirasi yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Ketika Roh Allah berdiam dalam diri nabi-nabi dan rasul-rasul, mereka digerakkan dan diberi inspirasi, lalu mereka menuliskan apa yang diwahyukan itu menjadi Kitab Suci (2Pet. 1:20-21).[132]
Keilahian Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari Doktrin Trinitas. Dikatakan bahwa Roh Kudus adalah Allah dalam sebutan Roh Allah membuktikan relasi-Nya dengan Allah Bapa dan Allah Anak dan juga meneguhkan keilahian-Nya. “Pada saat Ia disebut Roh Allah hal itu berarti bahwa Ia adalah Pribadi Allah yang sejati. Sebagaimana Paulus menuliskan dalam suratnya 1 Korintus 2:11, dengan jelas memperlihatkan bahwa manusia dan rohnya adalah satu dan merupakan keberadaan yang sama, demikian pula Allah dan Roh-Nya adalah satu”.[133] Sebagaimana Roh Kudus disebutkan bahwa Dia adalah Allah yang sejati, maka dalam Injil Yohanes Roh Kudus disebut sebagai seorang prakletos yang lain juga menyatakan keilahian Roh Kudus.
Ada dua kata yunani untuk  “lain”, yaitu heteros dan allos. Keduanya memiliki arti umum “lain”. Namun, kata heteros digunakan secara khusus untuk menunjuk kepada sesuatu yang lain dari jenis yang berbeda. Sebaliknya, kata allos kepada sesuatau yang lain, tetapi dari jenis yang sama. Kata yang digunakan di sini adalah alos, bukan heteros, karena itu dapat diterjemahkan “sejenis” atau “sehakekat”. “Parakletos yang lain” adalah “parakletos yang sejenis atau sehakekat dengan parakletos sebelumnya, yaitu Tuhan Yesus. Dengan demikian, sebutan tersebut menyatakan, bahwa Roh Kudus seilahi Tuhan Yesus, Dia adalah Allah sepenuhnya.[134]
Tong mengatakan bahwa di dalam catatan Lukas (Kis. 5:3-4), karena barangsiapa yang berdusta kepada Roh Kudus berarti ia berdusta kepada Allah. Dalam bagian ini, Roh Kudus bukan saja dipersamakan dengan Allah, tetapi Roh Kudus langsung disebut sebagai Allah. Barangsiapa bersalah kepada Roh Kudus berarti ia bersalah kepada Allah, karena memang Roh Kudus adalah Allah.
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah,  —  dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? 1 Korintus 6:19. Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.” 2 Korintus 6:16.
Ayat ini merupakan suatu teguran bahwa orang Kristen tidak boleh memberikan tubuhnya menjadi tempat perbuatan dosa atau alat untuk melakukan dosa. Tubuh setiap orang Kristen sudah dikuduskan dan menjadi tempat kediaman Roh Kudus. Tubuh orang Kristen merupakan bait Roh Kudus dan juga bait Allah. Tempat berdiamnya Roh Kudus dan tempat berdiamnya Allah disatukan; ini membuktikan bahwa Roh Kudus disebut Allah. Perbandingan ini ditemukan oleh Agustinus di dalam tesisnya mengenai Tritunggal.[135]
Bukti bahwa Roh Kudus adalah Allah melalui karya-Nya. Roh Kudus merupakan pemberi kuasa kebangkitan dan hidup baru (Rm. 8:1-2). Roh yang memberi hidup baru sudah memerdekakan kita dari hukum dosa dan hukum maut. Roh Kudus sudah menebus dan memberikan hidup baru kepada setiap orang yang sudah diperanakkan-Nya. Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu (Roma 8:11).
Di dalam Pengakuan Iman Rasuli tercantum “Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan orang mati, dan hidup yang kekal.” Dalam kalimat ini ditunjukan juga karya Roh Kudus: Kebangkitan orang mati dan pemberiaan hidup yang kekal bagi manusia dikerjakan oleh Roh Kudus yang telah membangkitkan Kristus dari kematiaan; Roh ini juga yang berdiam di dalam setiap orang Kristen dan menjadi materai keselamatan (Ef. 1:13-14), dan Roh ini juga kelak akan membangkitkan kita dari kematiaan.
Roh memberi hidup kepada kita yang ada di dalam Kristus, sehingga kita hidup berkenan di hadapan Allah, yakni hidup untuk kebenaran dan mati terhadap dosa, sambil menantikan saat di mana tubuh kita akan dibangkitkan. Inilah karya Roh Kudus yang dapat membangkitkan dan memberikan hidup kekal kepada manusia, karena Roh Kudus adalah Allah.
Roh Kudus menghakimi dan mengampuni sebagaimana dalam Injil sinoptik (Mat. 12:31-32; Mrk. 3:29; Luk. 12:11). Ayat-ayat ini memberitahukan bahwa pengampunan ditetapkan oleh Roh Kudus: Jika Roh Kudus tidak mengampuni, maka tidak ada seorang pun dapat diampuni; jika Roh Kudus mengampuni, barulah manusia diampuni. Jadi, Roh Kuduslah yang menahan dan memberikan pengampunan.
Di dalam seluruh Alkitab hanya di dalam Ibrani 10:29 Roh Kudus disebut dengan satu sebutan khusus Roh Kasih Karunia. Kata aslinya ialah Roh yang melaksanakan anugerah. Roh Kudus adalah Sumber Anugerah, karena Dia yang mengambil keputusan memberikan anugerah atau tidak; anugerah penebusan dan pengampunan ditetapkan oleh Roh Kudus. Di dalam penebusan, Allah Bapa mempersiapkan atau menyediakan keselamatan, Allah Anak menggenapi keselamatan, dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan.
Ketritunggalan Allah dalam pokok iman Kristen ialah mengerjakan keselamatan ketika Mereka menciptakan manusia, Tritunggal  juga yang berkarya dalam keselamatan sebagaimana Berkhof mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Allah (Tuhan). Hal ini sama dengan Allah Putra (Yesus) yang ditetapkan berdasarkan Alkitab. Roh Kudus diberikan nama Ilahi (Kel. 17:7; Ibr. 3:7-9; Kis. 3-4; 1Kor. 3:16; 2Tim. 3:16 dan 2Pet. 1:21).[136]
Pada-Nya Ia memiliki kesempurnaan-kesempurnaan Ilahi seperti; Maha hadir, Maha tahu, Maha kuasa serta Roh Kudus dapat melakukan karya Ilahi seperti; penciptaan, pembaharuan provedensial, kelahiran baru dan kebangkitan orang mati. Dan bukan saja itu, Roh Kudus adalah Allah karena Ia turut berkarya  dalam penebusan, menghasilkan hidup, menginspirasi dan memberi kualifikasi atas manusia, menginspirasi Alkitab, membentuk dan memperluas gereja dan Roh Kudus mengajar dan memimpin gereja.[137]
Akan tetapi masing-masing dibedakan dari yang lain. Hanya Bapa yang eksis bukan dari siapa pun yang lain dan dari Dialah kedua Pribadi lainnya eksis. Roh Kudus eksis dari dua Pribadi lainnya dan tidak tidak ada lain dan dari Dia eksis Pribadi yang lain. Hal yang sama-sama dimiliki ketiga Pribadi adalah bahwa setiap Pribadi berada dalam relasi yang satu dengan dua Pribadi yang lain.
Dengan demikian bahwa Roh Kudus bukan kuasa dari Allah yang berpribadi tetapi Roh Kudus adalah Allah yang mutlak. Allah yang langsung datang dan bekerja dalam hati dan hidup umat-Nya (Yoh. 14: 15-18)[138]. Allah Bapa adalah Allah sepenuhnya. Allah Anak adalah Allah sepenuhnya. Allah Roh Kudus adalah sepenuhnya.[139] Jadi, sejatinya Tritunggal adalah Allah yang berpribadi. Pribadi Bapa berbeda dengan Pribadi Anak, Pribadi Anak berbeda dengan Pribadi Roh Kudus, demikian juga Pribadi Roh Kudus berbeda dengan Pribadi Bapa. Namun pada hakekat-Nya adalah satu tanpa ada keterpisahan. Karena ketiga-Nya saling berelasi.


