DOGMA TENTANG DOSA
DOGMA TENTANG DOSA (005)
Perihal dosa menjadi hal misteri karena asal usulnya tidak secara jelas menerangkan bagi kita. Berbagai pandangan tentang dosa misalnya ajaran Hindu bahwa dosa disebabkan karena benda, prakarti, maka jiwa manusia disilaukan, hingga tidak tahu bahwa dunia ini adalah maya, semu saja. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa awidya (ketidaktahuan) menjadi sebab adanya dosa. Sedangkan dalam ajaran Islam bahwa adanya kecenderungan-kecenderungan untuk berbuat dosa disebabkan oleh nafsunya yang jahat sehingga menjadikan orang takabur dan sombong.
Dalam ajaran iman Kristen dengan tegas menyatakan bahwa dosa bukan disebabkan oleh Tuhan Allah. Ayb. 34: 10, Maz. 92: 16; 118: 1,29; 136: 1 secara terang memberitakan bagi kita bahwa jauhlah pada Allah untuk melakukan kefasikan, dari pada Yang Mahakuasa untuk berbuat curang. Demikian juga dalam 1 Yoh. 1: 5 menerangkan bahwa Allah adalah terang dan bahwa di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Hal ini nampak pada diri Tuhan Yesus Kristus, bahwa di dalam seluruh hidup-Nya Ia menyatakan keAllahan-Nya. Karena itu Yesus Kristus menjadi tanggungan, bahwa Tuhan Allah bukanlah sumber dosa. Golgota, tempat Tuhan Allah menghukum dosa, maka teranglah bahwa Tuhan Allah tidak mungkin bersekutu dengan dosa.
Selanjutnya berbagi pendapat mengatakan bahwa dosa berasal dari iblis. Berdasarkan Yoh. 8: 44, iblis adalah pembunuh manusia sejak semula, dan mereka yang tidak menangkap firman-Nya memiliki iblis sebagai bapanya dan ingin melakukan keinginan bapanya itu. Kej 3 jelas mengatakan bahwa manusia salah, sebab ia jatuh ke dalam dosa. Karena kehendak bebasnya untuk melakukan tawaran dari iblis. Hal ini bukan berarti iblis dijadikan sebagai sumber dosa. Sekali lagi Alkitab tidak menerangkan bagi kita asal dosa.
Juga bahwa asal dosa banyak orang menempatkan pada malaikat sebagai sumber dosa, malaikat itu jatuh ke bumi yang kemudian menjadi iblis.
Dosa itu datangnya dari manusia itu sendiri. Manusia memiliki kebebasan penuh untuk memilih melawan Allah. Manusia memilih memberontak terhadap Tuhan Allah, melanggar hukum Allah. Sproul mengatakan bahwa dosa itu bagaikan sebuah anak panah yang dilepaskan dari busurnya dan meleset dari target yang ditentukan. Hamartia artinya meleset dari sasaran. Sasaran dalam pengertian kepada norma dari Hukum Allah.
Adapun dosa dalam Alkitab dibicarakan dalam berbagai cara, yakni: kehilangan (Kel. 20: 20; Ams. 8: 36), bengkok, keliru, menyimpang dari jalan, kesalahan (Ayb. 15: 5; 20: 7), memberontak (1 Raj. 12: 9; 2 Raj. 8: 20), pelanggaran hukum Allah (1 Yoh. 3: 4), perbuatan tanpa kasih (1 Yoh. 4: 8), kejahatan (1 Yoh. 5: 17), ketidaktaatan, ketidaksetiaan, tidak percaya dan lain sebagainya. Maka sekali lagi dosa hanya disebabkan oleh manusia sendiri. Manusialah yang memikul segala tanggung jawabnya.
Kejadian 3 menjelaskan bagaimana ketika manusia memutuskan untuk makan buah pohon itu, ia bukan seperti orang yang dirasuk setan, yang tidak tahu apa yang dilakukan, melainkan ia telah mengambil keputusan dengan bebas untuk menjadi sama dengan Allah. Maka jelaslah bahwa hakikat dosa bukan hanya tidak mentaati Allah, melainkan lebih daripada itu dosa juga berarti memusuhi Allah, bahkan memberontak terhadap Allah. Sebab manusia ingin menjadi seperti Allah, ingin menduduki kedudukan Allah, merebut hak wewenang Allah.
Hal senada dipaparkan Baan bahwa dosa memakan buah terlarang merupakan pertanda kesombongan. Kesombongan menandakan ciri manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, dan tidak mengakui suatu Allah yang lebih tinggi dari dirinya. Selanjutnya dosa dipandang sebagai dosa iri hati. Manusia iri kepada Allah karena Ia tahu apa yang baik dan apa yang jahat, dan manusia pun ingin mengetahui hal itu. Ini tidak hanya berlaku dalam hal mengetahui apa yang baik dan apa yang jahat tetapi juga dalam hal-hal lain yang diketahui Allah dan tidak diketahui manusia.
Berdasarkan kesaksian Alkitab, dapat kita simpulkan bahwa segala dosa pada hakekatnya sama dengan dengan dosa yang diungkapkan dalam Kej. 3 ini. Hadiwijono mengatakan bahwa dosa merusak hubungan, baik hubungan antara Allah dan manusia maupun hubungan antara manusia dan manusia. Oleh karena dosa manusia membenci Allah (Yoh. 15: 23-24), hidup tanpa Allah (Luk. 15: 11) dan tidak layak disebut anak-anak Allah (Luk. 15: 21), tetapi manusia lalu juga membenci sesamanya (Kej. 3: 12).
