PREDESTINASI

PREDESTINASI: PEMILIHAN DAN PENOLAKAN (006)

"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya". (Efesus 1:3-6)

Doktrin predestinasi merupakan topik yang sukar dalam kekristenan karena beragam pendapat dari para ahli, sehingga menimbulkan perdebatan tanpa henti sejak awal gereja bertumbuh di dunia Barat dan Timur. Namun demikian, bukan berarti tidak dipelajari. Sebab doktrin ini sungguh menarik dan menakjubkan tentang kebesaran Allah, sehingga kita memuji Allah dengan segala keberadaan kita.

Predestinasi atau dalam bahasa latin disebut praedestinatio dari kata kerja praedestinare yang artinya menetapkan lebih dahulu. Penetapan sejak semula adalah rencana Allah untuk segala sesuatu yang terjadi terjadi, sedangkan predestinasi adalah bagian dari penetapan tersebut yang menunjuk kepada destini kekal manusia, yakni sorga dan neraka.

Mengutip tulisan Calvin bahwa kita menyebut predestinasi sebagai dekrit Allah, dengan mana telah Ia tentukan sendiri, apa yang Ia inginkan terjadi pada setiap individu manusia. Sebab mereka tidak diciptakan dengan takdir yang sama, tetapi kehidupan kekal telah ditetapkan bagi sebagian orang dan penghukuman kekal bagi sebagian orang lainnya. Oleh sebab itu, setiap orang yang diciptakan untuk satu tujuan atau lebih dari takdir ini, kita menyebut dia telah dipredestinasikan untuk kehidupan atau kematian.

Baan mengatakan bahwa predestinasi merupakan keputusan kehendak dan ketetapan Allah mengenai keadaan kekal semua orang. Artinya, predestinasi berbicara mengenai keadaan yang akan tetap dijalani oleh setiap orang sampai selama-lamanya. Karena tidak ada satupun keadaan kekal manusia yang tidak diketahui oleh Allah. Keadaan kekal pada setiap orang yang lahir di dunia (sejak awal mula Adam diciptakan, sampai dengan orang terakhir yang akan dilahirkan sebelum Yesus datang kembali) telah ditetapkan sebelumnya.

Selanjutnya, menurut Berkhof bahwa predestinasi tidak selalu dipakai dalam pengertian yang sama. Kadang-kadang kata ini dipakai semata-mata sebagai sinonim dari istilah generik "ketetapan". Dalam hal lain menunjuk kepada tujuan Allah yang berkaitan dengan manusia, namun paling sering kata ini mengandung arti pertimbangan Allah berkenaan dengan manusia yang jatuh dalam dosa, termasuk pemilihan yang berdaulat dari sebagian orang dan penolakan atas sebagian yang lainnya.

Pengertian kata tersebut pada bagian terakhir senada dengan Palmer bahwa predestinasi terdiri dari dua bagian, yakni pemilihan (election) dan penolakan/reprobasi (reprobation). Pemilihan berkaitan dengan mereka yang menuju ke sorga dan penolakan berkaitan dengan mereka yang menuju ke neraka. Maka pemilihan dan penolakan harus diperhatikan dan pertahankan urutannya. Sebab demikian, menurutnya anugerah dan kemurahan Allah datang terlebih dahulu, karena Allah memilih sejumlah orang dari umat manusia yang sudah jatuh dan jahat untuk menerima kehidupan kekal, dan membiarkan orang lain dalam keadaan tidak percaya dan binasa (keadilan Allah).

Kini telah kita ketahui dari beberapa arti kata predestinasi dan penggunaan kata predestinasi, maka teranglah bahwa predestinasi sejatinya menunjuk kepada pengetahuan Allah sejak semula telah menentukan dan menetapkan manusia dalam kekekalan, baik itu hidup kekal maupun kematian kekal menurut kehendak-Nya yang berdaulat.

Sekarang kita melihat kepada dua bagian dari predestinasi: pemilihan dan penolakan


Doktrin Pemilihan (Election)

Jika kita berbicara tentang pemilihan dalam konteks Alkitab, maka hal itu tentunya menunjuk kepada: pertama, pemilihan atas bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah dengan tugas khusus (Ul. 4: 7, 7: 6-8, 10: 15; Hos. 13: 5). Kedua, pemilihan secara pribadi untuk tugas atau jabatan tertentu dan untuk melakukan pelayanan tertentu, seperti Musa, para imam, para raja, para nabi dan para rasul (Ke. 3; Ul. 18: 5; 1 Sam. 10: 24; Maz. 78: 70, Yer. 1: 5; Yoh. 6: 70; Kis. 9: 15). Ketiga, pemilihan yang menunjuk kepada tindakan kekal Allah dimana Ia dalam kesukaan kedaulatan-Nya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah khusus dan keselamatan kekal. Pemilihan ini menurut Berkhof adalah tujuan kekal Allah untuk menyelamatkan sebagian umat manusia dalam dan melalui Yesus Kristus. 