E.                 Analisis Terhadap Pokok Pengajaran, Allah Bapa dan Allah Anak Tidak Mahahadir
Erastus Sabdono menekankan bahwa sejatinya Roh Kudus adalah Mahahadir karena Dia adalah Roh-Nya Allah Bapa sedangkan Bapa dan Anak tidak mahahadir. Pernyataan ini sangat membahayakan bagi iman Kristen. Sebab secara eksplisit dalam Alkitab bahwa Allah adalah Mahahadir. Maha hadir berarti Allah hadir di segala tempat. Sebagaimana dalam Mazmur 139:7-12 menjelaskan kemahahadiran Allah. Dari langit yang paling tinggi sampai ke dalam bumi dan laut, Allah hadir di setiap tempat. Hadir di setiap tempat dalam totalitas Pribadi-Nya.[140]
Erastus Sabdono membedakan antara “kehadiran Bapa dan Anak secara pribadi” dengan “kehadiran kedua pribadi ini melalui Roh Kudus.” Ini adalah problem yang serius. Jika ketiga pribadi berbagian di dalam satu hakekat yang sama, maka Bapa secara pribadi hadir dimana-mana karena Dia adalah Allah yang mahahadir, demikian juga Anak hadir dimana-mana karena Dia adalah Allah yang mahahadir. Sebaagaimana dalam Injil Matius 28:20 bahwa Kristus berjanji pada murid-murid, “Aku akan menyertai kamu senantiasa”. Menunjukan bahwa Kristus memiliki natur manusia demikian pula natur Ilahi, maka hal itu harus diartikan bahwa dalam kemanusiaan-Nya Ia berada di surga, tetapi dalam keilahiann-Nya Ia adalah Mahahadir.[141] dan demikian juga dengan Roh Kudus yang hadir dimana-mana karena Dia adalah Allah yang Mahahadir.
Yesaya 66:1 Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? Dalam ayat ini sangat jelas bahwa ketiga Pribadi dari Allah disebut dan lihat beberbeda satu dengan yang lain.
Para teolog sudah sepakat bahwa kehadiran Allah Tritunggal ke dalam segala ruang bukanlah hanya kehadiran yang bersifat per potentiam (melalui kuasa-Nya) tetapi kehadiran-Nya adalah per essentiam et naturam (melalui esensi dan natur-Nya). Dengan demikian Allah Tritunggal hadir dimana-mana secara penuh di dalam natur-Nya, dan oleh karenanya ketiga Pribadi ini juga hadir secara penuh.
Erastus Sabdono berpendapat bahwa yang hadir hanyalah Roh Kudus, dan jika diperlukan barulah Anak turun dari dari sorga adalah memelorotkan kemahahadiran Anak menjadi Allah yang tidak mahahadir. Jika demikian, maka Yesus bukanlah Allah sama sekali. Sejatinya, dimana Roh Kudus berada, di situ juga Bapa dan Anak berada, demikian sebaliknya. Mengutip pernyataan G.I. Williamson bahwa:
“Karena Allah adalah Roh yang murni, maka Dia tidak dibatasi oleh apa pun juga. Tidak ada tempat di mana Allah tidak hadir. “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau” (Maz. 139-7-8). Lebih dari itu harus ditekankan di sini bahwa di mana pun seseorang berada, maka di sana bukan hanya sebagian dari Allah yang hadir, melainkan keseluruhan diri-Nya, dengan kemuliaan dan keagungan-Nya, hadir di sana. Ketika kita berkata bahwa Allah Mahahadir (omnipresent), kita maksudkan bahwa Allah secara keseluruhan, lengkap, dan tak terbatas ditemukan di mana pun dan kapan pun.”[142]