Sekarang kita melihat pada penyebaran dosa, bahwa sejak dosa pertama nenek moyang pertama kita, seluruh umat manusia menanggung kesalahan, kecemaran, dan konsekuensi dosa. Bahwa dosa merupakan realitas yang universal telah diakui secara universal, tetapi dosa disuarakan dengan paling jelas di dalam Kitab Suci. Ciptaan sendiri, ketika dirusak oleh dosa, kini menjadi "dunia" yang jahat yang suatu kelak akan berlalu, demikian kata Bavinck. Selanjutnya katanya bahwa menurut Kitab Suci, universitas dosa berasal dari kejatuhan orang tua pertama kita, Adam dan Hawa. Meskipun terimpliskasi secara jelas di dalam Kej. 3 dan seluruh bagian lain dari Perjanjian Lama, secara khusus Rasul Paulus lah yang menjabarkannya di dalam Roma 5 dan 1 Kor. 15.
Kemudian Baan mengatakan bahwa Adam adalah kepala umat manusia, maka secara otomatis semua manusia terisap di dalam Adam, dan oleh sebab itu perbuatan-perbuatannya akan membawa dampak bagi semua manusia.
Roma 5: 12 dengan jelas menunjukkan bahwa dosa telah masuk ke dalam dunia karena perbuatan Adam, atau oleh karena Adam melanggar perintah Tuhan Allah, atau memberontak terhadap Tuhan Allah, maka pintu gerbang dunia terbuka bagi masuknya dosa ke dalam dunia.
Jadi setelah Adam jatuh ke dalam dosa, hidup semua manusia dikuasai oleh dosa, atau semua manusia diperbudak oleh dosa.
Oleh karena dosa, maka akibatnya manusia harus mengalami hukuman Tuhan Allah. Hukuman Tuhan Allah ialah kematian. Baan mengatakan bahwa kematian memiliki tiga rangkap, yakni: kematian sementara yang akan menghampiri setiap orang pada saat jiwa dan raga terpisah. Kematian rohani menyiratkan bahwa manusia telah terpisah dari persekutuan yang menyenangkan dengan Allah. Mulai saat itu ia terhalang dari persatuan dan persekutuan dengan Allah. Kematian dilambangkan dengan cukup jelas dengan terusirnya Adam dan Hawa dari Taman Firdaus. Kematian Kekal akan menghampiri semua orang yang mati sebelum didamaikan dengan Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib. Kematian ini merupakan keterpisahan yang kekal dari kemurahan Tuhan Allah, dan penghukuman yang kekal di dalam neraka.
Sekali lagi bahwa karena dosa maka akibatnya, hidup manusia dikuasai oleh dosa. Nasib orang berdosa ialah, bahwa bukan dirinya sendiri yang menguasai hidupnya, melainkan dosalah yang menguasai hidupnya. Ia menjadi budak dosa. Tuhan Yesus berkata bahwa setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba (budak) dosa (Yoh. 8: 34). Demikian juga Rasul Paulus berkata, bahwa ia bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rom. 7: 14-15; Rom. 3: 9; Gal. 3: 22).
Manusia diperbudak oleh dosa bukan hanya berbicara pada tubuh jasmani tetapi keseluruhan hidupnya. Pada tulisan sebelumnya, sudah di uraikan bahwa hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak secara keseluruhan. Pengertiannya menjadi gelap sehingga ia tidak lagi mengenal Allah. Keinginannya jahat dan salah sehingga ia cenderung melakukan apa yang jahat, dan benar-benar melakukannya. Perasaan-perasaannya (hasrat dan keinginannya) tidak terkendali dan rusak sehingga ia menginginkan apa yang jahat dan membenci apa yang baik. Semua perbuatannya jahat dan salah. Kelakuannya diatur oleh dosa. Kehidupannya tunduk pada penguasa kegelapan, yaitu iblis. Seperti yang diuraikan oleh Rasul Paulus dalam Kitab Roma.
Menurut Calvin bahwa semua dosa melawan Allah adalah dosa yang serius dan membawa maut, tetapi tidak ada dosa yang menghancurkan pembenaran oleh iman.
Oleh sebab itu kita sampai pada satu kesimpulan bahwa dosa membuat manusia terputus persekutuan dengan Allah. Manusia menjadi budak dosa, manusia mengalami murka Allah, seluruh hidupnya tercemar, harus mengalami hukuman maut dan hukuman kekal. Manusia menjadi seteru Allah, manusia terikat oleh kuasa kegelapan. Namun dibalik semua itu atas inisiatif Allah sendiri, Allah memprakarsai keselamatan itu dengan rela Menjadi Manusia dan diam diantara kita, yang oleh dan di dalam Yesus Kristus. Sehingga melalui Yesus Kristus, manusia kembali menjadi partner Allah, manusia kembali menjadi sekutu Allah dan memuliakan Allah.
Sumber:
Hadiwijono, H., Iman Kristen, 2018.
Niftrik, G.C. van - Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, 2017.
Abineno, J.L.Ch., Pokok-Pokok Penting dari Iman Kristen, 2018.
Baan, G.J., Tulip: Lima Pokok Calvinisme, 2017.
Poythress, V. S., Menebus Sains: Pendekatan yang Berpusat kepada Allah, 2022.
Bavinck, H., Dogmatika Reformed; Jilid 3: Dosa dan Keselamatan di dalam Kristus, 2016.
Sproul, R.C., Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, 2018.
Komentar