Hal senada dikatakan Niftrik dan Boland, pemilihan oleh Allah dalam arti bahwa Allah bertindak ke luar dengan mengarahkan kasih-Nya kepada dunia dan kita manusia. Allah yang memilih itu, telah menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Di dalam kedatangan Yesus Kristus maka Allah datang memilih manusia. Pemilihan oleh Allah itu adalah sungguh bersifat Kristosentris. Allah yang memilih itu datang kepada kita di dalam Yesus Kristus. Kristuslah yang memilih manusia: Ia menjadi manusia seperti kita untuk menanggung hukuman Allah atas dosa kita. Tetapi justru sebagai manusia yang ditolak oleh Allah, maka serentak Ia menjadi juga manusia yang dipilih oleh Allah untuk menerima kemuliaan yang kekal. Lalu di dalam Dia sang manusia, "wakil kita manusia" di dalam Dia, semua orang menjadi milik-Nya oleh karena percaya kepada-Nya, turut dipilih oleh Allah untuk menerima keselamatan yang agung itu. 

Jadi pemilihan Allah di dalam Yesus Kristus merupakan karya Allah yang bebas merdeka yang berdasarkan kasih karunia-Nya, senantiasa dihubungkan atau dipersekutukan dengan karya penyelamatan Kristus. Sebagimana yang dikatakan Hadiwijono bahwa Yesus Kristus menjadi inti atau pusat dari pemilihan Allah, yakni Yesus Kristus sebagai Juru selamat, maupun kita orang beriman dipilih untuk diselamatkan. Maka nyata bahwa Allah menghendaki kita manusia menjadi partner-Perjanjian-Nya dan kita dipilih oleh Allah guna untuk melaksanakan kehendak-Nya.

Dengan demikian jika kita berbicara tentang pemilihan Allah, harus kembali kepada Alkitab sebagai dasar pemilihan Allah. Berikut ini beberapa ayat penting tentang pemilihan ilahi.

Yoh. 6: 37, 39 bahwa keselamatan tergantung sepenuhnya kepada Bapa yang memberikan sejumlah orang untuk diselamatkan kepada Kristus.

Yohanes 15: 16 Pernyataan Kristus yang berbentuk negatif ini merupakan cara yang tegas untuk menjelaskan bahwa meskipun seorang Kristen menyangka dirinya merupakan faktor penentu dalam memilih Kristus, kebenaran yang ultimat adalah bahwa Kristus yang memilih orang percaya. Dan setelah itu, barulah orang percaya memilih Kristus.

Kisah Para Rasul 13: 48 Semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.

2 Tesalonika 2: 13 Paulus tidak mengatakan bahwa Allah memilih orang-orang Tesalonika karena mereka telah dijadikan kudus atau karena mereka percaya. Paulus justru mengatakan hal yang sebaliknya. Allah memilih mereka untuk diselamatkan. Dengan demikian pemilihan Allah tidak bergantung pada apapun yang ada di dalam diri manusia, baik itu kekudusannya, ataupun imannya. 

Efesus 1: 4-5 Paulus menuliskan bahwa pemilihan itu sesuai dengan kerelaan Allah. Kata-kata ini sudah cukup untuk menerangkan bahwa alasan-alasan bagi pemilihan Allah sepenuhnya ada dalam diri Allah sendiri. Dan tambahan bahwa kehendak-Nya menunjukkan kebebasan dari pemilihan Allah.

Selanjutnya Roma 8: 29-30 dan Roma 9: 6-26. Merupakan dasar kebenaran tentang doktrin predestinasi.


Doktrin Penolakan/Reprobasi (Reprobation)

Ajaran tentang penolakan, Calvin menyebutnya sebagai decretum horibile yaitu ketetapan yang menakutkan. Hukuman yang telah dipredestinasikan terjadi sebelum manusia datang ke dunia, ataupun sebelum manusia melakukan yang baik atau jahat. Dalam Roma 9: 11 kata John Bunyan, bahwa Esau dan Yakub menerima takdir sebelum mereka dilahirkan. Yang satu diberi berkat untuk hidup yang kekal, yang lainnya tidak; yang satu dipilih, yang lain direprobasi.

Perihal penolakan, menurut Berkhof adalah ketetapan Allah di mana Ia telah menentukan sebagian orang untuk terhilang berdasarkan tindakan dari anugerah khusus-Nya, dan menghukum mereka karena dosa-dosa mereka untuk menyatakan keadilan-Nya. 

Hal yang sama, dikatakan Hadiwijono, bahwa Penolakan Allah adalah reaksi Allah terhadap kesalahan dan penentangan manusia. Kesalahan manusia atau manusia berbuat dosa atau salah, bukan karena ditolak oleh Allah, melainkan sebaliknya, karena manusia berdosa maka ditolak oleh Allah.

Ketika kita sedang berbicara tentang penolakan, maka tentunya secara logika kita simpulkan bahwa jika ada orang yang telah dipilih dan ditentukan untuk diselamatkan, maka jelaslah bahwa ada sebagian orang juga tidak diselamatkan dengan kata lain mengalami hukuman kekal dan kematian kekal. 