Pernyatan yang disampaikan di atas menunjukan bahwa Allah Tritunggal adalah Allah yang omnipresent, artinya dimana Roh-Nya Allah berada sejatinya yang hadir adalah Allah (Elohim) yang kita sebutkan Tritunggal Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus  yang hadir di setiap waktu, di segala tempat, dan di setiap karya umat-Nya.
Erastus Sabdono menyimpulkan bahwa Bapa tidak maha hadir karena Roh-Nya yang ada mewakili Bapa yang tempatnya permanen di surga bersama dengan Anak yang duduk di sebelah kanan Bapa. Menurut hemat peneliti bahwa sejatinya duduk di sebelah kanan Bapa merupakan suatu simbol. Sebelah kanan ini hanya menunjuk kepada kemahakuasaan dan keperkasaan Allah yang tak terbantai oleh sesuatu apa pun yang ada. Karena itu dapat diingat bahwa Roh Kudus adalah suatu Pribadi tersendiri. Kendatipun dapat diakui bahwa Ia adalah Allah yang sepenuh, namun dalam PB  Roh Kudus tidak pernah dikacaukan dengan Allah Bapa, yang keduanya selalu disebut secara terpisah dan diperlakukan sebagai oknum-oknum terpisah.
Dalam Kis. 5:31-32; 7:55; 10:38; 13:2, kalau dengan teliti dilihat bahwa adanya perbedaan Allah Bapa dan Roh Kudus. Bagi para murid atau gereja mula-mula, Roh Kudus adalah Pribadi yang hidup, berkuasa, yang memenuhi hidup mereka dan memampukan mereka untuk menyembah Allah, berdoa kepada Allah dan melakukan kehendak Allah.[143] Hal ini menunjukan dengan jelas bahwa Tritunggal adalah Allah yang Mahahadir. Sebagaimana dalam Lukas 3:22 dapat dilihat bagaimana ketiga Pribadi Allah benar-benar termanifestasi dalam kesadaran para rasul di Perjanjian Baru.[144]
Jadi, Allah (Elohim) Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Pribadi-Pribadi yang hadir  atau selalu eksis selamanya. Hal ini nyata bahwa kehadiran Yesus Kristus adalah kehadiran Allah sebagai Roh yang menghidupkan.[145] Karena Tritunggal memiliki sifat yaitu Mahahadir, maka dimana Roh Kudus hadir di situ juga Allah Bapa dan Allah Anak hadir.














BAB VI
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Berdasarkan Metodologi yang peneliti gunakan, maka hasil penelitian mengenai pengajaran Tritunggal menurut Erastus Sabdono, maka peneliti menyimpulkan bahwa pengajaran Erastus Sabdono sangat membahayakan dan berpotensi sesat. Karena pengajarannya tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Pengajaran Erastus Sabdono didasarkan pada pengalaman bahwa semakin berkembangnya ilmu pengetahuannya dan banyak membaca, menggali, menafsir ayat-ayat Alkitab yang melihat secara teks dan konteks. Namun dalam berbagai pokok pengajaran kontradiksi dengan iman Kristen khususnya perihal Ketritunggalan Allah  yang menekankan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang relatif.
Pemahamannya mengenai Allah (Elohim), tidak mengakui sesungguhnya Allah itu Tritunggal tetapi Dwitunggal. Hal ini beranjak dari pemikirannya bahwa Roh Kudus selalu  menyatu dengan kehendak Bapa, sehingga Roh Kudus adalah pribadi ketiga yang relatif, tidak mutlak. Berbeda dengan Yesus yang ketika menjadi manusia bisa memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa, sehingga ada risiko terpisah selamanya dari Bapa. Lagi pula Bapa, Anak dan Roh Kudus itu tidak setara.
Menurut peneliti bahwa sejatinya Allah itu Tritunggal dalam arti bahwa satu hekekat tetapi memiliki tiga Pribadi yang setara yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus yang bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, yang telah ada sebelum dunia dijadikan. Perihal akan Ketritunggal Allah ini pun sudah menjadi konsep umum bagi gereja dan dapat diakui dan diimani oleh Kristen tradisional bahwa Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi yang satu tanpa keterpisahan eksistensi, secara komplet bersatu untuk membentuk satu Allah.
Kedwitunggalan Allah menurut hemat peneliti bahwa konsepnya bermula dari Origenes yang tidak mengakui Roh Kudus adalah Oknum Allah yang kemudiaan diikuti oleh kaum arianisme dan saksi yehuwa. Kedwitunggalan Allah ini bukan sesuatu yang baru, namun ini sudah menjadi perdebatan antara gereja timur dan gereja barat. Karena itu peneliti berkesimpulan bahwa ajaran tentang dwitunggal menurut Erastus Sabdono adalah ajaran yang diadopsi oleh Origenes serta bapa-bapa gerej atimur lainnya.
Selanjutnya adanya subordinasi antara Bapa dan Anak. Allah Bapa adalah Pribadi Yang Mahatinggi lebih atau di atas Anak (Tuhan Yesus) yang juga disebut sebagai Yang Mahatinggi. Pernyataan Sabdono adalah pernyataan yang tidak didasarkan pada Alkitab dalam arti bahwa ketritunggalan Allah sesunguhnya tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Allah pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama persis. Ketiganya sama-sama maha tahu, maha kuasa, kekal, pengasih adil dan kudus. Jadi Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama (homoousios).
Sabdono menyatakan bahwa Roh Kudus bisa dikatakan sebagai Pribadi Ketiga secara relatif. Kalau Roh Allah atau Roh Kudus bisa dikatakan mutlak sebagai Pribadi Ketiga, maka penjelasan mengenai Allah yang Esa menjadi sangat sulit dan kacau. Namun menurut peneliti bahwa Perihal Roh Kudus sebagai pribadi yang relatif dalam pemahaman Sabdono merupakan suatu kekeliruan sebab secara eksplisit dalam Alkitab bahwa Roh Kudus adalah satu Pribadi yang mutlak, yaitu Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal karena Ia mengambil keputusan, dapat mengutus para rasul, dapat membebaskan dan mempimpin umat-Nya masuk dalam kebebasan.  Ia adalah Parakletos yang berarti suatu oknum atau Pribadi yang mutlak/absolut.
Selanjutnya, Sabdono mengatakan bahwa sejatinya Roh Kudus adalah kuasa dari Allah yang ber-Pribadi yang melingkupi jagad raya. Sebab Roh Kudus tidak nampak karena Ia seperti angin, maka Ia disebut sebagai Roh. Kalau diteliti dengan benar, sejatinya Roh Kudus merupakan pemberi kuasa kebangkitan dan hidup baru (Rm. 8:1-2). Roh yang memberi hidup baru sudah memerdekakan kita dari hukum dosa dan hukum maut. Jadi Roh Kudus bukan kuasa dari Allah yang berpribadi tetapi Roh Kudus adalah Allah yang mutlak. Allah Bapa adalah Allah sepenuhnya. Allah Anak adalah Allah sepenuhnya. Allah Roh Kudus adalah sepenuhnya.
Keberadaan Pribadi Allah Bapa dan Allah Anak di surga, sedangkan Roh Kudus melingkupi jagad raya melaksanakan kehendak dan rencana-Nya. Dengan demikian ini menunjukan bahwa Roh Kudus adalah Mahahadir sedangkan Allah Bapa dan Allah Anak tidak Mahahadir. Kalau ditilik dalam Alkitab bahkan dalam iman Kristen bahwa Allah Tritunggal adalah Allah yang Mahahadir, maka dimana Roh Kudus hadir di situ juga Allah Bapa dan Allah Anak hadir. Karena ketiga-Nya adalah satu dan kesatuan-Nya itu mutlak sebagai Oknum yang Mahahadir.

B.                 Saran
Beranjak dari hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
Pertama, peneliti mengusulkan bagi para hamba Tuhan untuk mendiskusi tentang Allah Tritunggal secara mendalam supaya menemukan titik tumpu kebenaran yang autentik, sehingga tidak disimpang siurkan dengan berbagai pengajaran yang bersifat menyesatkan
Kedua, peneliti mengusulkan bagi setiap gembala untuk memberikan pengajaran khusus bagi setiap jemaat yang digembalakannya dengan mengadakan seminar, pendalaman Alkitab, guna memperlengkapi pengetahuan dan pengenalan jemaat akan keradaan diri sebagai makhluk mulia yang dicipta oleh Sang Pencipta yaitu Allah Tritunggal untuk memuliakan-Nya, sehingga memperoleh dasar pengertian yang jelas, kuat dan tidak diombang-ambingkan oleh pengajaran yang menyimpang dari iman Kristen yang sesungguhnya.
Ketiga, peneliti menyarankan bagi setiap perguruan tinggi, khususnya perguruang tinggi teologi untuk mengadakan seminar dengan mengundang para teolog atau tokoh apologetis Kristen yang ahli dalam bidang teologi.
Keempat, peneliti juga menyarankan agar setiap perguruan tinggi, menjadikan teologi sebagai pengajaran yang independen dan seluruh pengajaran harus dihubungkan dengan Allah dan dipusatkan pada Tuhan Allah. dan bukan hanya sebagai muatan mata kuliah biasa, guna memperlengkapi wawasan mahasiswa sebagai ebed Yahweh.