Pink menjelaskan doktrin penolakan dengan beberapa pengertian. Pertama, penolakan (reprobasi) tidak berarti Allah menciptakan makhluk tidak berdosa, menjadikan mereka jahat dan kemudian menghukum mereka. Alkitab mengatakan bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih (Pkh. 7: 29). Allah tidak menciptakan orang berdosa untuk dibinasakan, sebab Allah tidak bertanggungjawab atas dosa umat ciptaan-Nya. Tanggung jawab dan kejahatan sepenuhnya milik manusia.

Kedua, doktrin reprobasi tidak bermakna bahwa Allah menolak untuk menyelamatkan mereka yang dengan tulus mencari keselamatan. Faktanya adalah bahwa umat bukan pilihan tidak memiliki kerinduan akan Sang Juru Selamat: mereka tidak melihat adanya keperluan untuk menginginkan Dia. Mereka tidak akan datang kepada Allah, jadi apakah Allah harus memaksa mereka? Mereka berpaling dari orang-orang yang datang kepada-Nya. Lalu dimana ketidakadilan Allah dalam menentukan sebelumnya penghukuman mereka? Tidak ada yang dihukum kecuali karena kelaliman mereka. 

Ketiga, dekrit reprobasi tidak bertentangan dengan kebaikan Allah dalam cara apapun. Umat bukan pilihan masih dapat menikmati manfaat atas kebaikan Allah meskipun tidak ada dalam cara atau jumlah yang sama dengan umat pilihan. Mereka menikmati segala hal baik dari berkat duniawi sama seperti anak-anak Allah sendiri, dan bisa lebih dari itu juga. Rom. 2: 4-5 dengan jelas bahwa mereka seringkali memandang hina kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya, dan oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka diatas dirimu. 

Alkitab dengan jelas menerangkan bahwa Allah mengasihi Yakub dan membenci Esau. Sproul mengatakan ada dua penjelasan tentang pemilihan dan penolakan Allah terhadap Yakub dan Esau. Allah membenci Esau bukan dalam arti sikap hati yang negatif, melainkan hanya tidak adanya kasih penebusan. Sedangkan Allah mengasihi Yakub hanya berarti bahwa Allah menjadikan Yakub sebagai penerima dari anugerah Allah yang diberikan tanpa hasil usaha apapun dari Yakub.

Selain itu Firaun adalah contoh bahwa Allah menolak Firaun. Luther mengatakan bahwa pengerasan Allah terhadap hati Firaun itu bersifat pasif bukan aktif. Dengan kata lain, Allah tidak menciptakan hati jahat yang baru di dalam diri Firaun. Pada diri Firaun memang sudah cukup banyak kejahatan sebagai modal untuk menolak kehendak Allah di dalam setiap aspek kehidupannya. 

Oleh karena itu Alkitab tentu saja tidak perlu terlalu banyak berbicara soal penolakan sebagaimana Alkitab banyak berbicara tentang pemilihan. Akan tetapi apa yang dikatakan Alkitab sudah cukup sebagimana Mat. 11: 25-26; Rom. 9: 13, 17, 18, 21; 11: 7; Yud 4; 1 Pet. 2: 8.

Akhirnya kita simpulkan bahwa predestinasi merupakan ketetapan Allah kepada manusia berdasarkan keputusan dan kehendak-Nya yang berdaulat. 

Mengutip tulisan George Whitefield, "Tanpa keraguan, doktrin pemilihan dan reprobasi pasti bangkit dan jatuh bersamaan. Allah bertujuan untuk memberikan anugerah keselamatan melalui Yesus Kristus, hanya untuk sejumlah orang; dan sisa umat manusia, setelah kejatuhan Adam, yang ditinggalkan oleh Allah untuk terus berdosa, akan menderita dalam kematian kekal yang merupakan upah yang layak atas dosa".

Masalah pemilihan dan penolakan Allah adalah mutlak dan misteri dari Allah yang berdaulat itu. Kita tidak bisa menghakimi siapapun dan seberapa pun kejamnya mereka yang ditolak. "Sebab tugas kita sudah jelas adalah Beritakan Injil kepada segala makhluk". Ketika kita telah memberitakan Injil, hati nurani kita menjadi jelas. Namun jika orang-orang menolak untuk mendengarnya, darah mereka berada dalam tangan mereka sendiri, tetapi "bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan diantara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan" (2 Kor. 2: 15-16).


Sumber:
Baan, G.J., Tulip: Lima Pokok Calvinisme, 2017.
Palmer, E. H., Lima Pokok Calvinisme, 2017.
Pink, A. W., Kedaulatan Allah, 2015.
Berkhof, L., Doktrin Allah, 2013.
Hadiwijono, H., Iman Kristen, 2018.
Niftrik, G.C. van - Boland, B.J., Dogmatika Masa Kini, 2017.
Abineno, J.L.Ch., Pokok-Pokok Penting dari Iman Kristen, 2018.
Sproul, R.C., Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proposal Skripsi

“TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGAJARAN ALLAH TRITUNGGAL MENURUT ERASTUS SABDONO”

Ajaran Sesat