DAFTAR PUSTAKA

A.                Buku-Buku

Abineno J. L. Ch., Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Abineno J. L. Ch., Roh Kudus Dan Pekerjaan-Nya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Bavinck, Herman., The Doctrine Of God. Grand Rapids: Baker Book House, 1980.
Berkhof, Louis., Teologi Sistematika; Volum 1 Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2013.
Boff, Leonardo., Trinity and Society. New York: Orbis Books, 1988.
Boland B.J., Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Brill, J. Wesley., Dasar Yang Teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1998.
Cowan, Steven B., Five Views on Apologetics. Grand Rapids: Zondervan, 2000.
Crossley, Robert, Tritunggal Yang Esa. Jakarta:YKBK/OMF, 2005.
Enns, Paul., The Moody Handbook Of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2003.
Fee, Gordon D., Paulus, Roh Kudus dan Umat Allah. Malang: Gandum Mas, 2004.
Frame, John M., Apologetika Bagi Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar. Surabaya: Momentum, 2011.
Frame, John M., Apologetika Sebuah Pembenaran Bagi Kepercayaan Kristen. Surabaya: Momentum, 2018.
Graham, Biily., Roh Kudus. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1998.
Groenen., Kitab Suci Tentang Roh Kudus Dan Hubungannya Dengan Allah Bapa Dan Anak Allah. Yogyakarta: Kanisius 1998.
Guthrie Donald.Teologi PB 2; Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Hadiwijono, Harun., Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Hadiwijono, Harun., Inilah Sahadatku. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
Hasibuan, Edison TT., Allah, Manusia dan Agama. Jakarta: Lider, 2008.
Hodge, Charles., Systematic Theology; Vol 3. London: Clarke, 1960.
Horton, Michael., Core Christianity; Inti Iman Kristen. Yogyakarta: Katalis, 2017.
Horton, Stanley M., Oknum Roh Kudus. Malang: Gandum Mas, 2001.
Jusman, Djantana., Dasar Kebenaran. Jakarta: GPSDI JSS, 2009.
Lee, Hak Jn., Covenant and Communication: A Christian Moral Conversition With Jurgen Habermas. Lanham, Maryland: University Press of America, 2016.
Letham Robert., Allah Trinitas Dalam Alkitab, Sejarah, Theologi, dan Penyembahan. Surabaya: Momentum, 2011.
McGrath, Alister E., Mere Apologetics: How To Help Seekers And Skeptic Find Faith. Grand Rapids: Bakers Book, 2012.
Pache, Rene., The Person and Work of the Holy Spirit. Chicago: Moody, 1954.
Reimber, Alfredo., Konsep Allah Menurut Thomas Aquinas. Jakarta: FIPB UI, 2011.
Sabdono, Erastus, Kristologi; Mengenal Pribadi Yesus. Jakarta: Rehobot Literature, 2018.
Sabdono, Erastus., Apakah Anda Ingin Kaya?. Jakarta: Rehobot Literature, 2012.
Sabdono, Erastus., Apakah Keselamatan Bisa Hilang?. Jakarta: Rehobot Literature, 2016.
Sabdono, Erastus., Keselamatan Di Luar Kristen. Jakarta: Rehobot Literature, 2017.
Sabdono, Erastus., Menemukan Kekristenan Yang Hilang. Jakarta: Rehobot Literature, 2014.
Sabdono, Erastus., Roh Kudus. Jakarta: Rehobot Literature, 2018.
Sabdono, Erastus., Tritunggal; Menyingkap Rahasia Tritunggal Menurut Alkitab. Jakarta: Rehobot Literature, 2018.
Samples, Kenneth R., Without a Doubt: Menjawab 20 Pertanyaan Tersulit tentang Iman. Alih bahasa Ellen Hanafi. Malang: Literatur SAAT, 2014. 
Soedarmo, R., Ikthisar Dokmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Soedarmo, R., Pokok-Pokok Iman Yang Perlu Ditekankan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Soru, Ezra Alfred., Tritunggal Yang Kudus. Bandung: LLB, 2002.
Sudarma, Erick., Mengenal Satu-Satunya Allah Yang Benar. Bandung: Mitra Pustaka, 2003.
Thiesen, Henry Clarence., Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 2000.
Tong, Stephen., Allah Tritunggal. Jakarta: LRII,1996.
Tong, Stephen., Roh Kudus, Doa dan Kebangunan. Surabaya: Momentum, 2011.
Torrance, Thomas F., Christian Doctrine of God: One Being, Three Persons. Edinburg: T. & T. Clark, 1996.
Torrance, Thomas F., The Trinitarian Faith. Edinburg: T. & T. Clark, 1988.
Van Den End Thomas., 16 Dokumen Dasar Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Van Den Toren, Benno., Christian Apologetics: as Cross Cultural-Dialogue. New York: T&T Clark International, 2011.
Van Til, Cornelius., Pengantar Theologi Sistematik; Problegomena Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah. Surabaya: Momentum, 2010.
Van, Niftrik G. C. dan Boland B. J., Dokmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Verkuyl, Jhon., Aku Percaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Victor, Harold., Betapa Dahsyatnya Darah Yesus. Malang: Gandum Mas, 2009.
Walvoord, John F., The Holy Spirit. Ohio: Dunham Publishing Company, 1958.
Wendel, Francois., Calvin; Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya. Surabaya: Momentum, 2010.
Williamson, G. I., Pengakuan Iman Westminster. Surabaya: Momentum, 2012.


B.                 Artikel

Anselm., De Precessione Spiritu Sancto Contra Graecos. Hopkins dan Richardson.
Basil dari Caesarea., On the Holy Spirit.
Buku Saudara Dapat Hidup Kekal Dalam Firdaus Di Bumi. USA: Watchtower Bible and Tract Society of New York.
Sabdono, Erastus., Wartakan Firman Tuhan Yang Murni Dan Orisinal, Majalah Bahana, Januari 2010.
Hobbs, Herschel H., What Baptists Believe  (Ternnesse: Broadman Press, (t. th), 14.
Walvoord, Jesus Christ Our Lord, 116.



C.                Jurnal

Wijanto, M.W., Jurnal :Allah Tritunggal Dalam Injil Yohanes”.....

D.                Website/Internet

"Ikon Pendeta yang Bertobat". Tokoh Indonesia. (Diakses tanggal 5 Mei 2019).
"Profil Erastus Sabdono",  (Diakses 5 Mei 2019).
“Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit ke 9.10-9.45).
Tentang Kami (Rehobot Ministry), http://www.rehobot.net/about. (Diakses 6 Mei 2019).
Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.”  (Menit 13.03-13.19).



[1] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dokma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 64.
[2] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 65.
[3] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 66.
[4] Djantana Jusman, Dasar Kebenaran (Jakarta: GPSDI JSS, 2009), 3.
[5] Ezra Alfred Soru, Tritunggal Yang Kudus (Bandung: LLB, 2002), 2.
[6] Tong, Allah Tritunggal, 79.
[7] Robert Letham, Allah Trinitas Dalam Alkitab, Sejarah, Theologi, dan Penyembahan (Surabaya: Momentum, 2011), 117.
[8] M.W. Wijanto , Jurnal :Allah Tritunggal Dalam Injil Yohanes”.....
[9] Stanley M. Horton, Oknum Roh Kudus (Malang: Gandum Mas, 2001), 8.
[10] J. L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 142.
[11] G. C. Van Niftrik dan B. J. Boland, Dokmatika Masa Kini, 335.
[12] John F. Walvoord, The Holy Spirit (Ohio: Dunham Publishing Company, 1958), 5.
[13] Buku Saudara Dapat Hidup Kekal dalam Firdaus di Bumi (USA: Watchtower Bible and Tract Society of New York.
[14] Erastus Sabdono, Tritunggal; Menyingkap Rahasia Tritunggal Menurut Alkitab (Jakarta: Rehobot Literature, 2018), 169-170.
[15] Erastus Sabdono, Roh Kudus (Jakarta: Rehobot Literature, 2018), 13-14.
[16] Sabdono, Tritunggal, 264.
[17] Sabdono, Tritunggal, 171.
[18] Erastus Sabdono, Keselamatan Di Luar Kristen (Jakarta: Rehobot Literature, 2017), 75.
[19] Sabdono, Tritunggal, 98.
[20] Sabdono, Allah Tritunggal, 174-175.
[21] “Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit ke 9.10-9.45).
[22] Steven B. Cowan, Five Views on Apologetics (Grand Rapids: Zondervan, 2000), 15-16.
[23] Stephen Tong, Allah Tritunggal (Jakarta: LRII,1996), 34.
[24] J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1998), 39.
[25] G. C. Van Niftrik dan B. J. Boland, Dokmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 547-548.
[26] Alfredo Reimber, Konsep Allah Menurut Thomas Aquinas (Jakarta: FIPB UI, 2011), 96.
[27] Robert Crossley, Tritunggal Yang Esa (Jakarta:YKBK/OMF, 2005), 8.
[28] Tong, Allah Tritunggal, 35.
[29] Herschel H. Hobbs, What Baptists Believe  (Ternnesse: Broadman Press, (t. th), 14.
[30] Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 108.
[31]  Tong, Allah Tritunggal, 2.
[32] Billy Graham, Roh Kudus (Bandung: LLB, 1998), 24.
[33] Cornelius Van Til, Pengantar Theologi Sistematik; Problegomena Dan Doktrin Wahyu, Alkitab, Dan Allah (Surabaya: Momentum, 2010), 399.
[34] John M. Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar (Surabaya: Momentum, 2011), 3.
[35] Alister E. McGrath, Mere Apologetics: How to Help Seekers and Skeptic Find Faith (Grand Rapids: Bakers Book, 2012), 15.
[36] e-sword an electronic edge.
[37] McGrath, Mere Apologetics, 16.
[38] Benno van Den Toren, Christian Apologetics: as Cross Cultural-Dialogue (New York: T&T Clark International, 2011), 27.
[39] Steven B. Cowan, Five Views on Apologetics (Grand Rapids: Zondervan, 2000), 15-20.
[40] Cowan, Five Views on Apologetics, 15-16.
[41] Cowan, Five Views on Apologetics, 16.
[42] Cowan, Five Views on Apologetics, 18.
[43]Cowan, Five Views on Apologetics, 19.
[44]Cowan, Five Views on Apologetics, 20.
[45] "Profil Erastus Sabdono",  (Diakses 5 Mei 2019).
[46] Erastus Sabdono, Wartakan Firman Tuhan Yang Murni dan Orisinal, Majalah Bahana, Januari 2010.

[47] "Ikon Pendeta yang Bertobat". Tokoh Indonesia. (Diakses tanggal 5Mei 2019).
[48] Tentang Kami (Rehobot Ministry), http://www.rehobot.net/about. (Diakses 6 Mei 2019).
[49]Erastus Sabdono, Kristologi; Mengenal Pribadi Yesus (Jakarta: Rehobot Literature, 2018), 14.
[50] Sabdono, Tritunggal, 264.
[51] Sabdono, Tritunggal, 98.
[52]“Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.”  (Menit 13.03-13.19).
[53] Sabdono, Tritunggal, 99.
[55] Sabdono, Roh Kudus, 12-15.
[56] “Khotbah Audio Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. - Doktrin Tritunggal Part 6 of 10: Roh Kudus Keluar dari Bapa.” (Menit ke 9.10-9.45).
[57] Sabdono, Allah Tritunggal, 174-175.
[58] Sabdono, Roh Kudus, 19-23.
[59] Sabdono, Roh Kudus, 8-9.
[60] Erastus Sabdono, Keselamatan Di Luar Kristen (Jakarta: Rehobot Literatur, 2017), 75.
[61] Sabdono, Roh Kudus, 20-22.
[62] Sabdono, Tritunggal, 160.
[63] Letham, Allah Trinitas, 101.
[64] Letham, Allah Trinitas, 146.
[65] Athanasius, Serapion, 1. 12; 2.5 (PG 26:560-61).
[66] Letham, Allah Trinitas, 156-157.
[67] Basil dari Caesarea, On the Holy Spirit, 108-109.
[68] Gregory dari Nyssa, Against Eunomius 2.2-3;74.
[69] Gregory dari Nyssa, Dogmatic Treatises, Etc., di dalam NPNF2, 5:326-30.
[70]Francois Wendel, Calvin; Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya (Surabaya: Momentum, 2010), 184.
[71] John Calvin, Institutes of the Christian Religion, terj. Ford Lwwis Battles, ed. John T. McNeill (Philadelphia: Westminster Press, 1960), 1.13.17
[72] Hak Jn Lee, Covenant and Communication: A Christian Moral Conversition With Jurgen Habermas (Lanham, Maryland: University Press of America, 2016), 97-120.
[73] Groenen , Kitab Suci Tentang Roh Kudus Dan Hubungannya Dengan Allah Bapa Dan Anak Allah (Yogyakarta: Kanisius 1998), 58.
[74] Letham, Allah Trinitas, 401.
[75] Spirasi merupakan suatu tindakan yang kekal dan penting dari pribadi pertama dan pribadi kedua dalam Allah Tritunggal di mana mereka, dalam keberadaan Ilahi mereka menjadi dasar dari subsistensi pribadi dari Roh Kudus dan membiarkan Pribadi yang ketiga tetap memilki keseluruhan esensi Ilahi, tanpa adanya pembagian, perubahan atau pemisahan. Louis Berkhof, Teologi Sistematika, 171.
[76] R. Soedarmo, Pokok-Pokok Iman Yang Perlu Ditekankan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 27.
[77] Kenneth R. Samples, Without a Doubt: Menjawab 20 Pertanyaan Tersulit tentang Iman. Alih bahasa Ellen Hanafi (Malang: Literatur SAAT, 2014), 79. 
[78] Leonardo Boff, Trinity and Society (New York: Orbis Books, 1988), 22.
[79] Hadiwijono, Iman Kristen, 133.
[80] Letham, Allah Trinitas, 157.
[81] Tong, Allah Tritunggal, 38.
[82] R. Soedarmo, Ikthisar Dokmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 116.
[83] Edison TT Hasibuan, Allah, Manusia dan Agama (Jakarta: Lider, 2008), 25.
[84] Harold Victor L, Betapa Dahsyatnya Darah Yesus (Malang: Gandum Mas, 2009), 210.
[85] Charles Hodge, Systematic Theology; Vol 3 (London: Clarke, 1960), 385.
[86] Lousi Berkhof, Teologi Sistematika; Volum 1 Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2013), 87.
[87] Soedarmo, Ikhtisar Dokmatika , 124.
[88] Letham, Allah Trinitas, 118.
[89] Thomas Aquinas, Bag. 1a P. 31, art. 2.
[90] Gregory Nazianzen, Orations 40.41 (PG 36:417).
[91] Calvin, The Gospel According to St. John 11-21, Mengenai Yoh. 17:5 “Sed aeternum qouque Dei sermonen ex Patre ante secula genitum.”
[92] Letham, Allah Trinitas, 400.
[93] Michael Horton, Core Christianity; Inti Iman Kristen (Yogyakarta: Katalis, 2017), 56.
[94] Thomas Van Den End, 16 Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 4.
[95] Berkhof, Teologi Sistematika, 154.
[96] Herman Bavinck, The Doctrine of God. (Grand Rapids: Baker Book House, 1980), 271.
[97] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2003), 247-248.
[98] Athanasius, On Luke 10:22 (Matthew 11:27) 6.
[99] Athanasius, Serapion 1. 19 (PG 26:573-76).
[100] Athanasius, Against the Arians 3. 24-25.
[101] Kata Roh dalam bahasa               Ibrani ruach dan pneuma dapat diterjemahkan dengan “nafas” dan kata Yunani pneuma. Kedua kata ini berarti gerakan udara yang disebabkan oleh nafas. Atau dengan arti kiasan “nyawa” dan “semangat”(=prinsip dan kodrat yang memberikan kehidupan kepada Tubuh). J. L. Ch. Abineno, Roh Kudus Dan Pekerjaan-Nya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 5.
[102] John M. Frame, Apologetika Sebuah Pembenaran Bagi Kepercayaan Kristen (Surabaya: Momentum, 2018, 95-96.
[103] Van Til, Pengantar Theologi Sistematik, 423.
[104] Letham, Allah Trinitas, 184-185.
[105] Gordon D. Fee, Paulus, Roh Kudus dan Umat Allah (Malang: Gandum Mas, 2004), 47-49.
[106] Graham, Roh Kudus, 15.
[107] Horton, Oknum Roh Kudus, 245.
[108] Donald Guthrie, Teologi PB 2; Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 163.
[109] Enns, The Moody Handbook of Theology, 303-304.
[110] Crossley, Tritunggal Yang Esa, 34.
[111] Tong, Allah Tritunggal, 81.
[112] Tong, Allah Tritunggal, 82.
[113] Tong, Allah Tritunggal, 83.
[114] Tong, Allah Tritunggal, 84.
[115] Thiesen, Teologi Sistimatika , 381.
[116] Tong, Allah Tritunggal, 84-85.
[117] Tong, Allah Tritunggal, 85.
[118] Guthrie, Roh Kudus, 162.
[119] Anselm, De precessione Spiritu Sancto contra Graecos. Hopkins dan Richardson, 3:224-225.
[120] Wendel, Calvin; 184.
[121] Henry Clarence Thiesen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2000), 138.
[122] Thomas F. Torrance, The Trinitarian Faith  (Edinburg: T. & T. Clark, 1988), 194.
[123] Thomas F. Torrance, The Trinitarian Faith  195.
[124] Thomas F. Torrance, Christian Doctrine of God: One Being, Three Persons (Edinburg: T. & T. Clark, 1996), 61-62.
[125] Letham,  Allah Trinitas, 63.
[126] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dokmatika Masa Kini, 335.
[127] Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, 142-143.
[128] Abineno, Roh Kudus Dan Pekerjaan-Nya, 10.
[129] Jhon Verkuyl, Aku Percaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 166.
[130] Stephen Tong, Roh Kudus, Doa dan Kebangunan (Surabaya: Momentum, 2011), 9.
[131] Stephen Tong, Roh Kudus, Doa dan Kebangunan , 9-10.
[132] Stephen Tong, Roh Kudus, Doa dan Kebangunan, 10.
[133] Rene Pache, The Person and Work of the Holy Spirit (Chicago: Moody, 1954), 14.
[134] Erick Sudarma, Mengenal Satu-satunya Allah yang Benar (Bandung: Mitra Pustaka, 2003), 91.
[135] Tong, Allah Tritunggal, 99-100.
[136] Berkhof, Teologi Sistematika, 172.
[137] Berkhof, Teologi Sistematika, 173-174.
[138] B.J. Boland, Intisari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 55.
[139] Graham, Roh Kudus, 24.
[140] Enns, The Moody Handbook Of Theolgy, 237.
[141] Walvoord, Jesus Christ Our Lord, 116.
[142] G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Momentum, 2012), 37.
[143] Crossley, Tritunggal Yang Esa, 43.
[144] Williamson, Pengakuan Westminster, 42.
[145] Harun Hadiwijono, Inilah Sahadatku (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 124.

Komentar

Denis Desmanto mengatakan…
שלום/ Shalom. Mari kita sama-sama belajar membaca ayat dari Ulangan 6 : 4 dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Ibrani. Sebab Yesus atau Yeshua/ ישוע juga menggunakan bahasa Ibrani ketika berbicara dengan orang-orang di jamanNya. Ayat dari Ulangan 6 : 4 itu juga terdapat di Markus 12 : 29 seperti berikut :

Aksara Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. "

Dalam huruf Latinnya, "Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH (Adonai ) ekhad. "

🕎✡️🕊️🤚🏻📜✝️ש🌾🍇🍏🍎🐟⁦🗺️⁩

Postingan populer dari blog ini

Proposal Skripsi

Ajaran Sesat